Chapter 3 : Vianca Alteria part 2

6K 549 5
                                    

"N-n-nona memilih baj- ?! tidak tidak... apakah nona benar benar sakit? Sepertinya nona benar-benar sakit!"

Vianca memiringkan kepalanya sambil melihat wanita itu dengan kebingungan. 'Emang kenapa aku milih baju sendiri? Dan kenapa kamu tanya lagi aku sakit atau tidak?'

"Kamu, siapa namamu?"

"Eeeh? Nona lupa?" Wanita itu menghela nafas "Aku Elise, nona... Pembantu pribadimu..."

"Hoooh, oke, Elise. Aku tidak sakit dan lain kali aku saja ya yang mrmilih bajuku untuk dipakai."

Wanita itu, Elise, kaget sekaligus ragu karena silap Vianca yang terbalik 180°. Vianca bersikap tegas dan berpendirian... 'Ada apa yang terjadi kepada Nona Vianca??'

"Baik nona..."

Vianca masuk kamar mandi diikuti Elise.
"Elise, ngapain kamu masuk ke kamar mandi?"

"Tentu untuk membantu nona mandi. Nona kan selalu dibantu untuk mencuci rambut panjang nona."

"Hah?! Apaan si? Aku ga butuh bantuan semacam itu kok. Sudah keluar saja."

Elise tidak habis pikir dengan perubahan Vianca dan keluar kamar mandi dengan pikiran melayang layang. Kamar mandinya luas dan sangat mewah, tetapi jauh dari selera estetika Vianca.
'Idih norak bgt di kamar mandi dibuat ukiran dinding gak jelas...'
Setalah dilihat-lihat tubuhnya Vianca ini kurus, dan pendek. Dipandang dari segi fisik ini mungkin Vianca berumur 15 tahun. Keseluruhan, Vianca mrupakan anak perempuan yang rupawan akan tetapi terlalu kurus dan kecil. Vianca keluar kamar mandi dengan handuk dan melihat Elise menyiapkan berbagai make up di meja riasku.

"Elise, kenapa ada riasan muka sebanyak itu di meja riasku?"

"Eeh? Nona kan harus merias diri untuk keluar kamar!"

"Iiih, ogah ga mau!"

Vianca mendobrak pintunya lebar dan keluar dengan injakan kaki yang besar.

"Nona! Tolong perhatikan cara bicara nona! Nona harus bersikap sopan selalu!" Elise keluar kamarku menutup pintunya kemudian mengikutiku dibelakang. Diluar kamarku ada lorong panjang yang dipenuhi dengan lukisan, patung, serta dinding putih berukiran yang lebih kompleks daripada kamarku.

"Huft, ini sih terlalu banyak hiasan. Akan tetapi setidaknya dinding ini berwarna putih, buakn pink..."

gumaman ku terdengar oleh Elise yang berada selangkah dibelakangku

"Nona, apakah nona tidak menyukai lukisan dan patung ini?"

"Hng? Ya begitulah... Tidak berguna. Pasti repot sekali untuk merawatnya. Makanya lukisan dan patung ini tidaklah efisien bagi sang penghuni rumah."

Elise kaget mendegar perkataan diluar dugaan tersebut. Mana mungkin anak perempuan bungsu keluarga Marquis Alteria yang dijuluki boneka porselen ini bisa berpikir tentang urusan rumah tangga, terutama urusan para pembantu. Elise terdiam dan kehabisan kata-kata.

"N-nona... meja makan ada di bawah. Nona ingin kemana?"

Vianca terhenti membeku dan menjawab,
"E-eh... I-iya ya... hahahaha"

Mereka turun tangga dan masuklah ke meja makan. Disana terlihat 3 manusia asing yang sedang duduk.

"Vianca! Kenapa kamu telat sekali? Ayah dan ibu sudah sampai di meja makan!"

"Hah? Gitu ya..."

Yvonna Alteria, anak pertama dari Marquis Alteria dan juga kakak perempuan Vianca, cemberut melihat adiknya yang tidak taat peraturan.

Vianca duduk dan menjalani makan paginya bersama sang marquis, istrinya dan kakaknya. Makan pagi hampir selesai dan keluarlah lontaran kata dari sang kakak,

"Hm? Tumben Vianca, kau memakai baju yang tidak imut dan tidak memakai riasan muka apapun. Kalau kamu melakukan hal ini, mana ada laki-laki yang mau menikahimu... aku khawatir terhadap adikku ini..."

'Hah? Apa apaan ini? Khawatir macam apa itu?' Ketimbang khawatir, itu lebih jelas disebut sindiran, atau bisa juga hinaan tersembunyi.

Istri sang marquis, marchioness Sasha Alteria, menambah, "Jangan khawatir Yvonna sayangku. Adikmu ini pasti akan mendapat laki-laki yang baik dan bijaksana kelak di masa mendatang.

"Tapi Ibu! Kalau Vianca bersikap seperti ini terus meneru-"

"Tenanglah kak, aku bisa mengurus diri sendiri dengan baik. Kakak tidak perlu mengkhawatirkan masalah pernikahaan ku di masa akan datang."

Yvonna terhentak dan mukanya shock melihat mata tegasnya Vianca. Mata tegas seperti itu tidak pernah satu kali pun muncul dari seorang Vianca Alteria. Layaknya boneka porselen, biasanya Vianca mengangguk-angguk dengan tatapan murung tanpa berkata sekatapun. 'Ada apa dengan bonekaku?!'

Sang marquis yang akhirnya turun tangan dari atmosfer tegang ini berkata dengan tegas,

"Yvonna, Vianca sudah cukup cantik tanpa baju imut dan riasan muka, jadi kamu tidak perlu khawatir sama sekali. Lalu Vianca, tolong jangan memotong perkataan kakakmu ini. Jangan menciptakan kebiasaan buruk baru."

Pada akhirnya Sang marquis tidak memihak kepada siapapun. Ia hanya memperbaiki apa yang harus diperbaiki. Sesuai dengan rumornya yang berkata bahwa Marquis Alteria merupakan orang yang tegas dan bijaksana. Yvonna yang malu karena ini pertama kalinya ia ditegur. Ia berdiri dari kursinya dan dengan muka gelap pergi meninggalkan meja makan

"Saya izin mengundurkan diri karena tidak enak badan."

"Hm, baiklah mari kita akhiri perjamuan makan pagi ini." Sang Marquis yang seharusnya keluar terlebih dahulu, berdiri mengambil jas dari pelayannya dan keluar meja makan bersama istrinya.

The Villainess Did a RevolutionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang