Copyright © 2020 by Viona Angelica
Melihat Sam yang menangis sambil dipegangi oleh Topeng Putih, jantungku langsung mencelos jatuh ke perut. Kepalaku otomatis terasa sangat pening, dan pandanganku mulai mengabur.
Topeng Putih kecil yang ada di bawahku memanfaatkan kesempatan ini untuk berusaha kabur, namun tentu saja aku segera menduduki tubuhnya tanpa melepaskan cengkraman tanganku pada kedua tangannya—membuatnya berhenti berkutik.
Aku lupa kita tidak hanya melawan satu Topeng Putih hari ini.
Hanya tinggal selangkah lagi, aku bisa membunuh salah satu sosok yang melukai Willy, tapi karena bocah itu tertangkap... aku tidak bisa melakukannya. Di situasi ini, kalau aku bertindak sedikit gegabah saja pada rekannya, Topeng Putih di sana akan langsung menghabisi anak ingusan itu di tempat.
Yah, bukannya aku peduli dengan anak itu juga, sih. Tapi, aku tidak mungkin membiarkan temanku mati seperti ini, kan?
"Lepasin dia. Gue lepasin juga temen bejat lo satu ini." tawarku.
Alih-alih menjawab, Topeng Putih di balik Sam hanya membisikkan sesuatu ke telinga Sam. Sedetik setelahnya, Sam menyampaikan, "Katanya, lepasin dia dulu, baru gue dilepasin."
Sial, ia menggunakan Sam—yang dalam kondisi panik, tidak akan mengenali suaranya—sebagai penyampai pesan untuk tetap menutupi identitasnya.
"Nggak. Lo tahu sendiri, temen lo sama bangsatnya sama lo. Bisa aja setelah gue lepasin, kalian tetep bunuh bocah itu, dan gue bakal kesulitan nangkep dia lagi. Lo duluan. Lo tahu sendiri bocah yang lo pegang itu nggak bisa berantem, nggak mungkin ngelukain siapa-siapa." jelasku.
"Katanya, dia tetep nggak mau ambil risiko." kata Sam, belum kunjung berhenti menitikkan air mata. "Gimana, nih, Ndrew? Gue belum mau mati."
Aku menghela napas panjang, lalu berkata, "Barengan, gimana?"
Topeng Putih di balik Sam mengangguk, tanda setuju.
Aku segera melirik ke arah Sam—hendak memberi kode untuk lari sejauh-jauhnya karena setelah ini, ia bakal langsung diserbu oleh dua psikopat gila—namun bocah itu masih sesenggukan, hingga tidak bisa berpikir sama sekali.
Sial, ini bakalan berat.
"Oke. Satu..." kata Sam di tengah-tengah rengekannya. "Dua..."
"Sam, apapun yang terjadi, setelah dilepasin, lo harus bisa lari yang jauh. Cari Bryan, atau Joshua, oke?" kataku.
Jantungku rasanya sudah mau melompat keluar dari dalam tubuhku. Aku belum menyiapkan rencana apa pun untuk menangkap kembali Topeng Putih perempuan yang sudah kutindih, dan bagaimana menyelamatkan Sam dari cekalan Topeng Putih tinggi di baliknya.
Tapi, waktu tidak bisa kuhentikan.
"Tiga." Sam berbisik lirih.
Aku melepaskan Topeng Putih perempuan di bawahku. Begitu juga Topeng Putih tinggi, yang langsung melepaskan Sam dari cekalannya. Sam segera berlari ke arah tangga sambil menjerit ketakutan. Kedua Topeng Putih langsung mengejar cowok itu dengan buas, dan aku, dengan cekatan, mulai mengejar kedua pembunuh gila itu.
Topeng Putih tinggi jauh lebih cepat daripada Topeng Putih perempuan. Hanya tinggal beberapa langkah lagi, ia sudah bisa menyusul Sam, yang bahkan belum dekat dengan tangga turun menuju Bryan. Hanya beberapa langkah lagi, cowok itu akan ditusuk oleh pisau besar di tangan Topeng Putih tinggi.
Aku berusaha memercepat lariku. Namun, masih butuh beberapa langkah lagi untuk bisa menangkap kembali Topeng Putih perempuan.
Asal bisa menangkap salah satunya, aku bisa mengadakan pertukaran lagi seperti tadi.
Aku mengulurkan tanganku untuk berusaha menangkap Topeng Putih perempuan setelah bisa menyusulnya. Namun, tanpa diduga, ia berbelok masuk ke dalam ruangan di samping dan melompat masuk ke dalam lubang seukuran manusia yang kulihat tadi.
Sial! Bajingan itu sekarang berada di lantai Alice! Bagaimana kalau dia diapa-apakan? Aku juga nggak bisa mengikutinya turun, karena masih ada Sam yang jelas-jelas sedang dalam posisi yang lebih berbahaya.
"AKH!" Sam memekik nyaring, menyadarkanku dari lamunan sesaat.
Saat itu juga, kusadari, Topeng Putih tinggi sudah berhasil menangkap bajunya.
----------
KAMU SEDANG MEMBACA
Mystery of the Orphanage: Curse of the Suicide Game
Misterio / SuspensoSosok psikopat di balik topeng putih yang menjadi momok siswa-siswi panti asuhan masih berkeliaran. Namun, tim detektif amatir IMS (Infinite Mystery Seeker), yang beranggotakan Alice, Catherine, Bryan, Andrew, Joshua, Samuel, Rosaline, dan Gwen, bel...