36. Kabur

12 0 0
                                    

Kembali di tempat itu.

Gelap, sepi dan menenangkan. Sendiri disana dengan keadaan hati yang sangat kacau tak beraturan.

Danau yang lumayan luas dengan pembatas setinggi dada orang dewasa, beberapa pohon besar berjajar menutupi tempat itu berada dari jalan raya. Dan sebuah paguyuban yang kokoh berada

Atis mendongak menatap bulan yang terang diatas sana. Matanya basah, menandakan ia habis menangis entah keberapa kalinya.

Kali ini berbeda, Tidak ada minuman beralkohol dan tidak ada rokok. Sekuat tenaga Atis tidak berlari kepada mereka.

Tapi kali ini, ia melukai tangannya yang tidak bersalah. Membuat darah keluar dari sana sepanjang lengannya.

Dia benci darah, dan tidak bisa menahan sakit ataupun perih sedikitpun.

Tapi malam ini, ia melakukannya. Menyayat tanpa berani menatap, sampai rasa sakit itu terasa membuatnya berhenti dan menyadari sudah dalam dan banyak sayatan yang ada.

Silet yang entah ia dapatkan dari mana tadi, dilemparnya sembarangan. Atis menutup matanya bersandar di pohon besar.

Flashback on

"ANAK SIALAN!"

Badan Atis terbalik cepat dan menerima tamparan keras dari tangan besar Ayahnya.

Kepalanya tertoleh ke samping. Air matanya kembali menetes meski tanpa isakan dan suara.

Tia, Ibu Atis beranjak dan mendorong Suaminya. "Apa yang kamu lakukan!!"

Hamam tertegun menatap tangannya. "Ma-Maaf Nak."

Atis menatap sinis Ayahnya. Lalu ia maju berdiri di depan Ayahnya.

"Sudah berapa kali aku bilang! Jangan kembali berani menyakiti ibuku dengan sikap brengsekmu itu."

"Atis!" bentak Ibunya.

Atis mengacuhkan Ibunya. Ia masih menatap Ayahnya Marah. "Kau tadi bilang apa? Aku anak sialan? Punya otak nggak sih?! Pikir! Anakmu ini diajari siapa untuk jadi anak sialan Hah?!"

Ayahnya menatapnya marah. "Tutup mulutmu!"

"Kenapa hah?! Apa kau tak mau dengan usiamu itu? Kau sudah punya anak perempuan dewasa! Kau sudah punya dua anak! Tapi.. Apa yang kau pikirkan? Wanita jalang? Selingkuh?"

Hamam mengepalkan kedua tangannya.

"Sudah aku bilang bukan?! Berhenti menyakiti ibuku. Lepaskan dia jika kau tak perlu! Aku akan membawanya pergi dari mu!"

"Apa kau pantas di sebut sebagai seorang Ayah?! Hah?! Apa pantas! Kau bahkan melupakan kewajibanmu sebagai kepala keluarga-"

Plak

Atis memegang pipi sebelahnya. Ia menatap Ibunya tak percaya. "Ibu." lirihnya.

"Siapa yang mengajarimu berkata seperti itu Hah?!" Bentak Ibunya.

Air mata Atis kembali menggucur deras di depan kedua orang tuanya. Selama hidupnya, ini baru pertama kalinya ibunya menamparnya.

"Sudah ibu bilang berkali kali. Tidak baik bicara seperti itu! Ini Ayah kamu! Kamu pikir nggak dosa berbicara seperti itu."

Atis terkekeh lirih. "Dosa?! Bu! Coba tanya sama dia, dosa itu seperti apa Bu?!"

"Atis!"

"Tanya sama dia Bu! Tanya sama lelaki bayangan yang selalu menyakitimu dan membuatmu mendapat banyak masalah seperti ini."

Plak

ATHATIS (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang