Sudah 5 kali Ira bolak-balik kamar, entah apa yang ia cari terlihat sangat panik.
Cantika yang sudah berusia 4 tahun merasa pusing melihat kelakuan Ira yang tanpa memberitahu apa yang membuatnya panik.
"Mama kenapa?"
Tanya Cantika mendekati Rio yang sedang menikmati kopinya sebelum berangkat ke kantor."Kenapa apa sayang?"
Balas Rio yang belum mengerti maksud Cantika."Tika pusing lihat mama bolak-balik, lagian engga mau lihat mama panik kayak gitu. Kasihan."
Ucap Cantika yang semakin membuat Rio penasaran.Tanpa memperlama tanda tanya di pikirannya, Rio langsung menyusul Ira yang berada di kamar.
"Ada apa dek?"
Tanya Rio saat sudah berada di samping Ira yang terlihat berkeringat panik."Aku ingin menyelesaikan semua tentang butik hari ini biar aku fokus terlebih dahulu ke pendidikan."
Ucap Ira yang sama sekali tidak dimengerti oleh Rio.Melihat Rio yang diam kebingungan, Ira langsung menuntun Rio duduk di sebelahnya.
"Adek pusing. Flashdisk yang berisi semua ide-ide adek engga tahu di mana."
Ucap Ira yang sudah mulai merona untuk meneteskan air mataRio yang paham tentang diri Ira tidak bisa cemas membuatnya mengambil alih untuk ikut mencari benda itu.
"Yaudah ayo cari lagi."
Ajak Rio yang telah berdiri untuk mencari benda yang membuat Ira panik."Tapi udah siang, mas harus ke kantor. Katanya ada meeting."
Balas Ira yang sangat tidak ingin merepotkan Rio.Ira kembali berpikir kapan terakhir ia memegang flashdisk itu. Terlintas di ingatannya bahwa ia sempat membuka file itu di meja butiknya.
"Aku jalan dulu. Mas antar Cantika ke sekolahnya ya, dan jangan lama-lama mas harus ke kantor."
Ucap Ira yang langsung mencium tangan Rio dan pergi ke garasi mobil untuk segera ke butik.Semua kotak yang berada di meja ruangannya di butik telah Ira periksa semua, namun harapannya pupus. Flashdisk itu sama sekali tidak ia temukan.
"Jadi himana bu? Engga jadi penambahan semua bahan itu?"
Tanya sekretarisnya membuat pikiran Ira tambah bercabang. Belum memikirkan tempatnya, namun sudah terlintas semua apa yang akan terjadi jika flashdisk itu benar hilang."Ceklekkkkk"
Tiba-tiba pintu ruangan Ira terbuka saat ada seseorang tamu yang sangat ngotot bertemu dengannya."Engga ketemu?"
Tiba-tiba Karin datang di hadapan Ira dan disusul oleh Nia."Maaf Ra, aku engga bisa cegah Karin."
Ucap Nia yang sangat merasa bersalah ke Ira.Tanpa menanggapi ucapan Nia, Ira dengan tajam menatap lekuk mata licik Karin.
"Kamu ada urusan apa lagi sama aku sampai-sampai kamu masih nongol?"
Ketus Ira yang sedikit mendekatkan dirinya ke Karin."Aku sudah bilang dari zaman dahulu, kamu tidak bisa lebih bahagia dari aku."
Balas Karin dengan santai."Tapi semua itu rezeki saya."
Jawab Ira kasar."Rezeki engga adil. Aku tidak bahagia seperti keinginan ku, dan itu karena kamu."
Ucap karin yang semakin memanas melihat Ira begitu emosi."Katakan apa mau kamu?"
Tanya Ira dengan raut wajah sangat kesal dengan kelakuan Karin."Mau Rio dan anak kamu."
Jawab Karin dengan senyum tipis yang sangat licik."Keluarlah. Berikan flashdisk itu ke aku."
Ucap Ira yang meninggikan suaranya karena emosinya semakin memuncak dengan ucapan Karin."Upsss. Tidak mungkin. Saat Radit, teman ku tidak bisa dapatkan kamu, maka kamu juga tidak akan dapatkan Rio."
Cetus Karin yang membuat suasana semakin memuncak."Astaghfirullahaladzim. Nia urus teman kamu."
Ira beristighfar dengan orang yang ia hadapi saat ini. Baginya lebih baik kembali memikirkan ide butik dari pada harus menyerahkan orang yang sangat ia sayangi. Nia yang tengah berdiri diam sangat mengganggu Ira, karena itu Ira perintahkan Nia untuk mengeluarkan Karin."Jangan main-main sama aku Ira!"
Teriak Karin yang tangannya hampir mendarat di pipi Ira. Namun niat itu segera ditepis oleh tangan kekal Rio yang entah sejak kapan datang ke butik Ira."Apa-apaan kamu. Engga ada etika lagi?"
Tanya Rio dengan penuh amarah je Karin."Minggir, engga usah banyak celotehan."
Karin langsung mendorong Rio yang sedang melindungi Ira."Plakkkkkkk"
Rio langsung menggenggam tangannya yang kelepasan mendarat di pipi Karin."Apa-apaan sih mas. Ingat dia perempuan."
Bukannya senang mendapat pembelaan, Ira malah memarahi Rio. Sangat tidak masuk akal bagi Ira saat suaminya telah berani main tangan dengan perempuan."Maaf dek aku kelepasan."
Ucap Rio penuh penyesalan."Dasar bego."
Ketus Karin yang menyaksikan Rio dan Ira beradu argumen."Sini flashdisk itu dan pergi dari sini."
Tegas Ira untuk kesekian kalinya ke Karin."Siapa loh."
Balas Karin yang semakin menggarang."Kamu jangan seperti ini hanya karena kamu malu atas semua kelakuan kamu ke aku dulu."
Ucap Ira yang membuat Karin semakin tersinggung."Hikksssssssss"
Tiba-tiba Karin terduduk lemas dan menangisi hidupnya."Aku kehilangan kedua orang tua ku juga. Dan saat ini aku tidak tahu harus seperti apa."
Ucap Karib ditengah hisak tangisnya di hadapan Ira, Rio, dan Nia."Kamu sudah merasakan apa yang aku rasakan. Bangunlah."
Ira langsung membantu Karin untuk bangun dari ia duduk di lantai."Tidak perlu malu. Semua telah tersusun oleh sang pencipta.
Ucap Ira yang langsung memeluk Karin."Aku malu. Hikkksss"
Ucap Karin yang tidak tahu harus bagaimana lagi."Lupakanlah masalalu. Saat ini di kota yang tidak kita kenali, sekarang kita bisa sama-sama saling menolong dan kerja sama."
Jelas Ira yang seakan mengaliri Karin kehangatan yang ia lakukan secara tulus.Tidak ada pilihan lain, Karin ikut dengan Ira serta berjanji tidak akan menyakiti Ira.
Bagi Ira, siapa pun berhak berubah atas dasar keyakinan tersendiri dan proses yang sangat diseriuskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Untuk Ibu(Tamat)
Genel KurguTidak peduli seberapa tinggi mimpi yang Qoirah miliki. Yang terpenting baginya adalah apa yang ia lihat dalam mimpi malamnya akan ia dapatkan secara nyata demi sang Ibu. Event_35hari_thebwwhydraksi