"JIIIIII! BOKAP LO DATENG KE SEKOLAH!" teriak Nagarjuna yang membuat Ciji terkejut sekaligus panik. Ia takut ayahnya melakukan sesuatu yang sangat tidak ia inginkan.
Ciji langsung berlari keluar, ingin segera menemui ayahnya. Pasti ayahnya akan melakukan sesuatu, membuktikan bahwa ia tidak akan main-main dengan ucapannya malam itu.
"Jika kamu masih di kelas itu, Ayah sendiri yang akan bertindak."
Dari kejauhan Ciji melihat ayahnya sedang berbincang akrab dengan kepala sekolah. Ah tidak, terlambat sudah. Ciji semakin mengencangkan larinya.
"Ayah, huh...huh...," panggil Ciji dengan napas yang tak beraturan karena habis berlari.
Ayahnya dan kepala sekolah yang hendak masuk, menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Ciji yang kini sedang mengatur napasnya.
"Ayah ngapain ke sini?" tanya Ciji dengan harap-harap cemas.
"Menurut kamu?" ayahnya balik nanya dengan muka tenang.
"Ciji mohon, Ayah!" Ciji meraih tangan ayahnya.
"Apa untungnya buat kamu, hah?" ayahnya terlihat kesal.
Ayahnya mengabaikan Ciji lalu kembali masuk bersama kepala sekolah. Ciji pun ikut masuk. Ia terus berusaha membujuk ayahnya, meskipun ia tahu keputusan ayahnya tidak akan pernah berubah.
"Ayaaah!" Ciji terus merengek meskipun tak dihiraukan sama sekali oleh ayahnya.
Pak June datang lalu menatap Ciji dan ayahnya bergantian. Ia sudah tahu itu ayahnya Ciji.
"Pak June, kita harus bicara," ucap ayahnya Ciji. Pak June hanya mengangguk dan ikut duduk di salah satu sofa panjang.
"Sebelumnya saya ingin bertanya," Pak June mengangguk, "kenapa Ciji dimasukkan ke kelas buangan itu?"
"Ayaahh!" Ciji kembali merengek karena ayahnya menyebut kelasnya kelas buangan. Itu sangat keterlaluan.
"Diam kamu!" Ciji langsung cemberut lalu menunduk.
"Apakah Ciji membuat kasus? Atau nilainya sangat jelek? Sampai dimasukkan ke kelas itu?"
Pak June melirik Ciji yang kini mematapnya dengan tatapan merasa bersalah. "Tidak."
"Lalu kenapa?" ayahnya terlihat menahan marah.
Pak June kembali melirik Ciji yang menggelengkan kepalanya, memberi isyarat untuk pak June agar tidak memberi tahu ayahnya alasan yang sebenarnya. Jika ayahnya tahu, bukan hanya pak June saja yang akan kena marah, anak-anak pasti akan kena juga. Mereka tidak tahu apa-apa.
"Ayah, Ciji janji gak akan bohong lagi sama ayah, Ciji juga janji akan berusaha buat dapet nilai sempurna." ayahnya menatap Ciji tajam tetapi memancarkan kepercayaan akan ucapan Ciji.
Ayahnya menghembuskan napas berat. "Ya sudah, waktu kamu cuma seminggu."
Ciji langsung tersenyum senang, pak June juga ikut tersenyum. Sebenarnya tadi ia akan menjelaskan yang sebenarnya, bahwa dirinya lah yang meminta Ciji untuk pindah ke kelasnya.
Kelas itu memang bisa dikatakan kelas terburuk, tapi bukan kelas buangan. Sekolah ini memang mengurutkan dari kelas terburuk sampai kelas terbaik. Jadi setiap semester berganti, maka ada siswa yang pindah kelas karena nilainya turun atau pun naik. Kalau nilainya jelek atau punya kasus, maka murid-murid di tempatkan di kelas terburuk, seperti kelas 2-1. Berbeda dengan Ciji. Ia masuk kelas terburuk bukan karena nilainya minus atau pun ia punya kasus, melainkan ia hanya membantu pak June mengurus anak muridnya yang sangat ajaib itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Before You Go
Teen FictionKatanya, masa SMA itu paling menyenangkan. Namun, nyatanya banyak tekanan yang aku dapatkan. Katanya, remaja itu pikirannya bebas, mereka melakukan apa yang mereka suka. Namun, nyatanya jadi anak baik itu tuntutan mutlak. Mana ada kata bebas, bul...