Chapter 12 : Investor Part 3

3.5K 428 4
                                    

Aku adalah Aenon von Dravidus, anak tunggal dari Raja Harven von Dravidus dan Ratu Anastasya von Dravidus. Aku juga merupakan Putra Mahkota yang dirumorkan.

Banyak cerita bahwa Sang Raja merupakah seorang pemabuk yang cuek terhadap rakyatnya, mempunyai banyak selir dan Ratu yang sekarang bukanlah istri kesayangannya.

Percaya atau tidak, keadaan sebenarnya lebih buruk daripada yang rakyat jelata rumorkan.

Ayah dan ibuku yang sebenarnya meninggal dibunuh keluarga bibiku dari pihak ibu. Haus tahta, kekuasaan, dan kekayaan, itulah yang ada di pikiran bibi dan pamanku yang sekarang ratu dan raja kerjaan Aephraisa.

Selain itu semua yang dirumorkan benar. Pamanku seroang mata keranjang yang lugu, oleh karena itu banyak selir yang keluar masuk kamar tidur raja.

Sedangkan bibiku, wanita licik dan kejam. Kebodohan pamanku dimanipulasi oleh bibiku dan semua otoritas raja diambil alih bibiku.

Jadi pendeknya, raja di kerajaan Aephrasia hanya sebatas lambang negara, sedangkan segala urusan kenegaraan ada ditangan ratu. Selain urusan kenegaraan yang penting semua dilimpahkan kepadaku.

Begitulah cerita gelap yang tak seorang pun mengetahuinya.

--------------------------------------------------------------

"Nona kenapa menenteng sepatu hak yang seharusnya nona pakai? Sepatu apa yang nona pakai?"

"Ah, ini, sepatu yang diberikan Putra Mahkota."

"Putra Mahkota? Lelaki berambut coklat dan bermata hitam bukanlah Putra Mahkota, nona!"

'Iya aku tahu jelas Putra Mahkota berambut hitam bagai langit malam dan bermata ungu cemerlang bagai batu amethyst. Akan tetapi, apakah Elise buta dan tidak dapat melihat fitur eksotis seperti itu di depan matanya? Kenapa ia melihat lelaki itu dengan rambut coklat dan mata hitam?'

Tenggelam dalam danau kebingungan, Vianca memutuskan untuk menutup bibirnya.

--------------------------------------------------------------

Siang sore berlalu dan surat balasan dari sang informan tidaklah menunjukkan hal positif. Ia mengembalikan uangnya dalam bentuk cek dan tertuliskan bahwa ia tidak dapat menemukan penyihir handal yang ingin menerima tawaranku.

"Hah, bagaimana ini Elise kalau kita tidak menemukan penyihir untuk membangun cafeku? Apakah aku cari saja buruh untuk membangun cafeku? Tetapi pembangunan dengan sihir lebih efektif."

Elise yang gelisah melihatku berbaring di tempat tidur sambil mengerutkan dahiku mulai membuka mulutnya. Bulan di langit malam terlihat terang tetapi pikiranku tidak.

"Nona, saya percaya kepada nona tetapi tolong jangan beri tahu siapapun tentang hal ini yang aku akan bicarakan."

Aku langsung terbangun dari posisi tidurku dan duduk bersila di ranjang sambil mengangguk-angguk.

"Sebenarnya nona aku adalah Elise Melativa."

"Ooh kamu dari keluarga Melativa? Keluarga Baron? Viscount? Count?"

"Keluarga Melativa! No-"

Elise yang terdiam melihat muka nonanya yang tanpa kejutan sama sekali teringat bahwa Nona Vianca bukanlah Nona Vianca yang dulu ia layani.

Sejak satu bulan yang lalu, saat membuka pintu pink besar itu, Nona Vianca tidak mengingat apapun yang seharusnya ia tahu dengan baik. Bisa juga disebut sebagai amnesia. Ditambah lagi Nona Vianca berubah total, seakan dirasuki orang yang tidak dikenal. Elise menunduk dengan muka murung.

"Keluarga Melativa merupakan keluarga yang terkenal akan melahirkan penyihir-penyihir terhebat di benua. Aku, putri kedua keluarga Melativa, dikirim keluargaku untuk membantu perang di kerajaan tetangga pada umur 12 tahun. Untuk kabur dari keluargaku yang gila hormat sampai mengirimkan putri 12 tahunnya untuk perang, aku lari ke hutan meninggalkan pistol sihirku. Semua orang berpikir aku telah meninggal akan tetapi aku pergi jauh ke daerah selatan dan memulai kenbali hidup sederhana disana. Sekarang aku mendapatkan pekerjaan tetap yang cukup memuaskan, yaitu pelayan pribadi putri bungsu keluarga Marquus Alteria."

Vianca yang tersentuh mendengar cerita pahit Elise memeluk Elise yang berdiri di dekat kasurnya. Vianca tahu sekali rasa pahit itu. Seperti di kehidupan sebelumnya.

"Ah nona jangan menangi-"

"Baguslah Elise! Kalau begitu tolong bantu aku membangun cafeku!"

Diluar dugaan Elise, Vianca tidak meneteskan air mata haru sama sekali.

"Ah, nona tidak menangis?"

Muka Vianca serius dan menatap Elise

"Elise, kita manusia harus belajar menatap masa depan. Biarkanlah masa lalu ada di masa lalu. Tidak ada yang perlu ditangisi. Sebaliknya jika kau ingin menatap masa lalu, tataplah dengan penuh kebanggaan!"

Elise tersentuh mendengar kata-kata Vianca dan matanya mulai berkaca-kaca.

"Ayolah hei, jangan menangis..."

Mata Elise memerah dan air mata bercucuran. Elise mengucek-ucek matanya dan mencoba membuka mulut.

"Hiks, hiks... Ba-baiklah nona. Aku akan membantu nona membuat cafe nona. Aku juga akan melindungi dan merawat nona selamanta."

"Baiklah Elise. Akan tetapi, aku juga dapat merawat diriku sendiri Elise jadi kau tidak perlu terlalu khawatir kepadaku."

Elise yang terus mengucek-ngucek matanya mengangguk.

Malam ini, dilewati dengan tangisan haru Elise dan aku yang mengusap-usap kepala Elise dengan tenang.

The Villainess Did a RevolutionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang