Seindah dan sebagus apa pun rumah, jika tidak lengkap penghuninya maka semua terasa hampa.
Tidak ada guna selama ini Ira kerja keras membangun rumah untuk terlihat lebih bagus, lebih besar. Karena saat ini hanya ia sendiri yang menempatinya.
Penglihatan berkeliling ke setiap sudut rumah, berharap orang yang dulu terlihat dapat kembali ia sapa. Namun semua tidak mungkin lagi.
"Hikkss.. Aku ingin ikut."
Tangis Ira kembali turun. Ia sendiri, teman-temannya lagi pulang ke rumah masing-masing untuk mengganti pakaian.Ira langsung melangkahkan kaki untuk memasuki kamarnya. Tidak lampa ia hempaskan tubuhnya tersembunyi di bawah guling kesayangannya.
"Hikkksss"
Ira terus menangis sampai suaranya terdengar tersendat."Untuk apa mimpi-mimpi ini kalau tidak bisa kalian rasakan!"
Teriak Ira yang tengah berdiri di depan kertas yang ia tulis mimpi-mimpinya."Ra"
Tiba-tiba Alina memeluk Ira dari belakang. Sudah Alina tebak pasti Ira kembali menangis."Engga ada gunanya lagi Lin. Hikssss"
Ucap Ira di dalam pelukan Alina.Ia membalas pelukan Alina dan dipegang nya begitu erat.
"Ra istighfar. Ayo ambil wudhu kita sama-sama berdoa untuk orang tua kamu"
Ujar Alina yang membawa Ira duduk di kursi belajarnya.Ira langsung mengusap perlahan air matanya saat merasakan kepedulian temannya si Alina.
"Makasih ya Lin. Kamu selalu ada saat keterpurukan ku"
Kata Ira yang lanjut memeluk Alina."Ayo ambil wudhu sama-sama"
Ajak Alina yang bertujuan supaya Ira tidak seperti tadi lagi.Alina mengajak Ira untuk shalat sunnah. Ia ingin menenangkan Ira. Walau ia tahu bagaimana diposisi Ira.
"Udah tenang Ra?"
Tanya Alina yang sudah menyelesaikan shalat bersama Ira."Alhamdulillah Lin. Tapi tetap aja aku engga bisa menghapus pikiran tentang kedua orang tua ku"
Balas Ira yang kembali meneteskan buliran dari matanya."Jangan sedih terus dong"
Tiba-tiba Rio masuk rumah Ira memecahkan tangisan yang baru akan dimulai oleh kedua temannya."Tu dengar kata Rio. Mulai sekarang kamu harus kuat dan kembali semangat Ra"
Sambung Alina yang menambahkan senyumnya ke kedua temannya.Tanpa sedikit pun suara, Ira terus meneteskan air matanya. Tangannya berlaju meraih foto yang biasa Ibunya pegang.
Ira kembali mengingat saat Bapaknya meninggal, Ibunya hanya meraba foto itu tanpa bisa melihatnya. Namun saat Ibunya telah mampu melihat, malah menyaksikan derita yang akan Ira alami.
"Hiksss"
Suara tangis Ira mulai terdengar.Melihat Ira yang kembali menangis, Alina dan Rio saling tatap seolah saling bertanya satu sama lain. Mereka tidak tahu harus melakukan apa agar Ira tidak menangis lagi.
"Keluar mau Ra?"
Tanya Rio ditengah tangis Ira. Rio paling tidak mampu untuk melihat temannya menangis, apa lagi sampai pucatbseperti Ira.Ira hanya menjawab dengan geleng kan kepala. Menandakan bahwa ia tidak mau untuk keluar.
"Assalamu'alaikum"
Mereka semua melihat ke sumber suara yaitu mereka kedatangan Radit dan Karin.
Melihat Karin yang tengah berada di samping Radit membuat Ira bertanya-tanya kenapa bisa. Namun bukan hanya pertanyaan itu yang ingin Ira lontarkan. Ia menatap tajam ke Karin dan mengingat semua kelakuan Karin untuknya. Mulutnya sangat ingin melontarkan kata-kata tajam ke Karin, namun hatinya berkata lain. Ia hnya menjawab salam dari Radit dan pergi meninggalkan mereka semua yang ada di ruang tamu.
"Tu kan udh aku bilang Dit, dia tu engga tahu terimakasih"
Ketus Karin saat Ira telah meninggalkan mereka.Tanpa menjawab ucapan Karin, Radit langsung melangkah untuk duduk di dekat Rio.
"Kenapa lihat kayak gitu? Aku temn kecil sama Radit, karena itu aku ikut kesini biar bisa jaga dia jangan sampai akrab kayak kalian sama Ira"
Karin kembali menjelaskan ke Rio dan Alina."Rin diam, duduk sana"
Radit langsung menjawab perkataan Karin. Sedangkan Alina dak Rio hanya bersikap bodo amat.Mereka semua tidak tahu harus melakukan apa kecuali menunggu Ira kembali keluar. Namun Alina tidak tenang jika Ira hanya dibiarkan sendiri, tanpa suara sedikitpun ia langsung pergi menyusul Ira.
"Ra jangan gini dong"
Ucap Alina yang sudah duduk di sebelah Ira."Coba kamu lihat Ra teman-teman kamu, kami berada di sini untuk kamu. Masa kamu tetap gini Ra"
Sambung Alina memberi penjelasan ke Ira bahwa tindakannya kurang baik."Maaf ya Lin"
Balas Ira singkat.Ira mendenguskan nafasnya, sedikit kesal ke Ira taoi ia mampu memahami keadaan Ira.
"Nanti kamu sakit Ra"
Lanjut Alina yang berusaha membuat Ira melihat ke arahnya.Tanpa balasan apa pun, Ira kembali memalingkan wajahnya dari Alina.
Alina semakin kesal dengan keadaan Ira yang seperti itu, ia kembali menarik nafas dan kembali berbicara ke Ira.
"Ra, hargain kami !"
Tiba-tiba Alina kelepasan dengan kesalnya, ia meninggikan suaranya ke Ira.Mendengar ucapan Alina yang begitu keras mambuat Ira langsung melihat wajah Alina. Namun Alina sangat merasa bersalah, ia menutup mulut dengan kedua tangannya.
"Ada apa?"
Tanya Rio yang sedikit kaget mendengar keributan mereka."Kalian boleh pergi. Aku engga perlu kalian. Pergiiiii!"
Ketus Ira dengan kembali menangis dan menutup kedua telinganya."Maaf Ra"
Ujar Alina yang sangat merasa bersalah ke Ira."Aku tidak ingin merepotkan kalian lagi. Pergilah"
Sambung Ira kembali yang sedikitpun tidak menoleh ke arah teman-temannya."Kamu ini ken-a-pa"
Ucapan Karin terputus saat Radit memdekap mulutnya. Ia tidak ingin Karin semakin membuat Ira terpuruk."Kalian pulang dulu ya, biar Ira sama aku dan Alina dulu"
Pinta Rio ke Radit dan Karin yang langsung dimengerti oleh Radit.Radit dan Karin pun langsung meninggalkan Ira pergi.
"Kamu jangan pernah ikut aku lagi"
Bentak Radit ke Karin saat telah berada di depan rumah Ira."Bodo"
Balas Karin singkat.Alina dan Rio masih diam di sebelah Ira. Mereka ingin memulai percakapan, namun takut Ira kembali marah.
"Kalian kenapa masih disini"
Ira kembali buka mulut melihat Alina dan Rio masih berada di dekatnya."Ra lihat aku"
Rio langsung mengarahkan Ira untuk menatap wajahnya."Kita telah berteman sejak kecil, aku yang kembali dari luar kota hanya untuk kamu Ra. Iya kamu teman baik ku"
Ucap Rio yang tidak disadarinya buliran air mata mengikuti ucapannya."Benar Ra, kami engga akan pernah tinggalkan kamu. Apapun keadaannya"
Sambung Alina.Ira masih terdiam, ia tidak percaya bahwa memiliki teman sebaik mereka.
Ira kembali tersedu dengan hisak tangisnya. Namun Alina segera memeluknya untuk mengalirkan apa yang Ira rasakan.
"Aku sangat berterimakasih sama kalian. Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi. Aku takut."
Jawab Ira yang terus terhisak menangis."Ketakutan itulah yang harus kami hapuskan dengan cara tetap ada untuk kamu Ra"
Lanjut Rio."Aku menyayangi kalian"
Ira langsung memeluk kedua teman dekatnya. Mereka bertiga menangis bersama dalam pelukan yang sangat terasa hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Untuk Ibu(Tamat)
General FictionTidak peduli seberapa tinggi mimpi yang Qoirah miliki. Yang terpenting baginya adalah apa yang ia lihat dalam mimpi malamnya akan ia dapatkan secara nyata demi sang Ibu. Event_35hari_thebwwhydraksi