'Part 36'

5K 493 23
                                    

"Pilihanmu, keputusanmu. Aku? Maaf, tak bisa membantumu. Karena hatimu, hanya milikmu, jadi, selamat menentukan."

~Thyr

-

Di tengah perasaan bingung, buku itu tiba-tiba terbuka dengan sendirinya, menampilkan lembar terakhir.

Aku pun membaca tulisan di lembar itu.

Ini... Tak mungkin! Tak akan kubiarkan meski nyawaku menjadi taruhannya!

*
.
.
.

Author POV

Dengan napas terengah-engah, Erden membuka matanya. Karena keheningan disana, Glaze bisa mendengar deru napas Erden. Segera Glaze mengakhiri meditasinya dan menemukan Erden dengan sorot panik dimatanya.

"Ada apa? Meditasimu gagal?" Tanya Glaze dengan khawatir.

Sembari menggeleng, Erden berkata, "Aku baru saja mendapat penglihatan, ayo kita temui anggota Gixy lainnya."

"Iya, tapi kau harus menenangkan diri dulu. Nanti sore kita kesana."

"Tak banyak waktu tersisa, ini darurat! Kita kesana sekarang!"

"Kau tampak berantakan, Erden. Setidaknya bersihkan dirimu dulu, kau tak mau tampil tak layak di depan para putri dan pangeran, bukan?"

"Baiklah, tapi cepat, ayo!"

Dengan buru-buru, Erden membersihkan diri dari keringatnya yang bercucuran seakan baru selesai lari maraton.

"Glaze, ayo! Cepat!"

Dengan langkah lebar, akhirnya Erden sampai di depan kamar asrama nomor 950. Saking ingin cepatnya, Erden mengabaikan pertanyaan-pertanyaan dari teman se-asramanya.

Di depan pintu, Erden menetralkan napas terlebih dahulu dan merapikan pakaiannya. Untungnya ia tak mudah berkeringat, sehingga ia tak perlu repot-repot mengganti pakaiannya lagi.

Setelah mengetuk pintu beberapa saat dengan tenang, pintu akhirnya dibuka. Walaupun ia mengetuk dengan tenang, detak jantungnya berdetak kencang, seakan ingin melompat dari tempatnya.

"Oh, Erden, silahkan masuk." Gadis bersurai hijau itu mempersilahkan Erden masuk.

"Terima kasih," ucap Erden seraya masuk ke ruang tamu asrama itu, diikuti Glaze yang baru pertama kali kesana.

Sesaat, ia merasakan terpaan angin AC yang melewati kulitnya, sejuk. Tetapi kemudian ia kembali panik.

"Boleh saya berbicara dengan semua anggota Gixy, sekarang?"

"Tentu," Siena menjawab sebelum berteriak kencang memanggil teman se-asramanya itu. Bahkan Erden sampai menutup telinganya, sementara Glaze berharap gendang telinganya tidak pecah.

Setelah semuanya berkumpul, mereka duduk di sofa.
"Tampaknya pembicaraan penting sehingga kamu datang dengan sorot panik begitu?" Vya berkata setelah menatap Erden beberapa saat. Tanpa ia sadari, sang pengendali elemen api sedang menatapnya cemburu.

"Ya, oleh karena itu, saya segera datang kemari. Glaze, buat kubah kedap suara."

Glaze mengikuti perintah Erden, kubah kedap suara seketika menutupi mereka ber-empatbelas. Ya, empat belas, termasuk peri masing-masing. Ada Xia dan teman-temannya disana.

"Baiklah, izinkan saya bicara. Dan tolong jangan memotong pembicaraan saya." Ucapan Erden ditanggapi persetujuan mereka.

Erden pun melanjutkan, "Terima kasih. Tadi, saya mendapat penglihatan, saya menemukan buku takdir. Saya kini telah mengetahui kapan tepatnya Arksword akan menyerang, yaitu, malam ini."

"Apa?! Secepat itu?"

"Bukankah kita sudah tahu, cepat atau lambat, Arksword akan tetap menyerang sebelum bulan purnama muncul?"

"Tetapi tetap saja, ini rasanya terlalu cepat, kita harus siaga."

"Erden, apa kau tahu hal lainnya?" Perkataan Xyca menghentikan ucapan Siena, Flame, dan Peter.

"Arksword berencana menculik pemilik elemen Svedorexazyne. Dan ada sekutunya yang berada di akademi ini." Jawab Erden.

"Itu berarti mereka sudah mengetahui siapa pemilik elemen Svedorexazyne," Corv membuka suaranya untuk pertama kalinya.

"Ya, apalagi mereka sudah memiliki sekutu di dalam akademi ini, yang artinya mereka sudah selangkah dari kita." Exel juga angkat bicara.

Corv dan Exel sudah seperti penunggu perpustakaan akibat sering sekali berada di perpustakaan. Tak heran otak mereka lebih encer untuk kalangan peri.

"Kita harus buat strategi, waktu kita tak banyak lagi. Jika nanti malam penyerangan dimulai, maka musuh di akademi ini pasti sudah membuat rencana matang, tinggal melaksanakannya. Kurasa kita harus mendiskusikan hal ini dengan Miss Levira. Aku punya sebuah ide." Xyca berucap.

"Peter.."

Tanpa perlu disuruh lebih jauh lagi, Peter sudah tahu apa yang harus ia lakukan.

"Pegang tanganku, dan para peri, kurasa kalian bisa membantu, Rent yang akan meneleportasikan kalian. Rent, di depan kantor Miss Levira."

Setelah mengatakan hal itu, Peter dan Rent secara bersamaan teleportasi di depan pintu Miss Levira.

Seakan telah diketahui, tepat sedetik mereka sampai, pintu kantor Miss Levira terbuka bersamaan dengan suara yang terdengar, "Kalian, segera masuklah,"

Tanpa membuang waktu lagi, mereka semua segera masuk.

"Kita harus menyiapkan rencana, secepatnya."

"Bagaimana dengan rencana ini?"

***

Hari sudah sore, dengan rencana yang sudah ditentukan, para Gixy telah siaga. Sementara para pengajar, tidak perlu diberitahu lagi, sudah pasti siaga bersama dengan seluruh siswanya.

Ya, setiap hari, seluruh penghuni akademi disiagakan dalam keadaaan apapun. Jadi, tidak ada waktu bagi mereka yang lengah saat penyerangan.

Sementara itu, disebuah ruangan, sebuah sosok tampak gelisah. Ia berjalan mondar-mandir di tengah kamar tidurnya.

"Apa yang harus kulakukan? Rencana ayahku malam ini, tetapi aku.. aku tak bisa melakukannya... Mereka teman-temanku, sahabatku.. Rasanya tak benar jika aku mengkhianati kepercayaan mereka. Aku harus melakukan sesuatu, tapi apa?"

"Aku tahu kau berada dalam dilema yang sulit. Di satu sisi, ayahmu yang memercayaimu, disisi lain, ada teman dan sahabatmu yang mau berteman denganmu tanpa mempedulikan latar belakangmu. Yah, walaupun itu hanya latar belakang karanganmu sebagai anak bangsawan yatim piatu. Tetapi tidakkah kau mendengar suara hatimu? Pikirkan baik-baik, jangan sampai kau menyesali perbuatanmu setelahnya. Aku tak bisa membantumu, karena hanya kau yang bisa menentukan pilihanmu sendiri."

"Mendengar suara hati, ya... Baiklah, aku sudah memutuskannya. Jadi, mari lakukan yang terbaik!"

Semoga aku tak menyesali keputusanku

***

Di ruangan lain, seorang pria juga tengah merasa gelisah. Sementara perinya mengoceh dan mengomeli pria tersebut.

"Mana aku bisa mengatakan hal itu, itu sama saja merusak pertemanan. Kuharap dia menentukan pilihan yang benar, jika tidak, aku terpaksa melawannya, bahkan membunuhnya."

Tbc

Thank you for reading!

See you next part!

Revisi : √

Bye🐿️

Galaxyca Academy (End) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang