Chapter 17 : Karya Part 5

3.1K 354 8
                                    

Rambut perak yang sedang diikat. Mata merah ceria. Senyuman manis. Vianca Alteria.

Pria bertudung hitam tersebut bengong terpesona bak tersihir. Matanya tidak berkedip sedetikpun dan menatap wanita tersebut. Sampai akhirnya Vianca tersebut berjalan dan lepas dari pandangan pria tersbut.

Kesadarannya kembali lalu secara spontan berdiri membayar birnya dan pergi keluar bar. Ia berjalan menuju arah Vianca seperti mengejarnya dari kejauahan.

'Huft ada apa dengan kakiku yang berjalan dengan sendirinya? Aku tidak mengerti.'

Pria bertudung itu bingung dengan kakinya yang berjalan dengan sendirinya. Rasa kaki yang bergerak otomatis ini sama seperti waktu itu. Waktu dimana ia yang berlari ke toko sepatu untuk membelikan wanita itu sepatu.

'Ah, kalau aku ketahuan mengikutinya, apa yang harus aku lakukan? Alasan apa yang perlu ku katakan?'

Sambil berjalan membuntutinya, pria tersebut berpikir keras alasan agar ia dapat bertemu lagi.

'Ini dia!'

Ia meremas-remas kantongnya dan menemukan sapu tangan Vianca yang tidak sengaja terjatuh dulu.

Setelah berjalan cukup lama, Vianca masuk ke sebuah Cafe sendirian.

Pria tersebut juga ikut masuk ke dalam cafe itu kemudian duduk disebelah mejanya yang dibatasi tanaman hias.

Vianca memesan teh dan pria tersebut memesan kopi.

--------------------------------------------------------------

'Hah... awal pembangunan cafenya sudah selesai.'

Aku menghisap tehku sambil melihat langit siang yang cerah. Momen ini adalah momen dimana aku bersantai dan merefleksikan diri.

Aku lebih rileks merefleksikan diri di cafe karena di rumah penuh dengan suasana buruk dan gangguan Yvonna.

Kemudian aku terpikir tentang suara agung di hari lalu. Apakah aku tidak boleh meraih kesuksesan dengan karyaku? Apakah aku tidak boleh mengerjar ambisiku? Ambisi untuk menjadi orang sukses yang terkenal. Orang sukses yang kaya raya...

Hidup masa laluku pahit. Pahit sekali. Perkembanganku yang lambat merupakan sumber masalah. Kedua orang tuaku tidak sanggup membesarkan diriku yang bodoh ini, bahkan aku juga dicurigai sebagai anak autis. Dan karena ego nya masing-masing, mereka mulai saling menyalahkan dan bertengkar. Hingga waktu memutuskan mereka untuk bercerai.

Seluruh keluarga pihak ibu dan ayahku mengetahui betapa susahnya mendidik aku yang bodoh, karena itu mereka tidak ada yang mau mengurusiku. Aku ditinggal di depan pintu panti asuhan saat tengah malam oleh paman. Tepat deitk itu, walau aku bodoh, aku tidaklah pengecut yang cengen. Aku ingin membalas dendam terhadap mereka.

<'Aku akan menjadi orang sukses yang kaya raya!'>

Tuhanpun memberi peluang bagiku. Panti asuhan yang ada depan mataku ini membuka jalan bagiku.

Ibu panti asuhan merawatku dengan sabar dan menebukan bakat tersbunyiku tentang imajinasi ruang. Sejak saat itu, aku diajarkan menggambar dan mulai tertarik dengan dunia arsitektur. Sampai akhirnya aku dapat menguliahkan diri sendiri, bekerja di perusahaan besar, serta memenangkan award skala dunia.

Mimpi balas dendamku terwujud akan tetapi hanya bertahan beberapa hari.

'Huft sepertinya inilah saatnya aku benar-benar lepas dari masa laluku dan menatap masa depan.'

Kembali ke realita, aku tidak sengaja mendengar obrolan para perempuan bangsawa di depanku.

"Ah, tahun ini kan tahun debutnya Putra Mahkota! Kalian pasti penasaran dengan wujud Sang Putra Mahkota kan!"

The Villainess Did a RevolutionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang