Vote sebelum baca, jangan jadi silent readers❗
Hari ini, pertengkaran antara Ciji dan ayahnya terulang lagi hanya karena kemarin Ciji mengajak teman-temannya belajar di rumahnya, se-sepele itu tapi entah kenapa harus diributkan. Heran.
"Emangnya kenapa sih, Yah? Masalah?" Ciji tak habis pikir saja, ayahnya bisa semarah ini. Padahal tidak ada kesalahan yang ia lakukan. Belajar bersama, apa itu sebuah kesalahan?
"Kenapa kamu harus capek-capek ngajarin mereka? Apa untungnya buat kamu? Enggak ada, Ciji!"
Ciji menatap ayahnya bingung, sejak kapan ayahnya berubah menjadi seperti ini? "Emangnya buat Ayah rugi?"
Pertanyaan Ciji membuat ayahnya terdiam sambil mematap Ciji dengan kilat amarah.
"Salah, kalo aku bantu temen? Menurut Ayah itu sebuah kerugian? Untungnya? Ayah lupa, Ayah pernah bilang sama aku kalo kita harus bantu temen kita yang kesulitan? Kenapa Ayah jadi gini sih, Yah?" Ciji menatap ayahnya kecewa, ia seolah merasa kehilangan sosok ayahnya yang dulu. Ia sedih, orang yang sangat ia sayangi berubah.
"Ayah cuma mau kamu fokus sama diri kamu sendiri. Ayah tidak ingin nilai kamu turun lagi. Bisa gak sih, kamu nurut sama Ayah?"
"Gimana, Yah? Aku gak nurut sama Ayah? Terus aku masuk les matematika sama inggris, dan saat hari libur orang lain pada santai liburan, sedangkan aku harus belajar lagi sama bu Khansa, dan aku harus dapet nilai sempurna. Itu kemauan siapa, Yah?"
"Jadi selama ini kamu melakukan semuanya karena terpaksa? Kamu gak mau Ayah atur kamu ke jalan yang bener?
"Awalnya gitu, tapi setelah aku pikir aku harus nurutin semua kemauan Ayah supaya Ayah bangga sama aku, iya kan? Meskipun aku gak tau seneng apa enggak ngelakuin itu semua."
Sebenarnya Ciji ingin sekali berteriak bahwa selama ini ia tertekan, ia juga terpaksa melakukan semuanya. Ayahnya terlalu mengatur semua kehidupannya, ia tak diberi kesempatan untuk melakukan hal yang ia inginkan. Kadang juga Ciji bingung, sebenarnya ini hidup Ciji apa hidup ayahnya? Kok ayah yang ngatur. Munafik gak sih, Ciji?
Ciji menatap ayahnya kemudian tersenyum, "Aku pamit, Yah. Ayah juga cepet ke kantor, nanti telat." Ciji mencium punggung tangan ayahnya kemudian pergi.
Bibirnya tersenyum tapi hatinya menjerit kesal. Kenapa hal sekecil ini bisa meluas kemana-mana jika sama Ayah? Ayah berubah, sekarang ayah sukanya keributan. Ah sudahlah, capek ngomongin ayah.
.
Ciji diantar mang Edi, tadinya sih mau minta antar ayah, tapi berubah pikiran karena berantem tadi. Ya gengsilah, udah ngelawan minta anter, ya kaliii.
"Pagi-pagi udah ngelamun aja, kesambet setan michin baru tau rasa lo!" ucap Kali dengan suara yang udah kayak toa, berisik. Merangkul Ciji seenaknya dan langsung mendapat tatapan elang dari Ciji yang hari ini entah kenapa sedang sensi.
"Setan michin? Setannya lo kasih nama kesayangan?"
Tiba-tiba kepala Ciji digeplak oleh Kali, Ciji langsung membalasnya karena tak terima. Enak aja, udah difitrahin main geplak aja kepala orang.
"Yakalii, kesayangan gue setan! Kesayangan gue mah Jeahyun." Kali tersenyum lebar di akhir kalimat.
"Kemarin Sehun, sekarang Jaehyun. Serakah lo!" Ciji berjalan meninggalkan Kali.
"Coba sehari saja~~ satu hari saja, kau jadi diriku~~" Kali malah bernyanyi dengan suara emasnya di sepanjang koridor membuat semua pasang mata yang ada di sana menatapnya aneh.
![](https://img.wattpad.com/cover/214795913-288-k19554.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Before You Go
Teen FictionKatanya, masa SMA itu paling menyenangkan. Namun, nyatanya banyak tekanan yang aku dapatkan. Katanya, remaja itu pikirannya bebas, mereka melakukan apa yang mereka suka. Namun, nyatanya jadi anak baik itu tuntutan mutlak. Mana ada kata bebas, bul...