CHAPTER 71

23 1 0
                                    

Sayup-sayup angin masuk kedalam kamar yang masih tertutup dengan gorden itu. Penghuni yang selalu males untuk ngebersihin kamarnya sendiri kini masih terlelap dalam tidurnya.

"Axel bangun! Udah dari kemaren di bilangin masih belum bangun juga" Suara nenek lampir terdengar keras.

"Bangun kak! " Ketokan dan suara pintu itu masih terdengar.

"Kalau masih molor? " Dan semakin keras.

"Bunda masuk ya" Cewek itu menarik gagang pintu dan masuk ke dalam kamar anak nya itu.

"Bangun" Tak ada sahutan darinya.

"AXEL BANGUN! " meskipun sudah berteriak cowok itu pun masih belum bangun juga.

Cewek itu menggelengkan kepala. Tangannya menarik selimutnua dan setelah itu berniat untuk menarik telinga anak nya itu. Tapi, dia terkejut kalah anaknya itu demam.

"Papa,pa papa cepet ke sini" Semua penghuni rumah itu langsung menghampiri nya.

"Ada apa? "

"Badan kakak panas" Rijal pun mengecek suhu badan anak nya itu. Memang benar apa yang di ucapkan oleh perempuan itu.

"Kalau gitu langsung bawa ke rumah sakit aja" Beruntung sekarang hari minggu.

"Banu suruh mang Ujang siapin mobil" Cowok itu pun langsung berlari.

Sesampainya mereka di rumah sakit dan menunggu selama satu jam lamanya akhirnya dokter itu keluar dari ruangan itu.

Mereka mendengar suara pintu terbuka dan mereka langsung berdiri dari tempat duduknya. Semua langsung menghampiri dokter yang sudah ngerawat cowok yang ada di dalam itu. Wajah mereka semua tampan serius dan sangat panik.

"Gimana keadaan anak saya dok? " Sebagai ibu air matanya sudah menetes dari tadi.

"Siapa orang tuanya? " Rijal mengangkat tangan.

"Boleh ikut saya ke dalam ruangan? " Mereka berdua pun melangkahkan kaki dokter itu yang memimpin jalan.

"Ada yang perlu saya omongin" Sudah terlihat dari suaranya kalau mereka akan mendengar berita buruk.

"Ada apa dok? " Roni bertanya.

"Jadi sebelum saya ngomong masalah ini kalian berdua harap tenangin diri kalian masing-masing! " Sepasang suami istri itu pun mengambil nafas panjang dan mengeluarkan nya dengan perlahan. Siap atau nggak mereka harus menerima ucapan dari dokter itu.

"Sebelumnya apa obat yang saya kasih sama saudara Axel nggak pernah di minum? " Mereka berdua menoleh dan saling bertatap muka.

"Obatnya ada dok! Setiap saya suruh dia minum obatnya dia nggak mau. Katanya percuma kelak nanti dia juga akan meninggal" Jawab ayah kandungan nya itu.

Dokter itu menghela nafas panjang. "Satu pun nggak ada yang di minum? "

"Saya cuma pernah ngeliat anak saya minum obat dua kali. Itu pun harus di paksa! " Cewek berambut pirang itu menjawab dengan suara lirih.

"Jadi gini pembengkakan di anggota dalam nya semakin besar. Ginjal, jantung bahkan hati nya sudah mulai mengalami permasalahan! Cuci darah yang di lakukan kemarin adalah cuci darah yang di lakukan untuk menghilangkan rasa sakit dan pembengkakan di dalam anggota dalam nya" Sebenarnya pria nggak tega harus ngungkapin ini semua kepada orang tuanya.

"Te_terus apa yang harus di lanjutin dok? " Tania bertanya dengan gugup.

"Saya akan melakukan tindakan cuci darah kembali supaya pembengkakan itu tidak menyalur ke anggota tubuh yang lain"

"Lakukan semua hal dok, yang penting anak saya bisa sembuh" Air mata Tania semakin deras membasahi kedua pipinya.

"Saya akan melakukan apapun demi pasien saya" Dia tersenyum lebar.

"Apa anak saya bisa sembuh dok? "

"Sebenarnya ada cara lain selain melakukan tindakan cuci darah. Cuci darah ini kan hanya cara untuk mengurangi atau menghilangi rasa sakit dan pembengkakan. Sedangkan cara yang lain supaya pasien sembuh adalah melakukan transfersi anggota tubuh bagian dalam. Seperti ginjal, hati bahkan jantung. Tapi, permasalahan nya pasien pernah bilang kalau dia nggak mau apabila anggota tubuhnya di ganti dengan anggota dalam _"

"Dokter udah tau tentang anak saya? "

"Bukannya saya yang kepo tapi, pasien sudah cerita dari sebagian hidupnya"

"Jadi dokter udah tau semua? " Tania pun ikut bertanya.

"Sebagian"

"Kalau boleh tau anak saya pernah bilang apa aja sama dokter? "

"Dia bilang kalau dia sangat mencintai teman sekelasnya" Jawabnya dengan malu.

"Saya tau kalau masalah itu. Apa nggak ada yang lain? "

"Dia cuma bilang kayak gitu sama saya"

"Kalau dia bilang apapun itu tolong beritahu kami ya! " Pria tersenyum.

"Iya "

"Kalau gitu kami permisi dulu ya!" Mereka bertiga langsung beranjak dari tempat duduknya.

"Iya" Dan akhirnya seorang suami istri itu pun pergi dan keluar dari ruangan itu.

                                      ******

Maaf untuk kali ini ceritanya pendek:(

Saya harap kalian tetep suka dan tinggalin jejak:)

PSIKOPAT[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang