Part 20 Kembali Duka

18 2 0
                                    

Semua orang yang berlalu laalng membuat Ira semakin pusing. Pikirannya masih tentang kehilangan semua toko yang ia dapatkan secara kerja keras dan keadaan Ibunya yang belum juga sadar.

Ira terus keluar masuk dari ruangan Ibunya dirawat. Saat ia kembali masuk tiba-tiba sang Ibu bergerak namun tidak mambuka matanya.

Melihat keadaan Ibunya yang seperti itu Ira langsung memanggil Dokter dan tidak lama Dokter dan beberapa Suster mendekati Ibu Ira.

Tanpa keluar, Ira dengan gemetar melihat semua yang dilakukan Dokter. Ia juga tidak henti-hentinya berkomat kamit berdoa untuk Ibunya.

"R-a"
Sebut Ibu Ira yang langsung didekati dan ia genggam tangan Ibunya.

"J-ang-an m-e-nyerah"
Seketika ucapan Ibunya terputus.

"Ibuuuuuuuuuu"
Ira menggoyang-goyang tubuh Ibunya dan diikuti Dokter memeriksa denyut nadi Ibu Ira.

"Innalillahiwainnailahiroji'un"
Ucap Dokter sambil menggelengkan kepalanya.

"Ra"
Radit dan Rio langsung tiba-tiba memasuki ruangan yang sudah terpenuhi rasa tangis Ira.

Ira mengabaikan semuanya, ia hanya memeluk Ibunya dengan penuh tangis duka. Ira kehilangan semuanya.

"Aku ingin ikut"
Ucap Ira ditengah tangisannya.

"Sabar Ra"
Ujar Rio yang diikuti tangan untuk merangkul tubuh Ira yang sudah terlihat lemas. Tangisan Ira terlalu lama, sampai jenazah Ibunya dibawa ke rumah Ira ia pun masih mendekap erat Ibunya dan dengan mata yang terus mengeluarkan berjuta tumpahan air mata.

Ira tidak memiliki siapa-siapa dan apa-apa lagi. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana selain memiliki niat untuk ikut bersama Ibu dan Bapaknya.

"Ra jangan gini terus, doa kan Ibu. Sebentar lagi kita antar Ibu ke makamnya ya"
Ucap Alina yang menenangkan Ira dengan mengalihkan pelukan Ira ke tubuhnya.

"Aku kehilangan semuanya Lin"
Ujar Ira dengan suara parau di pelukan Alina, tangisnya pun telah membasahi pakaian Alina.

Alina juga tidak mampu untuk menyalahkan jika Ira seperti ini, jika ia diposisi Ira ia juga tidak akan sanggup.

Saat Ira tengah membersihkan dirinya untuk menyembahyangkan jenazah Ibunya. Alina pun langsung mendekati Rio.

"Kamu kapan pulang? Kenapa engga bilang-bilang?"
Alina sedikit kaget dengan kehadiran Rio di rumah Ira. Karena seharusnya Rio belum berlibur tapi tiba-tiba ia sudah pulang.

"Ayah telpon kemarin, ia bilang toko Ira kerampokan dan semua habis. Aku khawatir sama Ira. Karena itu aku berusaha pulang"
Jelas Rio yang diikuti tangan yang masih sibuk merapikan alat-alat yang akan dibawa ke pemakaman.

"Kerampokan?"
Alina yang memang belum tahu hal itu melongo kaget mendengar penjelasan Rio.

Alina kembali melihat Ira yang sudah keluar dari kamarnya dan sudah siap dengan pakaian ibadahnya. Ia pun langsung menghampiri Ira untuk menggandengnya, karena Alina tahu kalau Ira sangat lemah saat ini.

Dengan langkah tertatih Ira kembali mendekati jenazah Ibunya yang sudah siap diantar.

Ira kembali memeluk sang Ibu dan kembali menderu kan tangisan yang keras.

Tidak ada yang dapat Alina lakukan kecuali menenangkan dan meyakinkan Ira untuk tegar.

Kebetulan pemakaman tidak terlalu jauh dari kawasan rumah Ira. Jadi untuk ke sana semua hanya jalan kaki.

Tidak bisa jauh dari jenazah Ibunya, Ira terus menyamakan langkahnya bersama orang yang menggotong Ibunya. Entah apa yang Ira pikirkan langkahnya tetap penuh air mata, ia tidak peduli apa yabg ia injak di perjalanan. Pikirannya kosong, berunting Alina terus memegang da menuntun Ira.

Radit dan keluarga nya tampak turut merasakan kesedihan yang dirasakan Ira.

Ditengah pemakaman tiba-tiba Mama Radit mendekati Ira dan mendekap tubuhnya.

"Sabar sayang, doa kan dengan ikhlas biar perjalanan Ibu diterima dengan ridha oleh allah"
Ujar Mama Radit dengan memeluk Ira dan mengelus kepalanya.

Tidak ada yang mampu Ira jawab. Baginya ia sudah tidak memiliki harapan. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi.

Tangisan demi tangisan terus ia keluarkan. Siapa pun yang mencoba menenangkannya tidak mampu membuat Ira langsung kembali seperti semula. Ia tetap mengikuti jiwanya yang masih melekat erat oleh Ibunya.

Ira sudah berjanji dengan Bapaknya bahwa ia akan menjaga Ibunya. Namun Ira gagal, dengan berhasil kembali melihat ternyata penglihatan seperti ini yang harus Ibunya lihat. Penglihatan menyaksikan kesusahan dan jatuh sejatuh-jatuhnya anak kesayangannya.

Ira kembali bereteriak dalam deruan tangisnya dan memeluk tanah kediaman terakhir sang Ibu. Ia juga menatap tanah yang berada di sebelah Ibunya.

"Maafkan aku"
Ucap Ira dengan terhisak.

Semua orang mulai pulang satu per satu. Namun Ira sama sekali tidak memiliki niat untuk pulang. Ia tidak siap memulai kehidupan sendiri, ia tetap memilih tertunduk dengan linangan air mata dan berbagai ungkapan menyalahkan dirinya sendiri.

"Ra, aku pulang untuk menemani kamu. Kamu engga sendiri"
Ucap Rio yang sudah duduk mendekati Ira.

"Aku juga di sini ada untuk kamu Ra"
Sambung Alina yang langsung mengambil tangan Ira.

"Begitu pun aku dan keluarga ku. Kamu adalah bagian keluarga kami Ra"
Radit pun mengikuti apa yang Rio dan Alina katakan. Mereka telah menyamakan posisi dengan Ira dan dipandang dari belakang oleh Mama dan Papa Radit.

"Menyerah dan menghilang dari kehidupan mungkin adalah jalan terbaik, benar kata Karin dulu, bahwa impian itu sama seperti mimpi tidur, hilang saat aku terbangun."
Ucap Ira ditengah tangisannya yang masih berlanjut.

"Tidak ada kata menyerah disaat kamu masih berada di dunia ini dan adanya kami semua untuk mendukung kamu."
Ujar Rio untuk mematahkan apa yang Ira ucapkan. Selanjutnya diikuti pelukan oleh ke tiga sahabatnya.

"Kamu kuat"
Ucap mereka serentak yang sama-sama melinangkan air mata.

"Terimakasih"
Jawab Ira.

Mendengar dan merasakan pelukan mereka semua membuat Ira memiliki sedikit kekuatan. Dengan ucapan mereka Ira meyakinkan dirinya ia bisa dan tidak sendiri. Walau terasa berat namun Ira mengikuti kata sahabat-sahabatnya untuk pulang ke rumah menyiapkan semua yang akan dilakukan untuk acara pengiriman doa.

Tetap dengan renungan yang sama. Ia duduk di sofa biasa ia bersama kedua orang tuanya.

Melihat Ira yang kembali merenung. Alina segera mendekatinya kembali dan mengalihkan pikiran Ira.

"Yang jelas saat ini kita harus tetap berada di dekat Ira"
Ujar Rio ke Radit dengan mata yang menyaksikan Ira dan Alina.

"Itu pasti"
Balas Radit singkat.

Menurut mereka disinilah kata sahabat itu perlu ditunjukkan. Mereka akan berusaha membuat Ira kembali tersenyum.

Mimpi Untuk Ibu(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang