Part 23 Keputusan

11 2 0
                                    

Tidak ada alasan lagi untuk Ira tetap berada di kampung ini. Ia tidak mampu lagi mendengar semua gunjingan warga kampung dan ia juga tidak tahu harus mencari uang bagaimana.

Ia sudah memikirkan matang-matang besok saat fajar datang ia pun akan segera pergi dari kampungnya.

Ira melihat kertas mimpi-mimpinya. Kembali membaca semuanya dan meneteskan air mata. Ia langsung menarik kertas itu dan melipat secara sembarang.

Barang yang sangat Ira butuhkan telah selesai ia kemas. Terakhir ia keluar dan mengambil foto kedua orang tuanya.

"Semoga keputusan Ira benar. Ira akan kembali kesini saat nanti Ira bisa mengganti kata-kata semua orang yang selalu merendahkan kekurangan Ibu menjadi sanjungan atas keberhasilan Ibu dan Bapak mendidik ku."
Ucap Ira sembari memeluk foto kedua orang tuanya.

Ira segera menenggelamkan tubuhnya dalam selimut yang telah menutupi kakinya. Ira harus segera tidur agar besok ia pergi dengan tepat waktu.

"Kriiiing"
Alarm yang sengaja Ira hidupkan tadi malam sangat menusik pendengaran Ira, tidak lama ia langsung sadar akan niatnya hari ini.

Langit masih terlihat gelap dan sedikit gerimis, namun itu tidak mengurungkan niatnya. Dengan menggunakan jaket berwarna biru yang cukup membungkus kulitnya ia segera menutup rapat rumahnya hingga pagar yang ada di depan.

Ira langsung berlari mengejar waktu supaya warga tidak melihatnya. Ia tidak ingin sebelum berangkat mendengar gunjingan yang menyakitkan kembali.

"Ira pamit ya Bu, Pak. Doa kan Ira. Aku janji akan mengabulkan permintaan Bapak yang dulu, aku juga akan membuktikan ke semua warga bahwa Ibu tidak seperti pandangan mereka. Hikkssss"

Ucap Ira yang berada di tengah makan kedua orang tuanya. Ia mencium satu per satu nisan orang tuanya dan segera pergi dengan rasa sedih yang cukup besar ia rasakan.

Ira masih bimbang untuk pamit ke Rio atau tidak, yang jelas jika pamit ke Alina ia tidak mungkin sempat lagi. Semakin lama ia pergi maka mimpinya juga akan semakin lama tercapai.

Ira memutuskan untuk ke rumah Rio sebentar, bagaimana pun ia ingat semua kebaikan Rio dari kecil untuk dirinya.

"Apa kamu serius?"
Tanya Rio yang tengah kaget mendengar Ira yang pamit ingin berangkat ke kota untuk menggali nasibnya yang sebenarnya.

"Iya aku serius. Jika aku teyap di sini semua tidak akan berubah"
Balas Ira yang diiringi oleh tangan yang mengusap aliran air mata yang secara langsung mengalir.

"Ra kenapa kamu engga terima lamaran aku aja. Kamu engga akan sendiri lagi, kamu bisa ikut aku"
Sambung Rio kembali, ia benar-benar tidak relah jika tidak mengetahui keberadaan Ira nantinya. Ia juga tidak tega Ira sendiri di kota yang terkenal sangat kejam perkembangannya.

"Hmmm. Aku sudah mengambil keputusan ini dengan matang Ri. Kamu jangan khawatir, aku bisa kok. Oh ya nanti kamu juga kembali ke luar negeri kan? Kamu hati-hati ya, aku akan selalu doakan kamu Ri"

Ucap Ira dengan diiringi senyuman untuk Rio.

"Ra. Nanti kalau aku kembali lagi aku akan nyusul ke kota dan nyari kamu. Jangan putus komunikasi ya Ra"

Kata Rio yang menarik Ira untuk ia peluk. Rio benar-benar sedih, ia tidak mampu menahan tangisnya. Ia berjanji pada dirinya walaupun berpisah dengan Ira, ia tidak akan memisahkan hubungan pertemanannya yang sejak kecil ia lalui bersama Ira.

"Assalamualaikum"
Akhirnya Ira melangkahkan kaki untu benar-benar pergi dari kampungnya.

Ia memaksakan senyumnya, ia tidak ingin mengawali kepergiannya dengan kesedihan. Ia ingin mengubur semua rasa itu di kampuny ini, ia akan memulai semua yang baru.

"Hmmmmmm. Alahamdulillah"
Ucap Ira melepaskan nefas lelahnya. Iabtelah berada di sebuah kontrakan kecil yang ada di kota. Ira tidak mempermasalahkan tempat tinggalnya, karena dari kecil ia sudah terbiasa dengan hal seperti itu.

Ira langsung merapikan semua ruangan kontrakan miliknya. Tidak lupa ia tempel kembali kertas mimpinya.

"Semangat"
Ucap Ira saat kertas itu telah tertempel sama persis saat di rumahnya.

Ia mencoba berkeliling di sekitar kontrakannya, ia harus mengenali siapa yang berada di sekitarnya biar ia mudah untuk bertanya mengenai pekerjaannya nanti.

"Dari mana nak?"
Tanya wanita paruh baya yang baru keluar dari kontrakan dekat Ira.

"Aku dari kampung Bu"
Balas Ira dengan senyuman sangat ramah.

"Wah, semoga berhasil di sini ya"
Balas wanita itu.

Ira senang yang di dekat kontrakannya tidak seperti tetangganya yang di kampung. Ira kembali berjalan menuju taman yang tidak terlalu jauh.

Ira memandangi semua keindahan taman di kota, walaupun dipenuhi keindahan namun rasanya sangat berbeda sama taman yang ada di kampung Ira. Semua udara di kota telah tercampur oleh polusi dari berbagai kendaraan dan banyaknya pabrik-pabrik, serta kantor-kantor besar yang membuat udara segar lenyap.

Ira memandangi sebuah kertas yang tertempel di pohon yang ada di taman. Ira mendekati tulisan itu dan melihat bahwa itu adalah lowongan pekerjaan.

Ira sesegera mungkin mengambil kertas itu dan ia simpan di tas miliknya.

Mendapat kertas itu membuat Ira memiliki ide untuk mencari lagi informasi seperti itu agar ia tinggal menyiapkan semua yang harus ia lakukan.

Ira merobek kembali kertas yang tertempel di pepohonan yang di penghujung taman. Ia sedikit tersenyum dengan kelakuannya, namun ia tidak peduli semua ia lakukan untuk mempermudah hari esoknya.

Ira merasa cukup lelah setelah tiba di kota ia belum istirahat. Ia memilih kembali ke kontrakan dan membaca semua informasi yang telah ia dapatkan hari ini.

"Semoga aku hisa bekerja di salah satu perusahan ini"
Ucap Ira yang tengah membaca semua kertas yang ia robek di taman tadi.

Ira menyiapkan semua yang akan ia bawak besok pagi dan menyiapkan pakaian yang rapi.

Rasa kantuk Ira telah memenuhi alam sadarnya. Ira memilih mengikuti kantuknya saat semua telah selesai.

"Semoga ada kabar baik untuk besok"
Ucap Ira yang langsung menenggelamkan dirinya dalam selimut dan memasuki alam tidurnya.

Mimpi Untuk Ibu(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang