Chapter 6 : Cafe Part 1

4.3K 462 3
                                    

Orang-orang sering bilang kalo kamu meninggal, kehidupanmu akan diulang secara singkat seperti film dengan peristiwa pahit atau manis ditunjukkan dalam durasi yang lebih lama daripada hari-hari biasa lainnya.
Tiba-tiba mataku melihat suatu layar besar dengan skenario yang familiar.
'Ah... lihat itu, saat kedua orang tuaku bertengkar sambil melempar piring. Yap, Ayah keluar rumah dan ibu merapihkan baju-bajunya kedalam koper. Pada akhirnya mereka berdua meninggalkan diriku.'
Adegan dalam layar itu terus beganti.
'Ah Leira... Leira mabuk'
Setelah adegan terakhir Leira mabuk dan mendorongku, layarnya berkedip untuk terakhir kalinya dan disitu terlihatlah sebuah Batu nisan yang terbuat dari marmer.

"I-i-melda Wright?!" Gumaman ku lebih terdengar seperti teriakan tanpa suara yang biasanya terjadi di mimpi. Adegan ini sungguh menyedihkan. Semua orang memakai baju hitam. Aku melihat Leira menangis terisak-isak sampai kelopak matanya menghitam. Para karyawanku juga meneteskan air matanya. Diluar dugaan langit sangat cerah namun udaranya murung.

"Inilah kisah hidupmu yang meninggal karena ambisi. Apakah kamu sudah mengerti akan kebijakanku?"

Suara besar dan kekal itu bergema di kedua kupingku. Suaranya datang dari segala arah. Aku yang terdiam berpikir keras. Apakah benar aku sudah meninggal? Lalu siapa itu Vianca Alteria yang aku alami tadi? Kalau ini mimpi lalu apa itu?

"Terimalah realita barumu dari kebijakan yang Kuperintah. Buktikan bahwa karyamu memang layak mengubah dunia. Buktikan bahwa kamu bukan mahluk haus uang dan ketenaran. Tinggali ambisi mu dan hiduplah baru dengan karyamu."

Mata merahku terbuka dan aku langsung terbangun dari ranjang. Jendela yang dibuka Elise bersinar matahari pagi. Aku Imelda Wrig- bukan, Vianca Alteria, ini lah realitaku. Aku mau tidak mau percaya dengan yang namanya reinkarnasi, tapi disebut reinkarnasi pun juga kurang tepat. Fenomena ini lebih tepat disebut jiwaku tertukar. Ah, aku tidak tahu lagi deh! Pokoknya ini hidup baru ku. Aku akan hidup disini dengan tubuh ini, tetapi dengan kesadaran dan jiwa lamaku. Karena Tuhan sudah memberi kebijakan untuk menghidupkan kembali diriku, marilah kita memulai revolusi budaya yang belum tercapai!

"Nona kamar mandi sudah siap dipakai."

"Ah!" Aku menanggkat tangan kanan ku atas ke langit seperti semangat kemerdekaan.

Di depan bak mandi ku terdapat cermin yang baru kusadari hari ini. Setelah dilihat-lihat lagi, mukaku cukup rupawan. Elise mencuci rambut perakku yang panjang dan aku menyentuh pipiku sendiri yang sangat halus.

"Elise, tolong ceritakan tentang keluarga ku, ah tidak, tolong ceritakan semua tentang kerajaan ini, mulai dari Sejarahnya sampai dengan kebudayaan masyarakat kecilnya."

Elise yang mulai terbiasa dengan sikap nonanya yang berubah drastis mulai bercerita panjang lebar tentang kerajaan ini, Kerajaan Aephraisa.

Kerajaan Aephraisa merupakan kerjaan raksasa yang makmur selama bertahun-tahun tetapi pada tahun ini lahirlah raja yang cuek. Untungnya sang raja melahirkan seorang pangeran yang pekerja keras. Hampir semua pekerjaan sang raja dilempar ke tangan si pangeran. Di tangan pangeran yang dijuluki, putra mahkota muda, negara ini kembali makmur. Perekonomiannya membaik, politik kembali stabil, serta kehidupan masyarakat aman tentram.

Masyarakat menengak keatas pada umumnya, sering mengadakan perjamuan sedangkan kaum awam sering mengadakan festival. Para lelaki menengah keatas bekerja sebagai pembisnis atau mentri sedangkan lelaki pada umumnya bekerja sebagai pedagang dan buruh. Para perempuan menengah keatas suka mengadakan pesta teh megah sedangkan perempuan pada umumnya suka berkumpul di cafe cantik.

"Terutama cafe cantik di Jalan Antheton East! Sayang sekali toko itu sudah tutup."

"Ah aku tahu! Aku akan membuka cafe baru di tempat tersebut!"

"Apa?!"

The Villainess Did a RevolutionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang