CHAPTER 72

24 2 0
                                    

Dua hari kemudian. Keadaan masih lah sama. Bahkan semakin memburuk. Air mata sudah bercucuran berkali-kali.

Satu hari sesudah menjalani cuci darah cowok itu masih mengejamkan mata. Masih terlelap pada tidur yang sangat pajang itu.kini Semua sudah menunggu kecerian, canda tawa dan keusilan nya.

"Bangun dong Xel! Lo nggak bosen merem terus? " Sudah dua hari yang lalu cewek yang dia sukai itu menunggu kesadaran nya. Dia tau kaklau cowok itu ada di rumah sakit dan sudah tak sadrakan diri. Tapi, bukan berarti dia tau tentang sakit yang di deritanya. Keluarga dan kekasihnya sekarang hanya bilang kalau dia kemarin jatuh dan kepala nya kebentur ke dindin. Cuma hal itu yang cewek itu tau.

"Apa jangan-jangan lo cuma bencanda ya? Cuma merem supaya cewek gue bisa nemenin  lo? " Banu merasa kesal kepada Rani. Sudah dua hari ini Rani tidak memperdulikan nya lagi. Dia terlalu sibuk dengan Axel, Axel dan Axel.

"Lo cemburu? " Rani memajukan mulutnya ke arah cowok yang ada di depannya itu. Ya di ruangan itu hanya ada mereka bertiga. Rijal dan Tania pulang. Mereka nggak nginep karena sekarang Tania sedang hamil.

"Nggak! " Jawabnya sambil melirik.

"Ya udah" Cewek itu juga melirik dan memutar bola matanya.

"Bangun dong! Lo mau gue berantem sama cewek gue? " Banu langsung berdiri.

"Lo kenapa sih? Duduk! " Banu mendecak kesal. Dia sudah menahan emosi dari kemarin tapi, masih saja dia simpan. Jangan sampai emosinya menguap dan melampiaskan kepada cewek itu.

"Lo cemburu? " Dia menggeleng cepat.

"Terus kalau lo nggak cemburu kenapa lo diem aja? Nggak ngajak bicara gue? " Keadaan suasana ruangan itu menjadi suram.

"Gue kesel aja sama lo! "

"Gue tau kok cara gue memperlakukan lo itu salah. Sudah dia hari ini Gue cuek dan nggak merduliin lo" Cewek itu mengakui semua kesalahannya. Memang jujur adalah cara paling ampuh untuk mempermudah menyelesaikan semua masalah.

"Maafin gue ya"

"Iya" Cowok itu tersenyum lebar.

"Lo mau makan? Gue tau kok dari kemarin lo nggak makan. Lo sibuk sama gue. Ayo gue anterin lo makan! " Cewek itu berdiri.

"Gue nggak laper! "

"Kalau lo nggak leper dan nggak makan lo sakit. Jangan membuat suasana semakin rumit"

"Iya ayo makan! " Akhirnya mereka berdua beranjak dari tempat duduknya dan berjalan membuka pintu dengan pelan.

"Lo mau makan apa? "

"Samain aja" Jawab cowok itu dengan singkat.

Setelah memesan makanan mereka berdua hanya diam. Untuk acara makan kali ini adalah acara yang paling sial. Dimana mereka berdua hanya diam. Tak ada yang mau mengangkat dan mencari topik pembicaraan.

"Ngapain lo diem? " Akhirnya Rani memutuskan untuk memulai pembicaraan.

"Nggak papa" Jawabnya.

"Udah deh jangan kek gini. Gue tau gue salah dan gue tau kalau lo kesel sama gue. Gue udah minta maaf sama lo. Jangan bikin pala gue semakin pusing deh" Cewek itu menyangga kepalanya dengan kedua tangannya.

"Gue nggak marah sama lo! " Akhirnya cowok itu menatap wajah kekasihnya itu.

"Kalau lo nggak marah ngapain lo diem? Biasanya pecicilan kek cacing kepanasan" Cowok itu tersenyum malu.

"Udah gue nggak marah lagi sama lo" Cowok itu mengacak rambut kekasihnya itu.

Meteka udah empat hari berpacaran. Tapi, sudah banyak sekali hal yang membuat mereka bertengkar. Tapi, mudah sekali untuk akur.

"Udah nggak marah? " Cowok itu menggelengkan kepala.

"Lo nasih suka sama Xel_"

"Udah berapa kali gue bilang sama lo. Kalau gue udah lupain dia. Jadi, gue nggak mau ngedenger Pertayaan lo yang nggak bermanfaat itu" Banu menelan ludah.

"Gue kan cuma nanya"

"Tapi, masalah nya lo nanya udah sepuluh kali dalam waktu dua hari. Lo nggak bosen apa tanya soal yang sama dan denger jawaban yang sama? "

"Ya gue cuma mau pasti_"

"Ya gue cuma mau pastiin kalau lo suka sama gue apa nggak. Gitu kan jawaban nya? " Cowok itu hanya bisa diam. Memang salah cowok itu sendiri udah berkali-kali nanya masih aja nanya soal yang sama.

"Udah ya kalau mau nanya jangan pertanyaan itu lagi" Baru saja mereka berdua akur, bulum juga ada lima menit mereka udah bertengkar lagi.

"Iya maafin gue" Mereka berdua pun tersenyum.

Kalau di lihat dari penceritaan mereka berdua ibarat kulit bayi yang sensitif. Dikit-dikit akur. Dikit-dikit nggak. Untung saka mereka berdua selalu jujur untuk menyelesaikan semua masalahnya. Baru pacaran empat hari ributnya udah berkali-kali.

"Habisin makanan lo" Sudah lima menit Banu hanya mengaduk makanan itu. Dia hanya memandang nya dan tidak menyantapnya.

"Gue nggak laper" Cewek itu menghela nafas panjang. Tangan kanannya menarik piring yang terletak tepat di depan cowok itu.

"Mau ngapain? "

"Diem! " Untung saja cewek itu udah selesai makan jadi, sekarang dia mau nyuapin bayi besar yang ada di depannya itu.

"Buka mulut lo" Sendok sudah ada di depan mata.

"Gue nggak_"

"Buka! Gue nggak mau lo sakit" Suaranya berubah menjadi serak. Cowok itu nggak tega kalau melihat kekasihnya sedih ketika melihat dirinya sakit. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk membuka mulutnya dan menguyah makanan itu dengan perlahan.

Hanya sekedar melihat suapan itu masuk kedalam mulut cowok itu, Kiki langsung tersenyum lebar. Hal sepele sudah bisa membuat dirinya sangat bahagia.

Dia selalu bingung kalau sikap Banu dingin kepadanya. Kalau kita lihat cowok itu tak ada tanda-tanda memiliki sifat dingin. Dia selalu periang dan sumber dari semua masalah di sekolah bahkan di rumah.

Cowok itu hanya sekedar bercita, bernyanyi dan berpantun sudah membuat kekasihnya tersenyum bahagia. Bercerita dengan alur cerita yang tak masuk akal pun cewek itu sudah tertawa terbahak-bahak. Maka dari itu Rani selalu berusaha untuk menyikapi cowok itu dengan benar. Jangan sampai senyum nya hilang. Begitupula dengan cowok itu sebisa mungkin dia harus bisa membuat cewek itu  bahagia.

Mereka berdua perlu melakukan hal yang mudah untuk bisa saling melihat senyum dan tawa antara keduanya. Rani sangat bahagia ketika dia mengetahui kalau Banu tersenyum. Banu mengira ketika cowok itu bercerita dengan alur yang aneh cewek itu akan percaya. Tapi, tak semudah itu. Cewek itu lebih pintar dari dirinya. Rani tersenyum sepuluh persen untuk cerita yang sudah cowok itu berikan dan sembilan puluh persennya lagi dia tersenyum karena dia bisa melihat senyuman yang indah itu.

Sedangkan Banu mengira kalau Rani sangat suka dengan cerita nya yang aneh itu. Dia yakin seratus persen kalau Rani akan menyukainya tapi, buktinya tidak kan? Setiap ada waktu meteka berdua cowok itu harus menyiapkan sebait pantun dan cerita yang super aneh itu. Dia menyiapkan itu untuk berjaga-jaga.

                                      ******
                                👋👋👋👋

Hay semua!

Kesan untuk part ini!

Jangan lupa tinggalin jejak, makasih:)

Salam:natasha Nur s

PSIKOPAT[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang