Hari ini adalah sesuatu kegiatan yang cukup asing bagi Ira. Karena yang pertama yaitu belum pernah mencoba merasakan kerja di sebuah toko yang ia harus kelola sendiri. Yang kedua yaitu hari ini harus menghabiskan waktu bersama orang yang baru ia kenali. Cukup asing bagi Ira, namun semampunya ia menetralkan keadaan seakan sudah akrab.
Dengan persiapan yang sudah sangat cukup, Ira menunggu jemputan dari Radit sangat pagi. Bagi Ira biar ia yang menunggu jangan sampai orang lain ia buat kesal.
Ibu mencari-cari keberadaan Ira, karena ibu nya tahu Ira pasti sangat semangat dengan sesuatu yang ia harapkan akhirnya dengan mudah bisa didapatkan.
"Ra"
Panggil Ibu dengan suara yang sudah mendekati pintu depan. Ira melihat Ibu yang cukup susah untuk mencari jakan keluar langsung menghampiri dan menuntunnya ke kursi yang ada di depan."Ibu cari aku?"
Tanya Ira langsung ke Ibunya."Kamu kok cepat banget siap nya?"
Ibu Ira merasa bahwa Ira terlalu pagi menunggu jemputan Radit."Ira engga mau Radit nunggu bu, kan Radit udah baik. Jadi aku engga mau buat dia kesal"
Jelas Ira dengan cepat."Ibu mau berpesan, nanti kerjanya hati-hati. Kamu belum terlalu mengenal orang-orang di sana, jadi jaga diri ya"
Ucap sang Ibu dengan mengelus puncak kepala Ira.Hal yang sangat Ira senangi, yaitu selalu mendapat kehangatan dari sang Ibu yang penuh kepedulian. Ira semakin bersemangat untuk mengejar impiannya untuk sang Ibu. Ira tidak akan pernah menyerah sebelum ia mendapatkannya.
Tiit
Tiba-tiba sebuah mobil yang sangat tidak asing bagi Ira berhenti di depan rumah nya. Tidak salah lagi itu adalah Rio. Ira sedikit bingung kenapa dia pagi-pagi datang ke rumah nya, padahal dia tadi malam sudah memberi tahu kalau hari ini ia belum bisa kerja, karena mau belajar dulu mengenai pekerjaan barunya.Rio langsung bersalaman sama Ibu Ira, namun sedikit mengabaikan Ira. Rio langsung memberikan sesuatu yang ada di tangan nya ke Ibu Ira.
"Apa itu Ri?"
Tanya Ira yang tidak mendapat sedikit pun balasan dari Rio."Jangan lupa di makan ya bu, Rio pamit dulu"
Tidak terlalu lama Rio di rumah Ira, ia hanya memberikan makanan untuk Ibu Ira. Lalu ia langsung masuk kembali ke mobil tanpa meninggalkan sepatah kata untuk Ira."Aneh"
Ketus Ira dengan rasa kesal.Namun rasa kesal Ira cepat berlalu, karena setelah mobil Rio pergi ada sebuah motor yang datang.
Ira sedikit bengong melihat motor yang Radit pakai. Pikiran Ira udah bingung nanti duduknya gimana. Ira adalah seorang yang takut akan ketinggian, sedangkan motor yang Radit bawa adalah motor yang sangat tinggi bagi Ira.
"Udah siap Ra?"
Tegur Radit yang seakan udah akrab banget sama Ira. Ia tahu yang Ira pikirkan pasti mengenai motor yang ia pakai."Kok kamu bawa motor kayak gini Dit? Aku pikir motor kamu biasa, jadi aku mau dijemput. Kalau gini aku bawa sepeda aja ya"
Ira sedikit memohon ke Radit, karena ia benar-benar enggak berani naik motor kayak gitu, Rio aja sudah berapa kali menawari nya untuk naik motor bersama kayak gitu Ira selalu nolak, apa lagi saat ini harus boncengan sama orang yang benar-benar baru Ira kenali.
"Aku sengaja bawa motor ini Ra, karena motor yang biasa itu menurut aku kurang bisa dibawa ngebut, sedangkan ini bisa untuk salip jalan yang macet"
Jelas Radit dengan berbagai alasan.
Ira tahu itu hanya alasan Radit, padahal macet dari mana coba yang ada sepagi itu masih enak lewat karena belum terlalu ramai, tempat Ira bukan kota jadi yang rame itu paling pas udah dekat di toko yang dituju.
"Ibu kami pamit ya"
Ucap Radit dengan menyambut tangan Ibu Ira untuk berpamitan pergi. Yang juga disusul oleh Ira."Hati-hati ya. Ra ingat pesan Ibu"
Jawab Ibu Ira dengan penuh kasih sayang.Sepanjang jalan Ira merasakan penuh kebingungan, posisi duduknya terasa sangat tidak nyaman. Mau pegangan Ira engga berani, engga pegangan rasa mau melayang.
Namun keadaan Ira langsung Radit sadari. Dengan cepat tangan Radit menarik tangan Ira dan menuntun untuk pegang jaket yang ia gunakan.
"Engga usah sungkan, dari pada jatuh"
Tegas Radit yang tidak sedikit pun Ira smbung."Ini yang namanya Ira?"
Tanya salah satu pria yang sudah berumur di toko yang akan Ira kelola."Iya Om saya Ira"
Jawab Ira dengan sopan."Baiklah, semua udah Om kasih tahu ke Radit. Nanti kamu ikuti apa yang Radit ajarkan saja ya. Saya mau pergi"
Ucap Papa Radit dengan terburu-buru pergi.Pekerjaan yang sangat berbeda dari yang Ira lakukan setiap harinya. Yang biasanya hanya berkeliling, namun saat ini harus beres-beres dan mencatat berbagai hal yang cukup penting mengenai toko.
"Jadi udah paham kan Ra?"
Tanya Radit setelah menjelaskan semua tentang apa yang harus dilakukan di toko.Ira cukup bingung mencernah semua penjelasan Radit. Namun perlahan Ira akan tetap belajar. Bagaimana pun menurut Ira ini adalah awal menuju impiannya.
"Kamu engga ada pacar kan Ra?"
Tiba-tiba pertanyaan aneh dari Radit membuat Ira kaget."Aku engga mikir kayak gitu. Bagaimana mau pacaran, kehidupan aja kayak gini"
Jawab Ira dengan jelas.Radit dengan cepat tersenyum mendengar jawaban Ira. Hal yang sangat ia kagumi tentang wanita yang berusaha keras untuk kehidupan bukan hanya mengikuti alur zaman.
Tidak lama setelah menyiapkan berbagai persiapan toko, tiba-tiba ada seorang cewek yang datang. Awalnya Ira mengira itu adalah salah satu orang yang mau beli tape yang di toko, tapi ternyata Ira salah.
"Loh kok kamu di sini Del?"
Tanya Radit yang terlihat sangat mengenali cewek tersebut."Jadi ini ya Dit alasan kenapa aku engga diterima untuk mengelola toko ini"
Ketus si cewek yang engga sama sekali Ira kenali namun sudah melempar tatapan tajam ke Ira."Iya ini pilihan Papa"
Jawab Radit singkat."Apa bagusnya coba. Padahal aku udah memastikan kemajuan toko ini, tapi lebih mempercayai dia"
Lagi-lagi cewek itu melempar tatapan tidak suka ke Ira.Ira langsung memutuskan untuk meninggalkan keduanya ke belakang. Dari pada ia harus mendapat tatapan tajam, lebih baik ia mengalah untuk meninggalkan ke belakang.
"Itu tadi Dinda, ia salah satu teman aku. Kemarin ia mau mengelola toko ini, tapi Papa lebih pilih kamu"
Jelas Radit yang tiba-tiba mendekati Ira yang sedang membuat kesibukan sendiri di belakang."Kenapa engga dia aja Dit, kayaknya dia sangat menginginkan toko ini"
Jawab Ira dengan nada yang seakan merasa bersalah."Kamu belum tahu dia Ra. Papa udah pilih kamu, jadi jangan mikir yang lain ya. Tugas kamu cukup buktikan dengan pekerjaan yang baik"
Radit meyakinkan Ira. Karena ia tahu Ira orangnya gimana. Ira lebih memikirkan orang lain dari pada dir nya. Radit tidak ingin jika Ira kembali berkeliling jualan. Ia ingin mengurangi sedikit rasa lelah Ira dengan cukup jualan di toko.
Namun semua keyakinan yang Radit berikan belum mampu mengubah semua yang Ira pikirkan. Ira masih tetap mengingat kata-kata Dinda. Ira benar-benar bingung akan pilihan supaya tidak salah ambil keputusan.
"Engga usah dipikirkan lagi"
Cetus Radit yang dari tadi memperhatikan kebingungan Ira.Ira hanya mengangguk tanda mengikuti kata Radit. Walaupun di dirinya masih dipenuhi rasa bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Untuk Ibu(Tamat)
General FictionTidak peduli seberapa tinggi mimpi yang Qoirah miliki. Yang terpenting baginya adalah apa yang ia lihat dalam mimpi malamnya akan ia dapatkan secara nyata demi sang Ibu. Event_35hari_thebwwhydraksi