Ciji baru saja pulang. Entah kenapa hari ini sangat melelahkan baginya. Ia hendak berjalan ke kamarnya, tapi pandangannya kini teralih pada sosok yang menatapnya dengan khawatir.
Bunda, ia menghampiri Ciji dan menangkup wajah Ciji yang penuh lebam. Ia terkekeh, "kamu kangen berantem ya?"
Ya, dulu Ciji memang tak jauh dari kata berandal. Gadis dengan emosi yang labil, mudah terbawa amarah, dan hidup sesuai keinginannya. Jika dibandingkan dengan sekarang. Sangat jauh berbeda.
Ciji menatap bundanya sedikit bingung. Ia tak menjawab. "Bunda dapet surat panggilan dari sekolah."
Mata Ciji membulat sempurna, tentu saja ia terkejut. "A...a...apa, Bun?"
"Gak ada gitu lawannya selain sahabat sendiri?" Ciji tidak perlu takut bunda akan memarahinya, karena itu tidak akan terjadi. Bunda adalah sosok yang sangat tenang, ia tak pernah memarahinya apalagi membentaknya.
"Dia bukan sahabat aku."
Bunda terkekeh mendengarnya. Ia memang tahu apa yang terjadi pada putrinya dan Adara hingga mereka sampai memutuskan hubungan persahabatan.
"Masih nyalahin Dara?"
Ciji menggeleng, "aku gak mau bahas dia."
Bunda mengangguk mengerti, "kamu bersih-bersih dulu, nanti Bunda obatin luka kamu."
Ciji hendak pergi, tapi ia teringat sesuatu, "Bunda."
Bunda yang masih di sana menatap Ciji, "kenapa?"
"Ayah belum pulang?"
"Ayah lembur. Kamu masih bisa santai dulu, gak tau besok." bundanya terkekeh membuat Ciji cemberut.
Jika saja ada ayahnya ia pasti sudah dimarahi dan dibentak-bentak. Hhh, Ciji harap ayahnya akan sedikit lembut kepadanya. Ah itu hanya sebuah harapan, semoga saja terjadi.
***
"Bun, aku mau ke minimarket sebentar." Ciji sudah siap keluar dengan pakaian santainya. Ia mengenakan sweter karena udara malam ini sangat dingin.
"Iya, jalannya ke pinggir jangan ke tengah." Ciji terkekeh kemudian mengangkat jempolnya tinggi-tinggi.
Ciji berjalan dengan santai, ia memasukkan tangannya kanannya ke saku training yang ia pakai sambil menikmati udara malam. Menyejukkan.
Jarak minimarket dan rumahnya tidak terlalu jauh, jadi ia berjalan kaki. Lagi pula ini belum terlalu malam untuk pergi sendiri.
"Selamat datang, selamat berbelanja."
Suara itu menyambut saat Ciji masuk. Sebentar, Ciji tidak asing dengan suara itu. Ciji langsung mengangkat kepalanya, melihat ke arah kasir, ke arah suara itu berasal. Ia sedikit terkejut setelah melihatnya.
"Yera, lo kerja di sini?" Ciji mendekat ke meja kasir, Yera tampak terkejut melihat Ciji. Tadi dia menyambutnya tanpa melihat siapa yang masuk.
"Iya."
"Oh gue baru tau." Ciji mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Lo udah lama kerja di sini? Kok gue baru lihat?"
"Gue baru di sini." Ciji kembali mengangguk.
"Yaudah, gue belanja dulu." Ciji langsung pergi. Ia tidak tahu lagi harus mengobrol apa dengan Yera karena mereka memang tak dekat dan sepertinya Yera tidak suka kepadanya.
Ciji hanya membeli beberapa makanan ringan, coklat dan susu kotak. Stok camilannya di rumah sudah habis. Ia berjalan ke kasir, yang hanya ada Yera di sana. Minimarket ini kecil, jadi mungkin tidak usah banyak karyawan pun masih bisa ditangani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before You Go
Ficção AdolescenteKatanya, masa SMA itu paling menyenangkan. Namun, nyatanya banyak tekanan yang aku dapatkan. Katanya, remaja itu pikirannya bebas, mereka melakukan apa yang mereka suka. Namun, nyatanya jadi anak baik itu tuntutan mutlak. Mana ada kata bebas, bul...