33. Peringat

11 0 0
                                    

Siang yang sedang cerah itu, setelah semalam hujan mengguyur sebagian bumi.

Udara dingin tidak bisa terkalahkan dengan teriknya matahari, apalagi di sebuah ruangan luas di jajari banyak meja dan kursi yang telah di tempati.

Dengan secangkir kopi hitam yang masih mengepul memberi aroma yang menenangkan.

Atha menatap Luar jendela besar itu, tangannya mengenggam cangkir itu lalu mengangkat dan meniupnya beberapa kali sebelum ia seruput perlahan.

Disampingnya juga ada cangkir yang sama tapi tiada pemiliknya, tadi ia kesini tidak sendiri. Tapi bersama Reno yang baru saja sedang pergi sebentar karena harus menjemput Mamanya di Mall dan akan kembali lagi.

Besok ia akan kembali.

Atha menghela napas melihat wallpaper kunci ponselnya yang menampilkan Foto Atis sedang cemberut menatap kamera.

Cowok itu tersenyum. Rasanya tidak ingin pulang saja, Rindunya tidak bisa dibayar hanya empat hari saja. Tapi mau bagaimana lagi, ini bukan kotanya dan tempat tinggalnya. Juga pekerjaan yang menantinya.

Ldr itu susah.

Kesalah pahaman sudah hapal terjadi, Kesalahan juga berkali kali.

Bahkan Atha sadar, ia sudah sering membuat gadisnya menangis karena dirinya. Baginya, Atis tidak cengeng. Karena itu wajar, dia wanita. Memiliki hati yang mudah rapuh meski sekuat apa di tutupi.

Rasa ingin memiliki itu ada.

Teramat besar.

Apalagi mereka sudah sama sama menginjak usia dewasa, dimana tuntutan pernikahan itu ada.

Bilang aja kalau Atha ngebet nikah, dengan embel embel mengatas namakan kalau Atis itu jodohnya.

Amin-kan saja yah.

Tapi, segalanya tidak akan semudah membalikkan tangan. Banyak yang harus Atha lakukan sebelum melankah ke jenjang yang serius.

Sama halnya pria lain. Ia harus memantapkan dirinya, apalagi dari segi materi. Siapa sih yang tidak mau anak putrinya hidup dan dinafkahi dengan baik oleh suaminya?!

Setelah Dari Malang, Atha akan semakin gencar mencari pekerjaan yang lebih mantap. Sesungguhnya pekerjaannya sekarang sudah lebih dari cukup, gajinya lumayan bisa ia gunakan untuk menghidupi Atis perbulan kelak. tabungannya pun banyak.

Tapi Atha selalu merasa kurang. Ia takut nantinya Atis tidak akan bisa terpenuhi segala keinginannya jika bersamanya.

Atha menopang dagunya menatap awan yang menggumpal indah diatas langit lewat jendela besar kafe tersebut.

Pikirannya sudah terlalu jauh bukan? Tapi apa salahnya merencanakan?! Dan jika tidak sesuai harapan, Jalani saja dulu yang ada.

Apa yang membuatnya bertekad memiliki gadis itu?!

Meski kenal lewat sosial media, tapi Atha cukup yakin dengan harapannya. Ia menerima gadis itu dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

Katakan saja kalau dia bucin. Bodo amat! Yang penting Atha bahagia jika bersama Atis.

Gadis itu, yang membuatnya bangkit dari masalalu yang kelam. Membuatnya menjadi orang yang ceria kembali, dan mau terbuka.

"Atha yah?!"

Lamunan Atha buyar saat ada beberapa orang mendatanginya. Ada dua cewek, salah satunya ia kenal. Teman Atis yang kemarin mengantar gadisnya pulang. Kalau tidak salah, namanya Arai.

"Eh iyah, Arai kan?"

Gadis itu mengangguk lalu menatap belakang yang terdapat tiga cowok dan satu cewek teman yang ia bawa.

ATHATIS (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang