Part 22 Dilamar

15 1 0
                                    

Derasnya rintik hujan yang disertai gemuruh sangat kencang membuat Ira tidak berani untuk keluar kamar. Ia menyusupkan tubuhnya di dalam selimut.

Mata Ira memandang jarum jam yang tak henti berputar. Ia terlihat sangat gelisah, seakan arah posisi tidurnya tidak ada yang pas.

Ira mencoba meraih foto ia bersama orang tuanya yang didekat tempat tidurnya. Seketika ia memeluk foto itu dengan erat.

"Andai kalian masih ada, takut ku tidak akan sekuat ini"
Ira menggerutu dalam selimut yang buliran air bening dari mata cantiknya seketika mengalir.

"Walau pun Ibu telah bersama Bapak di sana, Ira akan tetap nepati janji Ira ke Bapak. Ira akan mewujudkan mimpi-mimpi Ira untuk membuat senyuman untuk Ibu meski Ira tidak mampu lagi melihat Ibu. Namun Ira yakin Ibu pasti di sana akan merasakannya"
Ucapnya yang diikuti tangannya semakin kuat memeluk foto itu.

Hembusan angin pagi menelusuri tubuh Ira yang masih sangat nyaman di tempat tidurnya.

Ira sedikit menarik selimutnya kembali, namun seketika ia ingat bahwa ia belum beribadah. Bagaimanapun masalah yang Ira alami, ia tidak pernah meninggalkan kewajibannya beribadah 5 waktu.

Pagi ini Ira tidak tahu harus ke mana. Ingin kembali menjual ubi, namun ia tidak dapat lagi mengambil ubi di lahan biasa karena lahan milik orng tua Radit telah diambil alih oleh orang tua Karin. Semuanya sudah Karin beritahu bahwa Ira tidak boleh lagi mengambil ubi di sana secara gratis.

Jika sudah berurusan dengan Karin, Ira lebih memilih untuk mencari ke tempat lain.

Ira melihat uang yang ada di tas miliknya, ia sedikit menunduk saat mendapatkan jumlah uangnya hanya cukup untuk biaya makannya beberapa hari. Ia juga tidak lagi bekerja di rumah Rio, karena itu ia benar-benar bingung akan melangkah ke mana.

Ira duduk di depan rumahnya dan berpikir keras apa yang harus ia lakukan. Ingin berpergian mencari kerja tentu ia perlu biaya, ia perlu persiapan.

Kepala Ira terasa pusing, ia benar-benar bingung.

"Kasihan ya Ira"
"iya, dari kecil dia tu engga bahagia banget. Mendapat Ibu yang tidak bisa melihat, pas melihat malah meninggal karena menyaksikan kepahitan anaknya"
"Benar banget, kalau aku sih udah aku tinggal Ibu engga guna kaya dia dulu. Sekarang udah engga ada jadi enak tu dia engga repot ya"
"Iya, yaudah yuk pergi nanti mala dia minta bantuan kita"
"iya ayo"

Ira seakan tidak mendengar omongan oran-orang kampung tentang kedua orang tuanya, walaupun ia tidak bisa menahan tetesan air matanya.

Ira langsung menghapus secara kasar butiran yang membasahi pipinya.

"Akan aku tunjukkan, bahwa Ibuku berhasil mendidik ku walau ia tidak bisa melihat!!"
Ucap Ira dengan rasa yang begitu tegas. Ia benar-benar sudah terlewat sakit terus mendengar ucapan orang kampung yang terus memandang kekurangan Ibunya, sampai Ibunya meninggal mereka masih bisa menggibah.

"Ra ada apa?"
Tiba-tiba Rio mengagetkan Ira yang tengah terbawa emosi oleh ucapan orang kampung.

"Eh kamu Ri, duduk"
Tanpa menjawab pertanyaan Rio, Ira langsung masuk untuk memasak teh hangat untuk Rio.

Ia tidak terlalu kaget kalau yang datang Rio, ia tahu pasti Rio tidak ingin Ira sedih lagi karena sendiri di rumah.

"Minum Ri"
Ujar Ira yang menyodorkan teh hangat ke Rio yang langsung dianggukan oleh Rio.

Belum ada yang memulai pembicaraan, karena sebenarnya Rio menunggu Ira bercerita. Ia sangat tahu raut wajah Ira seperti apa dan ia cukup tidak suka dengan keboasaan Ira yang tidak ingin berbagi cerita pada nya.

"Alina kok engga ikut?"
Akhirnya Ira mengeluarkan suara, ia tahu kalau Rio pasti akan kembali bertanya, karena itu Ira memilih lebih baik dia yang bertanya.

"Alina sibuk urus tugas kuliah"
Jawab Rio singkat dengan wajah yang terlihat cukup tegang dan sedikit kesal.

"Assalamu'alaikum"
Tiba-tiba Radit datang dengan membawa 1 kotak makanan.

"Wa'alaikumsalam"
Jawab Ira dan Rio serentak.

Melihat kedatangan Radit membuat Rio sedikit bertanya-tanya. Ia perhatikan Radit semakin mendekati Ira. Rio kurang suka dengan Radit karena ia sudah sangat dengan Karin, sesangkan Rio sudah sangat kesal dengan tingkah Karin memperlakukan Ira, terakhir ia dengar Karin mengambil ali lahan ubi Radit yang menjadi penghasilan Ira. Oleh karena itu kebencian Rio semakin menjadi.

"Ini Ra, dimakan ya. Jangan sampai kamu itu sakit"
Ucap Radit menyodorkan kotak makanan yang ia bawa ke Ira.

Menyaksikan itu Rio semakin kesal. Namun ia tidak ingin mencampuri urusan Ira dengan Radit.

"Makasih banyak ya Dit, duduk dulu aku buatkan minum"
Ujar Ira yang mengarahkan Radit ke tempat duduk di sebelah Rio.

"Udah lama Ri?"
Tanya Radit yang melihat Rio tidak ada sepatah kata menyapa nya.

"Baru kok"
Jawab Rio singkat dengan menyodorkan senyum terpaksa.

"Maaf ya aku ganggu, tapi aku serius ke Ira Ri"
Balas Radit yang membuat Rio kaget.

Belum sepat kembali berbicara dengan Radit, tiba-tiba Ira sudah kembali dengan membawa teh hangat yang sama seperti ia berikan ke Rio.

"Sebenarnya aku mau pergi Ra, tapi aku minum dulu ya"
Ucap Radit berbohong, karena ia tahu Rio tidak menyukai keberadannya. Tidak masalah baginya jika pergi selarang. Karena ia telah mengatakan perasaanya untuk Ira dengan Rio. Radit rasa Rio paham maksud Radit berbicara seperti itu.

"Untung cepat pergi"
Gumam Rio dalam hati yang telah melihat Radit meninggalkan rumah Ira.

Rio memperhatikan Ira. Ia seakan mencari tahu arti tatapan Ira yang mengantarkan kepulangan Radit.

"Ra aku mau ngomong"
Ucap Rio yang mengarahkan pandangan Ira menghadap ke wajahnya.

"Lah kan dari tadi kamu ngomong Ri"
Jawab Ira dengan polos.

"Aku serius. Aku mau mengikat hubungan serius ke kamu Ra"
Jelas Rio dengan perasaan yang sedikit gemetar.

"Maksud kamu Ri?"
Jawab Ira dengan wajah bingung dengan ucapan Rio.

"Aku mau lamar kamu untuk jadi istri aku"
Balas Rio cepat yang membuat Ira sangat kaget dan mengalihkan pandangannya dari Rio.

"Kayaknya kamu salah alamat deh Ri"
Ucap Ira yang telah berdiri.

"Ra aku serius"
Jawab Rio yang mengarahkan tangannya yang berisikan kotak cincin ke depan Ira.

Ira benar-benar tidak habis pikir dengan perbuatan Rio. Dari dulu ia tidak pernah memberanikan diri untuk membawa perasaan tentang Rio. Karena Ira sadar siapa dirinya dan siapa Rio.

"Hmmm. Maaf Ri"
Ira menutup kotak cincin yang ada di tangan Rio dan menyuruh Rio menggenggam cincin itu.

"Kamu sudah tahu kan aku ini seperti apa dan kamu itu siapa. Apa kamu lupa aku pernah menjadi pembantu kamu"
Jelas Ira yang sedikit menjauhi Rio.

"Aku tidak peduli itu Ra. Aku ingin jaga kamu, aku ingin menemani kamu selamanya"
Jawab Rio cepat.

"Oke kamu memang tidak memandang itu. Tapi kamu lupa bahw begitu banyak mimpi yang harus aku wujudkan untuk Ibuku"
Balas Ira yang telah terbawa suasana dan meneteskan air matanya.

"Aku sangat bersyukur selama ini berteman sama orang seperti kamu Ri. Aku tidak tahu jika tidak ada kekuatan dari kamu dan Alina"
Jelas Ira yang telah larut dalam hisak tangisnya.

"Aku begitu hancur Ri mendengar semua tentang Ibu ku. Karena itu aku harus benar-benar merubah semuanya"
Sambungnya kembali.

"Maaf Ra, aku hanya ingin menjaga kamu. Aku engga relah kamu sendirian hadapi ini"
Ucap Rio yang seketika memeluk Ira.

"Tetaplah menjadi teman baikku. Aku berjanji akan membuat kamu juga tersenyum bangga seperti Ibuku di sana"
Balas Ira.

Rio sangat mengerti jawaban dari Ira. Ia juga sadar bahwa tidak memikirkan tentang mimpi Ira selama ini. Ia sangat tahu Ira seperti apa. Walaupun Ira menjawab seperti itu, tidak mengurangi rasa sayang Rio ke Ira. Ia akan tetap menjaga Ira sampai Ira mampu mewujudkan mimpinya untuk mengubah semua sudut pandang mengenai Ibunya.

Mimpi Untuk Ibu(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang