Copyright © 2020 by Viona Angelica
Entah sudah berapa lama aku duduk sendirian di dalam kamar ini.
Jam sudah menunjukkan pukul enam sore, namun sejak tadi, aku masih tidak habis pikir. Kenapa Topeng Putih sampai mengejar Catherine ke Bandung? Maksudku, memangnya kenapa gadis itu diburu sedemikian rupa? Apa jangan-jangan ia punya petunjuk baru yang belum sempat dikatakan pada kami semua? Kalau bukan begitu, untuk apa dia jauh-jauh ke Bandung hanya untuk mencelakai gadis itu? Toh, kalau dia berganti target pun, tidak ada yang akan mengatainya plin-plan.
Selain itu, aku belum sempat mencari tahu keberadaan Kesha kemarin subuh saat kejadian ini menimpa Catherine. Apakah dia juga pergi ke Bandung atau menghilang dari asrama? Mungkin sekarang hanya itu yang bisa kulakukan untuk membuat setidaknya sedikit progress pada pencarian kami kali ini.
Kubuka pintu kamar asramaku dan berjalan ke arah kamar Kak April, tempat Kesha tidur setelah kami tidak akur.
"Hahaha..." gelak tawa samar-samar terdengar dari dalam kamar—sepertinya suara Kak Sally.
"Tapi sumpah, Kesha itu sok tahu bingit. Kesel, nggak, sih, lama-lama?" sahut Kak April.
Mendengar nama Kesha, aku segera bersandar di dinding balkon, berpura-pura sedang menunggu seseorang. Memang, ya, tipikal anak cheers, sepertinya mulut mereka gatal kalau tidak membicarakan temannya di belakang.
"Iya, kan? Ngapain juga tuh bocah pindah ke sini." sahut Kak Sally.
"Elah, gue kira lo nggak keberatan. Gue mau nolak takutnya lo yang udah terlanjur ngomong boleh, kalo gue nolak kan nggak enak, jadi gue yang keliatan jahat."
"Lah gue malah ngiranya elo yang ngundang."
"Nggak, lah. Kamar udah sempit gini, lo kira gue mau tidur kayak sarden selamanya? Kita perlu nyari tempat lain buat dia tinggal deh, kayaknya."
"Kamar Andrea gimana? Andrea juga pasti mau."
"Trus kembarannya?"
"Buang ke laut."
"Lagi apa?" sebuah tepukan di bahu membuatku berjengit kaget sampai mengeluarkan suara seperti tikus terjepit pintu.
Spontan aku berjengit. Jantungku berdegup sangat kencang sampai rasanya hampir melompat keluar. Kok bisa mereka tahu aku sedang menguping? Apa... Insiden itu bakal terulang kembali?
Aku menoleh dengan tempo lambat dan sangat dramatis sambil memaksakan seulas senyum canggung. Begitu melihat wajah berseri-seri Andrea yang ada di sampingku, degup jantungku kembali normal. Rasanya lega sekali.
"Nggak ngapa-ngapain, kok. Cuma lagi nunggu orang aja." sahutku sambil memaksakan seulas senyum. "Lo sendiri?"
"Oh, gue mau ke kamar Kak April. Anak cheers mau ngumpul bentar lagi, tapi kayaknya gue sampe lebih cepat dari yang lain, dan malah nemuin lo di sini." sahut Andrea.
"Kak April sama Kak Sally kayaknya ada di dalem, kok." sahutku. "Bukannya nguping mereka juga, sih. Itu lampunya nyala." Aku buru-buru menambahkan.
"Iya, sih." sahut Andrea. "Ya udah, gue masuk dulu, ya."
Aku mengangguk singkat sebelum Andrea melambaikan tangan dan berjalan ke arah pintu 'kamar baru' Kesha.
Katanya anak cheers mau berkumpul. Mungkin kalau aku menunggu di dekat sini, aku bisa tahu apakah Kesha masih di asrama atau tidak. Yang pasti sekarang aku harus mencari tempat yang tidak terlihat oleh mereka jika tidak ingin insiden mengerikan itu berulang lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mystery of the Orphanage: Curse of the Suicide Game
Mistério / SuspenseSosok psikopat di balik topeng putih yang menjadi momok siswa-siswi panti asuhan masih berkeliaran. Namun, tim detektif amatir IMS (Infinite Mystery Seeker), yang beranggotakan Alice, Catherine, Bryan, Andrew, Joshua, Samuel, Rosaline, dan Gwen, bel...