Happy reading
Kelas tambahan sudah dimulai oleh pak June yang kini sedang mengajar dengan semangat, berbeda dengan murid-muridnya yang memasang wajah masam. Semua itu karena pak June yang telah merubah formasi duduk mereka. Dan yang paling menyebalkan, Ciji harus sebangku dengan Jay. Di depan Ciji, terlihat Kali yang memunggungi Naga, sedangkan Naga bertingkah bodoamat.
Semenjak Ciji duduk dengan Jay, ia sudah menahan kesal karena Jay yang tidak mendengarkan pak June dan malah bermain game online di ponselnya. Itu sangat membuat Ciji geram.
Karena kesabaran Ciji yang tipis, ia merebut ponsel milik Jay dan dimatikan daya olehnya, lalu di simpan di dalam tasnya.
"APAAN SIH, LO?!" Jay berteriak membuat semua orang yang ada di kelas menatap kepadanya, termasuk pak June.
"Elo yang apa-apaan!" Ciji ikut menaikkan suaranya.
"Jay, Ciji. Ada apa?" tanya pak June menatap keduanya bingung.
Tidak ada yang menjawab, mereka hanya saling melemparkan tatapan kesal.
Jay berdiri dari duduknya, menatap Ciji dengan tatapan membunuh.
"Berhenti atur gue! Kalo lo mau dicap baik atau caper sama guru-guru, lakuin sendiri. Gue gak mau munafik!" Jay seolah berucap hanya ada dia dan Ciji saja, tidak memedulikan jika masih ada seorang guru di sana.
"Jay! Kembali duduk!" Jay mengabaikan panggilan pak June dan terus berjalan keluar kelas.
Ciji menghela napasnya, seolah dengan begitu, rasa sesak di dadanya dapat keluar dan menghilang. Kata-kata Jay cukup membuatnya sakit. Apa salahnya? Jay memang salah, harusnya ia memerhatikan pak June yang sedang menerangkan, bukan malah main game. Apa katanya? Ngatur? Ciji hanya merasa terganggu dengan tingkah Jay yang tidak sopan. Dan, caper? Haha, Ciji bukan orang yang seperti itu. Buat apa?
Ciji melakukan kebenaran, ia tidak menyesal telah melakukannya. Hanya saja, kenapa Jay harus mengeluarkan kata-kata yang membuat hatinya sakit? Jay terlalu berlebihan.
.
Jam sudah menunjukkan pukul enam sore, Ciji duduk sendirian di halte bus. Ciji melirik ke kanan dan ke kiri, berharap ada orang yang juga menunggu bus. Tapi nihil, mengingat jam sekolah sudah berakhir tiga jam yang lalu, pasti semua murid sudah pulang.
Ciji melihat Naga hanya melewatinya. Huufft, Naga kenapa lagi coba? Ciji menunduk sambil memainkan kakinya, namun di depannya ada juga sepasang kaki. Ciji mengangkat kepalanya. Naga. Ya, orang itu adalah seorang Nagarjuna Palupi.
"Ayok pulang." Naga mengulurkan tangannya.
Ciji tak langsung menyambut uluran tangan itu, ia masih bingung dengan tingkah Naga. Tadi bukannya Naga sedang marah kepadanya? Meskipun ia tidak tahu sebab marahnya Naga apa.
"Oh gak mau? Ya udah gue tinggal!" Naga langsung meninggalkan Ciji, membuat Ciji panik seketika dan segera berlari menyusul Naga.
"Ciji! Ji... Jiji! Tunggu!" seseorang memanggil Ciji dengan napas tersenggal-senggal akibat berlari.
Ciji menatap orang itu bingung. Sama seperti Naga, dia tidak benar-benar meninggalkan Ciji. Dia juga ikut penasaran kenapa Haru memanggil Ciji.
"Apaan?"
"Jay mana?"
"Lah, kok lo nanya gue?" Ciji kebingungan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Before You Go
Dla nastolatkówKatanya, masa SMA itu paling menyenangkan. Namun, nyatanya banyak tekanan yang aku dapatkan. Katanya, remaja itu pikirannya bebas, mereka melakukan apa yang mereka suka. Namun, nyatanya jadi anak baik itu tuntutan mutlak. Mana ada kata bebas, bul...