Part 41.2

604 25 16
                                    

Maapkeun daku gaess...
Lagi lagi aku telat updatenya huhu... :(
Semoga kalian gak boring baca part ini

--------------------

Gadis itu perlahan membuka matanya menyesuaikan sorot lampu yang menusuk pengelihatannya. Sedikit heran mengapa ketika dirinya terbangun berada diruangan yang mirip seperti rumah sakit? Atau memang dirinya sedang berada dirumah sakit sekarang dan terbukti kenapa tanganya terpasang infus?. Mencoba bangun gadis itu mendadak merasakan sakit di sekitar perut sebelah kirinya , gadis itu menyibak baju yang ia kenakan, dan benar saja terdapat perban melingkar yang membalut pinggang kirinya.

Cklekk

Sedikit tersentak kaget gadis itu dengan cepat menolehkan kepalanya kearah pintu dimana seseorang baru saja masuk. Gadis itu sedikit menyunggingkan senyum ketika laki-laki itu berjalan mendekat kearahnya

“kenapa aku disini kak?” gadis itu bertanya

Laki-laki itu mengambil sebuah kursi dan mendudukan dirinya menghadap tepat didepan gadis yang tengah memandanginya menuntut penjelasan

“kak... jawab aku. Kenapa perut aku juga diperban?” tanyanya lagi

Laki-laki itu menghela nafasnya samar sedikit agak merasa bersalah “luka diperut lo itu... luka bekas tembak”

Ahh sekarang dirinya ingat, sebelum kesadarannya hilang ia merasakan sebuah timah panas menembus kulitnya.

Gadis itu membulatkan mulutnya, agak terkejut tapi sekarang sedikit tersenyum “tapi kak Fania sekarang gak papa kan?”

Laki-laki dihadapannya mengernyit “kenapa lo ngelakuin itu sih, bisa aja nyawa lo jadi taruhannya” marahnya

“kak Revan apaan sih, aku Cuma gak mau kalau kak Fania itu yang terluka, itu aja” gadis itu bahkan masih menyunggingkan senyumannya

Revan. Laki-laki itu masih tak habis pikir dengan gadis dihadapannya. Bisa-bisanya dia bertindak konyol dengan mengorbankan dirinya demi melindungi Fania, ya emang sih Revan sedikit lega karena bukan Fania yang tertembak tapi kan ia sedikit merasa bersalah karena tak bisa melindungi Fania dan malah menimbulkan korban seperti sekarang

“luka kakak udah diobati kan?” Revan mengangguk, luka diperutnya tidak terlalu dalam jadi sekarang sudah sedikit mengering setelah mendapat beberapa jahitan

“Lauren, kenapa lo masih baik sama Fania? bukannya kata lo Fania itu iblis, tapi kenapa malah lo selamatin hidupnya” tanya Revan heran

Lauren. Gadis itu terdiam memandang Revan dengan pandangan yang sulit diartikan. Perlahan kepalanya tertuduk, meremat kedua tangannya Lauren kembali menatap mata Revan "aku tahu jadi kak Fania itu pasti sulit, disatu sisi dia memiliki banyak musuh dan  sedang berusaha melindungi dirinya dari dunia luar, tapi disisi lain kak fania hanyalah seorang gadis biasa"

Revan memandnag lauren dengan binggung, omongan yang lauren sampaikan tidak masuk kedalam otaknya "hah, gimana maksud lo?"

"kak Fania itu banyak musuhnya, jadi aku coba buat lindungi dia"

Revan terdiam dengan tatapan tak percaya, omong kosong apalagi yang Lauren lontarkan barusan. Musuh seperti apa yang lauren maksud. "lo ngomong apaan sih, gausah berbelit gini dan gausah ngomong yang nggak-nggak soal pacar gue" Revan lama lama jadi terbawa emosi

Lauren terdiam, menghela nafasnya kasar Lauren meraih tangan kanan revan yang berada disampingnya, menggenggamnya "kakak liat mata aku, apa aku kelihatan bohong? apa selama ini kakak dan yang lain gak nyadar kalau kak Fania gak sebaik yang kita pikir?"

[1] MBGF [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang