-

11.4K 1.4K 89
                                    

DAY II

Keesokan paginya, Nara turun seperti biasanya, berjalan menuju dapur membuat sarapan pagi. Perlu diingat sejak kematian ibunya, Nara tidak pernah namanya sarapan atau makan malam bersama dimeja makan.

"Mau apa non, bibi buatin"ujar maid.

"Gak usah bi, biar saya saja yang buat"balas Nara tak mau merepotkan.

Mengambil roti lalu mengoleskannya dengan selai kacang tak lupa segelas susu coklat hangat didampingi satu buah apel.

Nara membawanya kemeja pantri tak jauh dari sana. Memakannya dengan lahap, tak lama terdengar suara yang membuat sarapan tenangnya berantakan.

"Eh, Nara. Kenapa sarapan disini. Sana kita sarapan bersama-sama dimeja"ujar Lia yang hendak mengambil air.

Nara mengacuhkan perkataan Lia yang sebenarnya hanya basa basi dia saja. Jika tulus mungkin sejak Nara kecil dia bisa melakukan itu, kemana saja dia? Basi

Merasa diacuhkan oleh anak sambungnya, Lia hanya menghela nafas lalu beranjak pergi dari sana. Sehabis sarapan, Nara bersiap-siap pergi berjalan melewati ruang tamu terdengar suara seseorang memanggil dirinya terpaksa membuat dirinya berhenti.

"Apa benar yang diucapkan ana kau telah membuat ulah lagi nara!'teriak Teo marah.

Nara memandang Teo datar, ini orang gk struk marah-marah Mulu.

"Emang apa yang diadukan oleh anak Kesayangan anda ini tentang saya?"

"Kau! Kau tak tahu sopan santun. Begini kau bicara dengan ayahmu!"

"Memang saya menganggap anda ayah saya? Ayah saya sudah meninggal bersama mama saya. Saya anak yatim-piatu perlu anda ketahui!"ucap nara.

Mendengar perkataan Nara Membuat perasaannya serasa ditumpuk batu. Dengan marah dia menampar Nara, "bisa tidak jangan menampar pipi mulus saya ini!"ujar Nara menahan tangan teo menyentuh pipinya.

"Dari pada menampar, saya lebih suka membanting!"ujar Nara tak lama membanting teo dengan keras.

Terdengar ringisan teo dan suara pekikan ibu dan anak itu.
"Mas...."ujar Lia khawatir.

"Papa... Hiks... Papa gak papa"tangis ana

"Nara kamu apa-apaan sih, dia papa kamu. Gak seharusnya kamu melukainya!"ujar Lia marah.

"Oh, begitu. Gimana perkataan anda itu dibalik, saya anaknya gak seharusnya dia main tangan gitu saja Kepada saya yang notabene PUTRI KANDUNGNYA!"ujar Nara penuh penekanan. Aura kebencian begitu menguar ditubuhnya.

"Sebaiknya anda rawat tua Bangka itu, dan ajarin anak anda supaya tahu, tahu derajatnya!"ucap Nara lalu pergi.

Meninggalkan rumah, lalu mengendarai mobil menuju sekolah.
[Ting : seharusnya anda melempar dia Kedinding lalu mematahkan tulang kakinya (˘⌣˘)]

"Belum saatnya, aku lebih suka melihat mereka hidup menderita daripada memberi mereka kematian cepat"jawab Nara menambah kecepatan mobilnya.

***

Jam pelajaran pertama sudah selesai, yeri tidak masuk hari ini karena izin menjenguk neneknya sakit. Merapikan mejanya, Jesi dan farah datang mendekatinya.

SANG PERUBAH TAKDIR {END}✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang