Kesejukan yang seharusnya menjadi kenyamanan bagi Ira terasa berbeda pagi ini. Melihat sang Ibu yang terus termenung dengan kesedihan dan menyaksikan kursi kosong yang biasa sang Bapak duduki bersama kopi dipagi harinya tidak lagi terlihat mulai sekarang.
Hancur, iya sangat hancur rasanya, Penyemangat pagi hari telah tiada dirasa. Sakit, iya sangat sakit menusuk penglihatan dan perasaan yang ada. Namun semua tidak bisa untuk terus diratapi, karena dunia berputar begitu juga dengan keadaan.
Tapi Ira merasa semua tidaklah adil, karena rasa sakit, sedih, terluka, semua hanya dirasakan keluarga Ira. Menyesal dalam keadaan keluarga? Tidak itu bukanlah Ira.
Ira melangkahkan kaki mendekati sang Ibu yang terlihat meraba sebuah bingkai foto. Ira tidak asing lagi sama bingkai itu, iya itu adalah foto mereka bertiga saat Ira belum SD.
"Ibu masih sedih?"
Tanya Ira dengan melingkarkan satu tangan ke tubuh sang Ibu.Tidak ada jawaban apapun yang Ira terima. Ira paham Ibu belum bisa untuk bercerita apapun sama Ira, ia mengerti perasaan Ibunya.
"Bu aku mau pergi ke perkebunan ubi ya, kan kita udah satu minggu engga jualan, pasti ubinya udah banyak bu"
Ira mengambil tangan sang ibu untuk bersalaman.
"Kamu yakin udah mau jualan lagi?"
Tanya Ibu dengan mengarahkan wajahnya ke Ira."Iya bu, kita butuh masukan bu, Ira gajian sama ayahnya Rio juga masih lama. Apalagi Ira satu minggu ini libur"
Jelas Ira ke Ibunya."Bagaimana kalau Ibu juga ikutan jualan?"
Tanya Ibu dengan serius ke Ira."Ibu apa-apaan si bu. Kan Ira udah bilang kalau Ibu tetap di rumah aja, masalah keuangan biar Ira. Ira engga mau Ibu kenapa-kenapa, Ibu cukup di rumah, kalau memang Ibu bosan, Ibu cukup lakukan kegiatan di rumah yang Ibu bisa aja, jangan keluar"
Kata Ira dengan menggenggam tangan sang Ibu.
"Ira sayang Ibu, Ira engga mau Ibu kenapa-kenapa"
Sambung Ira lagi supaya Ibu engga salah menanggapi kata-kata Ira.Ibu Ira hanya diam, tidak bisa mengucapkan apapun kecuali diam. Ia bingung apa yang harus ia lakukan agar bisa membantu meringankan Ira.
"Yaudah Ibu hati-hati di rumah, Ira engga akan lama"
Ira bergegas keluar rumah mengambil sepeda yang sudah siap di depan rumahnya.Dreettt
Suara getaran hp Rio sangat berisik dengan notif watshapp. Mata Rio masih sedikit tertutup karena ia belum beralih dari tempat tidurnya.Alina
P
P
P
10xRio bingung dan langsung mengubah posisinya menjadi duduk di atas tempat tidur miliknya.
"Ada apa Alina pagi-pagi gini udah spam"
Gumam Rio pada handphone miliknya."Ada apa Lin?"
Rio langsung membalas chatting dari Alina."Kamu ke mana hari ini?"
Tanya Alina ke Rio."Aku jemput kamu,kita main ke rumah Ira. No coment" sambung Alina.
Alina memaksa Rio untuk mengikutinya.
Rio tidak bisa menolak kalau teman dekatnya telah mengatakan no coment.
"Aku rindu pak, biasanya ada bekas bapak memotong dahan ubi, namun saat ini tidak ada lagi. Kalau bukan Ira yang motong semua tetap utuh"
Ira bergumam pada dirinya sendiri yang disertai butiran air mata menelusuri pipi tembem miliknya.
"Ra"
Tangis dan pikiran Ira terpecahkan oleh suara yang memanggilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Untuk Ibu(Tamat)
General FictionTidak peduli seberapa tinggi mimpi yang Qoirah miliki. Yang terpenting baginya adalah apa yang ia lihat dalam mimpi malamnya akan ia dapatkan secara nyata demi sang Ibu. Event_35hari_thebwwhydraksi