Copyright © 2020 by Cindy Handoko
Selama beberapa saat, aku terpaku di tempat.
Aku tidak bisa memercayai semua ini.
Apakah kami benar-benar menemukan tempat persembunyian Topeng Putih?
Dan lagi, tempat seperti ini ada di bawah tanah asrama, yang notabene sudah kutinggali seumur hidup, dan aku bahkan tidak menyadarinya? Apakah ada orang lain yang tahu tentang tempat ini? Apakah Pak Stenley tahu? Beliau seharusnya tahu, kan?
Gwen tampak hampir pingsan untuk kedua kalinya di sebelahku, dengan wajah pucat yang hampir membiru dan tangan menutupi mulut, seolah menahan diri agar tidak muntah. Tetapi, aku bisa melihat bahwa ia berusaha keras untuk memertahankan sikap tenang dan fokus. Sayang, sepertinya kepalanya terlalu pusing untuk itu.
"Mau duduk bentar?" tawarku sambil menahan punggungnya. Ia mengangguk lemah.
Aku menuntunnya menuju sudut tembok yang kosong, melewati barang-barang yang, saking kacaunya berceceran di tanah, lebih terasa seperti ranjau. Kulepas jaketku dan melambarkannya di tanah untuk Gwen duduk (sebab, di ruangan ini tidak ada satu pun kursi. Sepertinya, Topeng Putih tidak suka berlama-lama di tempat sumpek ini. Bukannya aku menyalahkannya, sih. Sekarang saja, rasanya aku sudah kepingin ngacir pergi saja.) Untuk sesaat setelah Gwen duduk bersandar ke tembok, aku mengalami dilema berat.
Apakah aku mulai melihat-lihat ruangan ini dan mengambil foto bukti atau apakah aku menjaganya di sini dulu?
Aku menengok ke arah pintu yang kini terbuka lebar. Tidak ada tanda-tanda orang lain akan datang sewaktu-waktu, tetapi aku tidak bisa terlalu yakin. Kalau sampai Topeng Putih memutuskan untuk masuk di saat seperti ini, memang kabar baiknya ia akan tertangkap basah, tetapi kabar buruknya, aku tidak tahu apa yang akan ia lakukan pada kami dengan sebanyak ini senjata tersedia untuk dipilih. Aku beralih menatap Gwen. Kini, cewek itu menyandarkan kepala ke tembok sambil memejamkan mata. Ekspresi wajahnya masih tampak tidak tenang, tetapi setidaknya, napasnya sudah lebih teratur daripada beberapa menit yang lalu.
Akhirnya, aku memutuskan untuk duduk di sampingnya. Selama beberapa saat, aku hanya diam dan membiarkan cewek itu menenangkan diri, tidak terlalu tahu apa yang seharusnya kulakukan. Ada lima menit kami hanya duduk berdampingan tanpa suara. Selama itu, aku terus mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, mengamati gudang butut yang mungkin merupakan kunci dari penyelidikan yang selama ini kami lakukan. Kemudian, Gwen mengembuskan napas panjang, membuka mata, dan menatap ke arahku. "Yuk," ajaknya.
"Udah nggak apa-apa?" tanyaku khawatir.
Ia hanya mengangguk, bertumpu pada tembok di sampingnya untuk berdiri. Aku mengikutinya, menyambar jaketku selagi melakukan itu, dan kami pun mulai mengitari ruangan ini. Hal pertama yang ingin kulihat adalah meja di sisi ruangan itu. Itu mungkin adalah meja terpanjang yang pernah kulihat seumur hidup, dan lembaran-lembaran kertas di atasnya sangat menarik perhatianku.
Aku mulai mendekat. Baru beberapa langkah jauhnya dari meja, aku sudah bisa melihat bahwa kertas-kertas itu berisi foto-foto yang di-print hitam-putih dan lembaran-lembaran artikel koran tak berarti. Aku mengamati foto-foto di atas meja dan dengan cepat menyadari bahwa itu adalah foto-foto korban. Ada foto Fellicia di koridor asrama, fotonya saat sedang tertawa bersama teman-teman, fotonya di lapangan olahraga, dan banyak lagi. Ada juga foto Rey saat bersama Andrew, saat berjalan menuju tangga lantai tiga sekolah, saat di kantin...
Topeng Putih menyelidiki kegiatan semua korbannya sebelum mereka beraksi.
Mataku bergerak cepat, mencari-cari foto orang lain yang belum menjadi korban, tetapi tidak menemukan apa pun. Semuanya hanyalah foto Fellicia dan Rey. Aku meraih kamera dan menjepret pemandangan itu beberapa kali. Kulakukan hal yang sama pada semua bagian lain ruangan ini, tetapi sayangnya, tidak ada sesuatu yang bisa memberikan petunjuk mengenai identitas Topeng Putih kedua. Bahkan, tidak ada apa pun yang menunjukkan identitas Willy di sini. Mereka berdua pasti selalu memastikan tempat ini bersih supaya jika sewaktu-waktu ada yang menemukannya, mereka tidak tertangkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mystery of the Orphanage: Curse of the Suicide Game
Misterio / SuspensoSosok psikopat di balik topeng putih yang menjadi momok siswa-siswi panti asuhan masih berkeliaran. Namun, tim detektif amatir IMS (Infinite Mystery Seeker), yang beranggotakan Alice, Catherine, Bryan, Andrew, Joshua, Samuel, Rosaline, dan Gwen, bel...