prolog

656 24 2
                                    


Hai, aku Daisy aurelia najela panggil saja aku Daisy. Aku tinggal disebuah kota dengan penduduk yang lumayan padat di daerahku.

Umurku masih 16 tahun tentunya aku masih seorang pelajar yang masih menduduki bangku kelas satu SMA.

Aku bukan orang yang memiliki uang berlimpah apalagi memiliki rumah yang mewah, tentu itu tidak. Aku gadis biasa, dari kata biasa saja dapat di simpulkan bahwa aku bukan anak dari orang yang berada.

Orang tuaku masih lengkap, aku juga memiliki dua saudara dan aku anak tengah. Aku memiliki seorang kakak perempuan dan seorang adik laki laki. Sebenarnya aku memiliki empat saudara, namun Tuhan berkehendak lain, pada saat ibuku melahirkan kakakku yang pertama bayi tersebut tidak bernafas, baiklah abaikan saja itu sudah 16 tahun yang lalu.

Daisy kini sudah siap dengan baju sekolah yang sudah melekat pada tubuhnya. Ia menyisir rambutnya dan menjadikannya satu, ia paling tidak suka jika rambut tersebut terkena pada lehernya ia akan merasa geli oleh karena itu ia mengucir rambutnya.

"Sudah sarapan?"

Daisy menolehkan kepalanya ke belakang, ternyata kakak pertamanya yang menanyakan hal tersebut.

"Sudah mbak, aku sudah makan baru saja. Oh iya ibu kemana?" Tanyaku pada kakak perempuan.

Lily aurelia najela, aku memanggil kakakku itu dengan sebutan Lily. Lily memiliki arti yang indah, nama Lily bermakna kecantikan yang indah.

"Ibu sama bapak baru saja ke sawah, uang sakumu ada di atas kulkas ambil saja." Daisy menganggukkan kepalanya, ia mencium tangan kakaknya dan mengecup pipi kanan kakaknya itu.

Lily tersenyum, ia mengusap kepala adiknya itu. "Aku berangkat kak, assalamualaikum," pamit Daisy.

"Waalaikumsalam, hati hati dek." Daisy menganggukkan kepalanya dan memperlihatkan jari jempolnya pada kakaknya itu.

Daisy tersenyum simpul melihat nominal uang yang ada di atas kulkas. Di kertas itu terdapat gambar imam Bonjol dengan warna kekuningan, tentunya uang tersebut dengan nominal lima ribu.

Jika di fikir fikir tentunya akan kurang, ia sudah SMA dan dirinya akan full day sekolah. Namun tidak apa, dirinya tidak mempermasalahkan tentang nominal uang saku, yang ia butuhkan ilmu bukan uang dalam sekolah, bukankah benar?

Daisy mengambil sepeda yang bersandar pada tembok samping rumahnya. Ia mengambil kain dahulu dan mengelap bagian sepeda yang terlihat berdebu.

Ia membuka pagar dan menutupnya kembali, setelah itu ia menaiki sepedanya dan mengngayuh sepedanya ke sekolah.

Ia bersenandung kecil sembari menikmati angin yang menerpa kulitnya. Ia juga tersenyum dan menyapa pada saat dirinya berpapasan dengan tetangganya.

"Buk," sapa Daisy sembari menundukkan kepalanya sedikit tak lupa ia juga tersenyum pada ibu ibu yang sedang berjalan.

"Iya nak," balas ibu tersebut mendengar sapaan Daisy.

Daisy kembali mengnganyuh sepedanya. Sekolahnya tidak terlalu jauh, mangkanya ia lebih memilih menaiki sepeda daripada menaiki bus sekolah menurutnya lebih baik dirinya belajar hemat.

Sekolahnya sudah terlihat, ia tersenyum. Banyak anak anak di sekolah tersebut yang menaiki sepeda seperti dirinya. Ada juga yang diantar oleh orang tua atau saudaranya ada juga yang diantar oleh supir mereka menaiki sepeda motor ataupun mobil.

Ia turun dan menuntun sepedanya memasuki sekolah tersebut.

"Daisy," teriak seseorang dari belakang membuat Daisy menolehkan kepalanya.

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang