Part 5 Perpisahan

24 6 0
                                    

Embun pagi terasa sangat sejuk, hembusan angin pagi terasa nikmat Ira rasakan. Semua terlihat penuh senyuman hari ini, semua orang yang seumuran Ira juga terlihat penuh kebahagiaan hari ini, begitupun Ira.

Hari ini adalah hari dimana Ira melepaskan masa sekolahnya. Akhirnya setelah lama bersekolah sambil bekerja masa sekolahpun berakhir.

"Hmmmmm.. Sungguh tidak terasa mulai hari ini aku menginjak kata dewasa sebenarnya. Aku usai menjalankan kegiatan sekolah, saatnya aku benar-benar fokus pada mimpiku. Ibu sabar ya bu, anakmu pasti akan sukses"

Gumam Ira sambil menggayuh sepeda menelusuri pinggiran jalan menuju sekolah.

"Wah kayaknya Ira semangat banget hari ini ya. Semoga bisa berhasil setelah lulus dari sekolah nak"

Sapa pak satpam dengan senyuman ramah pada Ira yang baru saja mau masuk gerbang.

"Hehe, makasih pak. Maafkan Ira ya pak suka buat bapak marah karena hampir terlambat"

Jawab Ira dengan rasa senang sama pak satpam. Bagi Ira pak satpam itu udah baik banget sama Ira. Dia mengerti apa kerjaan Ira sebelum ke sekolah, jadi dengan sabar ia selalu menunggu Ira untuk menutup gerbang sekolah.

"Siap nak bapak udah ngerti, masuk sana rasakan kebahagiaan dihari terakhir"

Pak satpam langsung menyuruh Ira agar langsung masuk, ia tidak ingin Ira kehilangan momen bahagia hari ini. Karena menurut pak satpam Ira menghapuskan waktu untuk main-main demi orang tuanya. Pak satpam sangat kagum pada Ira.

Ira langsung berlarian mencari temannya, siapa lagi kalau bukan Rio dan Alina. Ira engga ada teman lain kecuali mereka.

Tiba di depan kelas Ira lihat kedua temannya lagi gabung sama Karin, dengan berat hati Ira melangkah masuk tanpa menyapa kedua temannya, ia langsung duduk di bangku miliknya selama ini, sedangkan kedua temannya berada di belakang terlihat sangat asik dan penuh tawa tentang perpisahan masa SMA ini.

"Kok aku merasa sedih sih lihat mereka semua, padahal udah biasa aku lihat teman-temanku bahagia bersama anak-anak kelas. Ahh Ira jangan sedih ah, ini momen bahagia. Setelah ini kamu bebas bekerja tanpa takut terlambat sekolah"

Ira berbicara dengan hatinya sendiri, disaat semua kumpul dia hanya duduk sendiri. Sangat sedih, tapi semampunya Ira membuang rasa itu. Ira tetap tersenyum bahagia walau banyak rasa menyakitkan dalam dirinya.

"Eh Ra, kok engga manggil kalau udah nyampai?"

Tanya Rio mengagetkan Ira yang sedang berusaha untuk tegar dengan kesendiriannya.

Rio langsung duduk di bangku sebelah Ira, ia mendekatkan jarak antara kursi Ira dan kursinya.

"Ra kamu kenapa?"
Tanya Ari dengan mata memandang mata Ira yang terlihat ingin mengeluarkan air mata.

"Hmm aku engga apa-apa Ri. Tadi pas di jalan ada yang masuk mata aku, mangkanya pas masuk kelas aku langsung duduk berusaha menghilangkan rasa perihnya"

Dengan cepat Ira berbohong menjawab pertanyaan Rio. Dia tidak ingin temannya tahu kalau dia iri sama mereka yang bisa tertawa bareng yang lain.

"Coba aku lihat Ra?"
Ucap Rio dengan tangan ingin memutar kepala Ira untuk kembali menatapnya dan ia ingin tiupkan mata Ira yang kelilipan.

"Aku mau ke toilet dulu"
Ira langsung pergi meninggalkan Rio, ia tidak ingin Rio mengetahui kalau dia sebenarnya tidak kelilipan.

"Hati-hati Ra jangan lari-larian"
Teriak Rio dengan suara yang hampir tidak kedengaran sama Ira karena Ira sudah terlalu jauh dari kelas.

Ira langsung menutup pintu toilet sekolah, ia langsung melihat dirinya di depan cermin dan mengeluarkan air mata yang dari tadi ia tahan.

Sangat menyakitkan bagi Ira melihat teman-teman bisa bahagia bersama, bisa mengucapkan berbagai kata perpisahan. Tapi Ira hanya seorang diri, memiliki kedua teman adalah kebahagiaannya, tapi tadi ia juga ditinggalkan temannya. Walaupun sebenarnya Rio dan Alina tidak tahu kalau Ira udah datang.

"Coba kalau tidak ada aku pasti Rio sama Alina bisa gabung setiap hari sama teman kelas yang lain. Tapi karena aku mereka hanya bertiga sama aku. Apakah selama ini aku salah??"

Ira bertanya pada dirinya sendiri di depan cermin, ia merasa bersalah selama ini. Dengan hisak tangis Ira menyalahkan dirinya sendiri.

Ira menjatuhkan tubuhnya di lantai, rasanya dirinya terlalu rapuh menghadapi kehidupan ini. Tadi ia sangat senang datang ke sekolah, tapi mengapa ketika di sekolah ia harus merasakan semuanya.

"Kenapa aku sangat lemah"

Ira berdiri dan menghapus air mata di pipinya. Ia rasa menangis seperti ini bukanlah dirinya. Ia harus kuat, bagaimana mau mendapatkan impian yang ditulis, dengan keadaan seperti ini saja ia sudah menangis.

Ira merapikan semua keadaannya dan kembali ke kelas seakan tidak terjadi apa-apa padanya.

Semua orang sudah berkumpul di lapangan sekolah. Ira turut berdiri di barisan belakang, tidak lama Rio mendekat ke barisan Ira.

"Kamu sehat kan Ra? Kok muka kamu pucat??"

Tanya Rio dengan menatap ke arah Ira.

"Iya aku sehat, perhatikan bapak yang ada di depan dulu jangan ngobrol"

Perintah Ira pada Rio, karena Ira sedang tidak ingin untuk berbicara dulu. Walaupun dalam hatinya ia mau membuat kenangan terakhir di sekolah bersama kedua teman dekatnya yang sangat baik padanya.

Semua siswa siswi bersalaman pada semua guru, mereka saling memaafkan selama di sekolah dan saling mendoakan satu sama lain setelah pelepasan masa SMA ini.

"Bu makasih banyak ya bu atas semua perlakuan ibu terhadap aku selama ini. Ibu super baik, ibu yang sangat mengerti Ira. Hanya ibu yang mampu memahami Ira selama ini dan hanya ibu yang tidak membedakan Ira pada murid yang lain"

Ucap Ira pada bu Nita, guru yang sangat Ira sayangi di sekolah.

Bu Nita langsung menarik dan memeluk tubuh Ira.

"Kamu semangat ya nak, masa depan kamu pasti akan cerah. Terus berjuang sayang"

Ibu Nita selalu memberi suport pada Ira, hari ini ia sangat sedih karena besok ia tidak akan melihat semangat Ira di sekolahnya lagi.

"Makasih banyak ya bu, Ira engga akan lupakan ibu"

Ira mengeratkan pelukannya ke bu Nita. Berat rasanya bagi Ira untuk berpisah pada bu Nita, ia sangat menyayangi gurunya satu ini. Ia sudah menganggap seperti ibu kandungnya. Saat ia sedih dengan keadaan sang Ibu, ia selalu datang ke bu Nita untuk membayangkan suatu saat ia bisa ditatap oleh sang ibu seperti bu Nita menatapnya.

"Ibu engga mau peluk aku ni"
Suara Rio memecahkan pelukan kedua wanita yang sangat dekat ini.

"Rio engga malu ibu peluk?? Depan Ira pula"

Bu Nita menjawab Rio dengan senyuman bahagia karena melihat pertemanan Rio sama Ira yang tidak pernah ada kata malu atau apapun, bisa dibilang Rio mampu menjaga Ira selama di sekolah. Terutama dari semua ejekan Karin yang selalu menyalahkan Ira.

Mimpi Untuk Ibu(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang