13. Arsenio Felix

555 43 2
                                    

"Gila sih! Ide siapa sih?" Hana menselonjorkan kakinya karena telah berlari jauh. Mereka berhenti di sebuah warung pinggir jalan hanya untuk sekedar membeli minum dan istirahat.

Kali menunjuk Naga dengan dagunya, Naga pun menunjuk Satria. "Dia emang gila."

"Enak aja! Ini juga ide lo!" Satria tak terima.

Ciji diam. Sebenarnya ia senang karena bisa terbebas dari hukuman bu Lia tetapi ia kembali tersadar dan mengingat ucapan ayahnya. Pasti bu Lia akan melaporkannya pada ayah. Tamatlah dia. Kenapa juga dia pasrah saja saat Kali menariknya untuk kabur.

"Ji, kwaenchana?" Kali melihat Ciji yang melamun.

Kwaencahna= tidak apa-apa

Ciji mengangguk. Ia mengerti yang Kali ucapkan karena ia juga sering dengar di drama korea yang ia tonton.

"Iih sama saja, sama-sama lari, bikin badan keringetan!" Ratu terus menggerutu sambil menyeka keringatnya dengan tisu.

Ciji kembali kepikiran, bagaimana berita kaburnya sampai ke ayahnya? Ciji tidak bisa lagi membantu pak June sesuai janjinya.

"Semuanya! Kita balik lagi ke sekolah!" semuanya menatap Ciji tak percaya.

"What? Are you kidding me?" Ratu dan Farah menatap Ciji seolah ia sedang bercanda.

"Ngapain kita capek capek kabur!" ucap Jay diangguki oleh Haru tanda setuju.

Satria hanya menatap Ciji kemudian memandang ke arah lain. Ia mulai terbiasa dengan tingkah Ciji yang seperti ini. Sama halnya dengan Yera, ia hanya menatap Ciji dan kembali menatap ke arah lain.

"Lo gila ya, Ji?" Naga sampai tak habis pikir dengan ucapan Ciji.

"Lo yang gila. Ngapain ngajak kita kabur?"

"Ya udah, lo balik lagi ke sekolah sana!" Naga sudah tersulut emosi. Dari awal Naga memang tidak memberitahu Ciji rencana mereka kabur, ia juga tidak pernah memaksa Ciji untuk ikut kabur dengannya.

Ciji sedikit tersinggung dengan ucapan Naga. Ia segera berdiri sambil menatap tajam Naga, begitu pun sebaliknya. "Percuma kabur juga, kalian bakal tetep kena hukuman."

Ciji meninggalkan warung kecil itu setelah membayar minumannya.

"Percuma ke sekolah juga, lo bakal tetep kena hukuman!" teriakan Naga masih bisa ia dengar. Siapa peduli? Setidaknya ia bisa mencegah bu Lia melaporkannya pada ayahnya.

Ciji menyusuri trotoar dengan langkah lebar. Ia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Ciji tak menghiraukan orang itu sampai orang itu mensejajarkan langkahnya dengn Ciji.

Ciji melirik orang itu sekilas, pandangannya kembali lurus dengan alis yang menyatu mendandakan ia masih kesal dengan kejadian tadi. "Ngapain?"

"Lo nanya gue?" Arsenio menunjuk dirinya sendiri membuat Ciji semakin kesal dengan pertanyaannya.

"Enggak, nanya setan!"

Arsenio terkekeh, sebenarnya ia hanya bercanda tetapi membuat Ciji marah seperti ada kesenangan tersendiri baginya.

"Nemenin lo." kali ini Arsenio menjawab dengan benar.

Ciji tersenyum sinis, "jangan pikir gue orang yang menyedihkan di mata lo."

"Enggak kok," balas Arsenio.

"Enggak apa?"

"Gue gak mikir gitu."

"Terus?"

"Gue mikirnya lo cewek kesepian yang gak punya temen." detik itu juga rasanya darah Ciji mendidih sampai ke ubun-ubun.

Before You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang