CHAPTER 54

28 4 0
                                    

Sesampai nya di sekolahan mereka berdua saliang menggengam tangan satu sama lain. Seperti biasa mereka selalu menjadi sorotan para mata yang iri. Tapi, mereka nyaman akan hal itu. Semakin banyak yang melihat semakin mereka memperlihatkan keromantisan mereka berdua. Cowok yang sedang bahagia itu sangat bahagia. Seperti dugaannya Kiki sudah mulai nyaman dengan sikap yang di berikan kepada dirinya.

"Coba lihat kiri kanan coba di lihat banyak mata jelalatan" Ternyata Axel menciptakan lagu baru:)

"Mereka itu iri sama lo"

"Kenapa? "

"Cowok setampan gue ini jarang mereka temui apa lagi megang tangan gue. Gue geretek aja mereka dah kabur" Axel tertawa.

"Berarti gue cewek yang beruntung dong? " Axel tersenyum sambil menganggukan kepala.

"Lo itu cewek nomer satu yang deket sama gue. Megang tangan gue. Jalan sama gue. Main sama gue. Lo itu beruntung banget bisa gue miliki. Di sana banyak orang yang masih berharap gue jadi miliknya" No kan pede nya ketinggian.

"Pede amat lo! " Rani mengangkat otot lehernya. Berusaha untuk mengucap di telinga cewek itu.

"Tapi bener kan kalau gue itu ganteng? " Axel menggerakkan alis nya keatas dan ke bawah.

"Lo ganteng banget" Axel tersenyum.

"Tapi, boong" Rani tertawa terbahak-bahak.

Axel tersenyum bahagia. hari ini adalah hari yang sangat bahagia.

"Halah ngomong aja gue ganteng kan? " Pede tingkat dewa!

"Pede bener sih lo? Gue baru nemuin orang se pede lo"

"Emang gue ganteng"

"Iya-iya lo ganteng"

"Ehem ehem ehem"

Axel dan Rani menghentikan langkah kaki nya. Mereka memutar seluruh tubuh dan melihat kalau di sana sudah ada Riska yang membawa penggaris berukuran panjang.

"Pagi nyonya " Axel tersenyum. Tapi senyum itu hanya senyuman mengejek.

"Nggak usah basa-basi kamu" Axel tersenyum miring.

"Terus kalau nggak mau basa-basi ngapain ehem ehem nggak jelas banget deh" Axel memmutar bola mata.

"Siapa suruh kamu mesrah-mesrahan sama dia? "

"Apa dia? Kenalin ini cewek yang ada di samping gue namanya Kiki bukan dia" Rani membukatkan mata ke arah Axel.

"Nggak nanya. Lagian ibu tau kalau namanya"

"Kalau tau ngapain sebut dia kok nggak Kiki? Ha? Ibu pikun? "

"Ibu tanya sekali lagi kenapa kamu gandengan tangan? "

Axel langsung meraih tangan Rani . Tengah mereka saliang menggenggam erat. Siska membukatkan mata. Tapi, inilah Axel otak nya sangat cerdik. Dia mengangkat tangan mereka ke atas.

"Gini? " Axel tersenyum.

"Turun kan tangan kalian sekarang? " Penggaris yang sudah memakan korban itu di angkat dan tertuju ke arah mereka berdua.

"Gue tau ibu pasti iri kan? "

"Nggak sama sekali.lagian kalian itu masih sekolah udah pacaran"

Seketika ide muncul di kepala cowok itu.
"Emang kami masih sekolah. Ibu nggak pernah rasain kan? Ibu kan belum nikah. Pasti nggak tau gimana rasanya pegangan tangan. Yakan? Udah deh ngaku aja. Nggak usah nahan malu. Udah kelihatan dari wajah lo. Gue do'ain supaya lo bisa cepet nikah dan punya momongan. Terimakasih " Axel langsung menarik tangan Rani dan segera pergi dari sana.

Mereka berdua melanjutkan perjalannnya menuju kelas.

"Lo nggak boleh kayak gitu" Sudah beberapa kali cewek itu mengingtkan hal itu? Tapi, cowok itu tetap saja melakukan hal yang sama.

"Biarin aja. Bener kan yang gue omongin banyak orang yang iri sama lo"

"Tapi, lo nggak boleh kayak gitu sama guru"

"Bodo amat lah. Lagian sama-sama makan nasi juga"

"Iya tapi_"

Cup

Tanpa melihat ke adaan sekitar Axel  langsung mengecup kening cewek itu. Rani menoleh ke kanan ke kiri melihat kondisi sekitar.

"Lo udah gila ya? " Axel menggelengkan kepala.

Perlu di ingat jika Rani udah banyak bicara dan terus mengomel tak segan-segan Axel langsung menciumnya wajah cewek itu. Dimanapun dan kapanpun itu.

"Nggk "

"Jangan kayak gitu ini sekolah nanti bisa di keluarin"

"Siapa yang berani ngeluarin? Entar gue yang bilang sama kakek gue"

Axel kembali menarik tangan Rani. Mereka melanjutkan langkah kaki nya menuju ke kelas. Dengan posisi yang sama. Menggenggam tangan satu sama lain.

"Mau main ke mana nanti? "

"Terserah . Gue ikut lo" Rani tersenyum.

"Iya dong. Lo itu harus ikut gue karena gue itu imam lo" Rani menganggukan kepala.

"Main ke rumah gue aja ya. Ada nyokap sama bokap gue. Kalau mau main ke luar besok aja. Untuk empat hari ke depan sepulang sekolah kita jalan-jalan dan lo nggak boleh nolak" Axel berkata seperti ini supaya dia tidak bikin janji kepada orang lain selain dirinya.

"Nyokap sama bokap lo juga dateng? "

Axel mengangguk. "Dateng bareng gue waktu itu" Alasan lagi deh!

"Kalau gitu lo masuk ke kelas dulu. Gue masih mau ke rumah" Rani mangganggukan kepala.

Tangan mereka yang melekat kini telah pudar. Tangan yang menggenggam satu sama lain sudah tidak ada lagi. Tangan mereka berpisah untuk beberapa saat.

                            ******
                       👋👋👋👋

Hay semua!

Kesan untuk bab ini

Jangan lupa tinggalin jejak, makasih ya:)

Salam:natasha Nur s

PSIKOPAT[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang