Merasakan sejuknya angin subuh dan memandang keindahan fajar membuat Ira tersenyum manis di jendela kamarnya. Entah mengapa saat mengingat mimpi yang ia rasakan tadi malam membuatnya cukup bahagia.
Mimpi yang ia rasakan kali ini berbeda dari sebelumnya. Bukan sebuah rintangan yang menakutkan yang terlihat, melainkan Ira melihat senyuman kebahagiaan dari sang Ibu dan dilihat oleh sang Bapak walau jarak mereka cukup jauh.
Ira cukup bahagia telah merasakan semua itu, walaupun harus kesal saat mimpi itu belum terselesaikan tetapi panggilan ibadah sudah membangunkannya untuk bangkit berjuang agar semua itu bukan sekedar mimpi, namun terasa dalam kenyataan.
"Ya allah, Ira bahagia banget rasakan mimpi tadi malam. Andai semua jadi nyata, pasti semua itu adalah sebuah kebahagiaan terbesar yang Ira rasakan"
Ira bergumam sendiri sambil menikmati fajar yang hanya sedikit orang menyaksikan keindahan itu.
"Semoga hari ini indah bagai fajar saat ini"
Ira mengangkat kedua tangannya menandakan bahwa ia mendoakan semua harapan tersebut.Ira langsung ke luar kamar melihat keadaan sanga Ibu. Namun saat Ira membuka kamar milik Ibunya tidak ada Ira temukan sang Ibu. Ira kembali mencari sambil memanggil sang Ibu, akhirnya terlihat di dekat pintu dapur . Terlihat bahwa Ibu kelihatannya sedang bahagia juga, ia tidak seperti kemarin-kemarin yang banyak merenung, hari ini entah mengapa sepertinya Ibu bersemangat membuatkan Ira nasi goreng favorite sang anak.
"Jangan lihatin Ibu"
Tegur sang Ibu yang seakan melihat Ira dengan jelas. Ira sangat senang sang Ibu sangat mengenali kehadirannya, memang batin seorang Ibu ke anak itu tidak bisa terhalang oleh apapun. Ia mampu merasakan apapun tentang anaknya."Ibu mau peluk"
Manja Ira yang seakan merindukan kebahagiaan sang Ibu. Ira langsung memeluk erat tubuh Ibunya seperti tidak akan melepaskannya lagi."Kamu bau, mandi dulu ya biar ibu masakkan nasi goreng kesukaan kamu"
Ucap Ibu dengan mengelus puncak kepala Ira yang tertutup dengan jilbab berwarna hitam."Ibu hati-hati masaknya"
Kata Ira mengingatkan sang Ibu, ia tidak ingin terjadi apapun pada Ibunya.Ira langsung menjalankan ritual mandinya. Ia sengaja hari ini tidak jualan tape, karena ubi yang ingin dimasak belum cukup bagus untuk ia jadikan tape.
Hari ini Ira berniat untuk mencari pekerjaan, karena itu ia sangat lama siap-siap hari ini. Ia harus terlihat rapi, agar orang tidak risih melihatnya yang akan melamar pekerjaan.
"Superrrrr weanaaakkk"
Ucap Ira mengagetkan sang Ibu. Ia sudah menghabiskan hampir 2 piring nasi goreng pagi ini. Rasanya Ira sudah sangat semangat dengan dukungan perut yang begitu nikmat."Kamu mau kemana?"
Tanya Ibunya mendekati tempat duduk milik Ira.Ira langsung memegang tangan sang Ibu. Ia menjelaskan atas niatnya hari ini mau kemana.
Ira sudah sangat siap berkeliling mencari tempat yang akan menjadikannya sebagai karyawan hari ini. Sepeda pink miliknya pun sudah ia bersihkan dengan sangat cantik.
Saat ingin mengeluarkan sepeda dari halaman rumah, tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di depan rumahnya. Ira kaget itu kira-kira siapa, karena ia tahu itu bukanlah mobil Rio atau pun ayahnya. Karena yang biasa menghampiri pakai mobil hanya Rio dan ayahnya.
"Assalamu'alaikum"
Ucap seorang pria yang turun dari mobil mendekati Ira."Wa'alaikumsalam. Maaf siapa?"
Ira langsung menanyakan orang tersebut, karena semenjak sudah tidak ada Bapaknya Ira jadi orang yang jauh lebih hati-hati untuk melindungi sang Ibu. Ia tidak ingin ada sembarang orang ke rumahnya saat ia lagi di luar. Karena Ibunya tidak akan berfikiran mengenai orang jahat. Menurut Ira ibunya terlalu baik kesemua orang."Maaf ya kalau kurang sopan. Aku orang yang selalu bertemu Bapak kamu saat ia masih suka ambil ubi di kebun sana"
Jelas laki-laki itu ke Ira."Om yang punya lahan ubi??"
Tanya Ira dengan menyimpulkan tebakannya."Iya, kita memang belum pernah ketemu"
Balas laki-laki itu yang umurnya mungkin juga tidak terlalu jauh dari Ira, kira-kira dia seumuran anak kuliahan."Silahkan duduk Om, maaf nanya-nanya dulu. Karena mau hati-hati aja"
Ucap Ira dengan menyodorkan sebuah kursi ke dekat pria itu"Iya makasih. Tapi maaf ya, aku rasa tidak usah panggil Om. Aku mungkin kakak kelas kamu kalau kita satu sekolah. Karena yang punya kebun itu Papa aku bukan aku"
Jawab pria itu, karena ia kurang nyaman jika Ira panggil dengan sebuatan Om.
"Oh iya maaf, tapi.."
Ira memutuskan ucapannya karena ia bingung harus panggil dengan sebutan apa."Aku Radit. Jadi engga perlu panggil Om ya"
Pria itu langsung menyambung kata-kata Ira yang ia sangat paham pikiran Ira. Ia langsung menyodorkan tangannya tanda bahwa ia mau tahu nama Ira, ia mau berkenalan dengan Ira."Oh iya, aku Qoirah atau panggil aja Ira"
Balas Ira, namun tidak membalas uluran tangan Radit."Oh iya Ira. Langsung aja ya biar aku engga terlalu mengganggu"
Ucap Radit dengan langsung memasang ekspresi serius menatap Ira."Langsung?"
Tanya Ira dengan bingung akan ekspresi Radit."Eh jangan salah paham dulu"
Balas Radit dengan terkekeh melihat sikap Ira. Namun hanya dibalas diam oleh Ira."Begini, tadi aku diperintah Papa untuk ke sini. Aku mau sampaikan pesan Papa, kebun ubi kan udah lama kalian garap, sampai menghasilkan banyak banget ubinya. Jadi Papa mau menawarkan ke kamu untuk bekerja di toko milik kami yang sekarang kosong karena usaha manisan kemarin bangkrut. Jadi Papa berniat membuka usaha tape ubi yang kamu jual. Tapi karyawannya juga kamu sendiri"
Jelas Radit dengan ekspresi yang begitu serius agar mudah untuk Ira pahami.
"Serius?"
Mata Ira langsung menatap Radit dengan tanda tanya yang sangat pasti. Ira benar-benar kaget, ia baru mau cari kerja tapi malahan ada yang datang menyuruh kerja."Iya serius, apa kamu mau?"
Tanya Radit dengan memasang senyum tipis ke Ira."Aku pasti mau, tidak mungkin aku nolak"
Jawab Ira dengan muka yang sudah merona karena terlalu bahagia."Aku tinggal sebentar, panggil Ibu di dalam"
Pamit Ira karena ia lupa mengenalkan Radit ke Ibunya."Iya, aku tunggu"
Balas Radit yang juga terlihat senang melihat kebahagiaan Ira. Walaupun mereka baru pertama bertemu, entah mengapa Radit melihat bahwa semangat Ira sangat berbeda dari orang-orang biasa."Kamu nak Radit?"
Tanya Ibu Ira yang sudah mengenal Radit lama."Iya bu, Radit udah lama engga ketemu Ibu. Sehatkan?"
Radit terlihat sangat akrab pada Ibu Ira.Ira bingung sendiri melihat keduanya berbincang dengan ucapan kerinduan satu sama lain. Sedikit kesal yang Ira rasakan, karena sepertinya hanya Ira yang belum dikenalakan.
"Yaudah semoga besok Ira engga ada halangan ya"
Ucap Radit yang berpaling melihat Ira yang sudah memasang muka cemburu dengan kedekatan mereka."Eh, iya engga akan ada halangan kok"
Jawab Ira dengan cepat"Kamu engga nanya alamatnya?"
Tanya Radit dengan senyum ke Ira. Karena ia tahu Ira pasti malu karena tadi engga nanya."Iya dimana?"
Ira langsung cepat menanyakan ke Radit. Karena ia sudah terlalu bahagia sampai-sampai melupakan hal itu."Lumayan jauh, besok aku jemput"
Jelas Radit dengan pasti."Engga usah, aku punya sepeda"
Balas Ira karena ia tidak mau merepotkan dan tidak mau seakan engga tahu diri udah dikasih jerja malah sok-sok dijemput."Perintah Papa"
Jelas Radit.
Yang langsung bersalaman oleh Ibu Ira. Ia tidak ingin mendengar penolakan Ira lagi. Ia langsung pamit untuk pulang, sementara Ira hanya bisa pasrah. Karena ia cukup bersyukur untuk hari ini ia benar-benar merasakan kebahagiaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Untuk Ibu(Tamat)
General FictionTidak peduli seberapa tinggi mimpi yang Qoirah miliki. Yang terpenting baginya adalah apa yang ia lihat dalam mimpi malamnya akan ia dapatkan secara nyata demi sang Ibu. Event_35hari_thebwwhydraksi