Happy reading
Enjoy.
"Kacau! Kacau!" baru saja Ciji memasuki kelas, ia sudah disambut oleh suara heboh seorang Kali Gaithsaa.
"Apanya yang kacau?" tanya Ciji yang sudah duduk di samping Kali.
"Muka lo kacau banget, aigooo!"
Penampilan Ciji memang terlihat kacau karena semalaman tidak tidur, kantung mata hitam yang melebar, bibir pucat, ditambah dengan langkahnya yang lesu sangat membuatnya terlihat lebih kacau.
"Lo abis gadang ya? Ngapain sih? Maraton drakor?" tanya Kali bertubi-tubi.
"Itu mah elo!" jawab Ciji sinis, sedangkam Kali hanya bisa menyengir karena memang benar adanya.
"Lo kenapa?" tanya Kali, mukanya terlihat serius, entah beneran serius atau hanya akting saja, Ciji tak tahu, pokoknya muka itu tidak cocok untuk Kali.
"Gue kenapa?" Ciji malah menunjuk dirinya sendiri.
"Heol, malah balik nanya!"
"Emangnya gue kenapa? Gue gapapa."
Kali menghembuskan napas kasar. "Gapapa gimana sih? Keadaan lo tuh kek bilang not okay, tapi lo bilangnya it's okay. Kayak judul drama aja tau gak?!" gerutu Kali sambil menautkan dua alisnya.
"Apasih, Kal. Gue gapapa," tegas Ciji.
"Gue tuh, sahabat lo bukan sih, Ji? Lo gak pernah cerita setiap lo ada masalah. Lo selalu nyimpen kesedihan lo sendiri, terus gunanya sahabat itu apa?"
"Gue bilang gue gapapa, apanya yang harus diceritain?"
"Ji, gue tau," ucap Kali penuh penekanan. Ia hanya ingin Ciji terbuka kepadanya, itu saja.
Ciji menghela napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. "Kal, gue baik-baik aja."
"Kenapa? Lo ga percaya sama gue? Atau selama ini memang gue gak pernah dianggap sahabat sama lo?" Kali mulai mengeluarkan isi hatinya. Memang, selama mereka bersahabat, Ciji tak pernah bercerita tentang dirinya atau pun masalah yang sedang ia hadapi. Berbeda dengan Kali, ia selalu bercerita keluh kesahnya kepada Ciji. Menurutnya ini tidak adil.
"Bukan gitu ...."
"Emang gitu. Buktinya, lo gak pernah cerita apapun sama gue, lo selalu nutupin masalah lo dan lo pendem sendiri. Lo pikir gue apa? Huh?!"
"Gue cuma---"
"Cuma apa? Lo bisa ceritain masalah lo ke gue, Ji. Gue juga bisa serius, gue bisa dengerin curhatan lo. Meskipun gue gak ngasih solusi, seenggaknya lo bisa berbagi beban sama gue."
"Gue ... Maafin gue." Ciji menunduk seolah mengakui kesalahannya. Bukannya ia tidak percaya pada Kali, tapi dia tidak ingin membuat Kali merasakan terbebani juga.
"Terserah lo deh." Kali pergi dengan perasaan kecewa dan kesal. Bukan itu jawaban yang ia mau, ia hanya ingin Ciji cerita tentang masalahnya. Memangnya enak memendam masalah sendiri?
.
"Kal---"
Belum sempat Ciji melanjutkan ucapannya untuk mengajak Kali ke kantin, tapi Kali terlebih dulu berdiri dan berjalan keluar kelas. Membuat Ciji kebingungan, apa Kali masih marah soal tadi?
Ciji segara menyusul keluar kelas. Ia dapat melihat Kali berjalan menuju ke kantin. Kali hendak menyusulnya, tapi sebuah suara memanggilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before You Go
Ficção AdolescenteKatanya, masa SMA itu paling menyenangkan. Namun, nyatanya banyak tekanan yang aku dapatkan. Katanya, remaja itu pikirannya bebas, mereka melakukan apa yang mereka suka. Namun, nyatanya jadi anak baik itu tuntutan mutlak. Mana ada kata bebas, bul...