part 1 Membuat Target

82 16 0
                                    

Matahari terlihat sangat terik, terpancar seakan memperlihatkan betapa indah senyumannya yang mampu bermanfaat untuk semua orang.

Namun tidak bagi Qoirah, menyaksikan dari jendela kamar yang terbuka lebar, terlihat tiga orang Ibu-Ibu kampung sedang berbincang dengan nada suara yang cukup keras. Mata Ira tertuju pada sang Ibu yang seketika terlihat Bapak ikut keluar mendampingi .

Kaki Ira langsung bergegas mendampingi sang Ibu, bukan Ira jika ia tidak peduli dengan sang Ibu.

"Nah ini ni bapak dan anak kenapa masih tetap membiarkan ibu Rina keluar, kalau ada motor kencang bagaimana? Mau ni ibu kamu engga punya nyawa lagi?"

Cetus salah satu Ibu-Ibu yang sudah berada di depan mata Ira.

"Rina juga, udah tahu engga bisa lihat kenapa sok banget pakai acara keluar rumah"

Sambungnya kembali dengan nada tinggi.

"Iya bu maaf, Aku sama Bapak tadi lagi engga fokus jaga Ibu, terimakasih sudah diingatkan"

Ira menjawab dengan sopan, bagaimanapun mereka lebih tua darinya.

"Sana bawa Ibu kamu masuk !! sekalian Bapak mu itu yang engga becus"

Menjauh dari hadapan mereka adalah pilihan Ira dan Bapak, karena jika terus dijawab semua akan bertambah menyakitkan.

"Maafkan Ibu ya"
Kata sang Ibu yang membuat Ira dan Bapaknya tidak mampu untuk mengatakan apapun.

Ira tidak ingin menangis di hadapan kedua orang tuanya, menjauh adalah pilihan bagi Ira.

"Ibu sama Bapak istirahat, Ira izin ke kamar lagi, dan masalah yang tadi tidak perlu Ibu pikirkan. Karena yang terpenting Ibu tidak apa-apa"

Ira langsung melangkahkan kaki dari ruang tengah menuju kamarnya dengan air mata yang sudah tidak mampu ia tahankan.

"Hikssss... Kenapa Ibu selalu mendapat perkataan yang kasar dari semua orang. Aku yang tidak memiliki kekurangan seperti Ibu merasakan begitu perihnya, lantas bagaimana dengan Ibu"

Ira berusaha mendekap mulutnya dengan bantal supaya suara tangisnya tidak terdengar dari luar.

Kepala Ira terasa pusing setelah mengelurkan air mata yang cukup banyak dan begitu lama. Ia berniat sore ini untuk pergi mengambil ubi yang akan kembali dimasak sebagai bahan tape yang akan dijual besok pagi. Iya Ira selalu menjual tape keliling kampung sebelum berangkat sekolah.

Angin bertiup begitu kencang serta hujan yang membuat tubuh Ira terasa sangat dingin.

Menatap langit-lagit kamar dan membayangkan kejadian tadi siang membuat air mata Ira seketika mengalir secara perlahan. Ira segera bangkit dan mencari-cari buku dalam tas sekolah miliknya.

Dengan memegang sebuah pena yang bertinta hitam dan sehelai kertas ia mulai menuliskan apa yang ada di pikirannya.

Bercerita dalam kertas adalah pilihannya saat ini. Namun seketika ia memberhentikan gerakan pena dan kembali berfikir.

"Tidak mungkin aku terus menghadapi kehidupan seperti ini, aku harus mencari jalan keluar untuk lari dari rasa menyakitkan ini"

Ira berkomat kamit sendiri dan memiliki sebuah ide yang baginya itu adalah harapan.

Ira kembali menulis, namun berbeda dengan tulisan sebelumnya. Saat ini ia membuat dalam 1 sobek kertas khusus dan perlahan menuntun goresan tinta untuk menuliskan impian-impian yang harus ia capai.

Sebuah kertas penuh oleh tulisan Ira, semua tidak ada tulisan lain kecuali mimpi-mimpinya yang setinggi langit.

"Terserah deh kalau memang engga bisa tercapai, yang terpenting Ira sudah berharap, demi perubahan untuk Ibu"

Ira terkekeh sendiri melihat kertas itu lalu ia menempelkannya di dinding kamar kesayangannya. Dengan alasan supaya ia mampu untuk terus memandang mimpi itu, bukan hanya mimpi biasa namun itu adalah sebuah target untuk hidupnya.

Ira menarik selimut dan berusaha memejamkan matanya, lalu perlahan ia bayangkan mimpi-mimpi yang ia tuliskan di masa depan. Ira berkhayal telah menjadi wanita yang merasakan semua kemewahan-kemewahan. Sampai akhirnya khayalan itu menghantarkannya tertidur pulas.

"Ahhhhhhh..... Tidakkk, lebih baik tidak merasakannya. Aku takut, hiksssss"

Ira tersontak membuka kedua matanya dan duduk dengan kondisi mata yang sudah banjir oleh air mata.

Ia melangkahkan kaki menuju meja belajarnya dan mengambil secangkir air putih untuk menetralkan jantungnya yang berdetak kencang.

"Kenapa aku bisa bermimpi kejadian yang menakutkan begitu??"

Diri Ira terpenuhi dengan rasa penasaran, rasa bingung, dan penuh dengan tanda tanya.

"Apa gara-gara berkhayal aku jadi lupa baca doa tidur ya? Huftt sudahlah"

Ira melihat jarum jam menunjukkan pukul 01.05 malam, waktu masih begitu larut untuk dia bangun. Ira memutuskan menarik selimut kembali dan melupakan semuanya.

Embun pagi menyertai perjalanan Ira dengan kaki menggayuh sepeda secara perlahan sembari menatap kiri kanan rumah-rumah warga yang berisikan anak seumuran Ira.

"Gadis kecil yang malang, ini waktu bermanja pada sang Ibu seperti teman yang lain. Tetapi aku sendiri harus menggayuh sepeda untuk mendapatkan uang dengan menjual tape keliling demi kebutuhan hidup. Huffttttt Ira harus semangat demi Ibu"

Ira berbincang sendiri pada dirinya, rasanya begitu sedih. Tapi semua sudah ketentuan hidupnya, jadi Ira membuang semua rasa iri dan rasa sedih yang ia lalui. Jika ia bersedih sudah pasti sang Ibu lebih sedih darinya.

07.20
Pekerjaan menjual tape berkeliling sudah cukup bagi Ira, sekarang ia harus menuju Sekolah untuk mendapatkan ilmu yang akan menjadi bekal untuk perubahan hidupnya.

"Pak tunggu...... Jangan tutup dulu pagarnya"

"Yaudah ayo cepat"

Ira hampir saja terlambat, untung memiliki satpam yang baik hati dan tidak pelit. Iya beruntungnya Ira karena pak Satpam sudah tahu apa yang Ira lakukan sebelum berangkat ke Sekolah.

Alina : "Nah tu dia bocah yang kita tunggu"
(mengarahkan telunjuk ke arah pintu kelas)

Rio : "Haii Ra, aku pikir kamu tadi terlambat"

Ira : "Cieee khawatir"

Rio : "Iyalah Ra, kamu itu harus menuntut ilmu dengan tekun. Jadi tidak boleh tidak ikut belajar. Apalagi ini detik-detik ujian"

Ira : "Iya Rio bawel"

Kalau Ira sama Rio udah menyatu Alina pasti banyak diam dan hanya senyum-senyum mengikuti arah perdebatan mereka berdua.

Ira, Rio, dan Alina mereka bersekolah di SMA Pelangi Bangsa. Mereka bertiga adalah teman yang sangat dekat, Ira sangat senang bisa kenal mereka. Karena hanya mereka yang mau berteman dekat sama Ira dengan keadaanya yang tidak selevel pada teman sekelas yang lain.

Kringgg kriingggg kringgg

Bel tiga kali adalah tanda bahwa semua siswa diperintahkan berkumpul di lapangan, biasanya akan ada pengumuman penting dari kepsek.

Plakkkkkkk suara bantingan buku di atas meja terdengar sangat kencang

"Pasti pengumuman perintah belajar yang tekun untuk ujian lagi, malas banget harus panas-panasan"

Dia si Karin, anak yang terkenal ditakuti di sekolah dan terkenal ingin berbuat semaunya. Tapi tidak aneh jika dia begitu, karena memang dia anak orang kaya yang memberi bantuan beasiswa bagi sekolah ini.

"Apa kalian lihat-lihat hah?? Pergi sana ke lapangan ikuti aturan. Terutama kamu Ira, untung-untung digratiskan, jadi harus patuh sama sekolah !!!"

Entah apa salah Ira, padahal di kelas jelas-jelas banyak yang melihat bukan hanya Ira, tapi yang menjadi sasaran hanya Ira.

Alina : "Engga usah dijawab, ayo pergi"

Mereka semua meninggalkan Karin yang kesal sendiri di dalam kelas. Terserah dia mau apa, yang terpenting Ira aman kalau sudah jauh dari Karin.

Mimpi Untuk Ibu(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang