BAB 38 - Fraeclarus

282 54 0
                                    

🌼HAPPY READING🌼
jangan lupa vote & komen

•••

"Seneng banget gue bisa makan semeja lagi sama kalian, apa lagi ada Bunga juga," ucap Salma dengan tersenyum.

"Yoi, kalau gini terus gue suka banget sal," balas Roni. "Keenakan lo nya ron, Bunga yang bangkrut dong," ucap Salma dan Bunga hanya tersenyum.

Bunga mentraktir mereka karena merayakan kembalinya Bunga di sekolah ini. Di meja itu ada Bunga, Salma, Via, Wira, Roni, Bayu, dan Tomy. Biasanya akan ada Rangga, namun saat ini tidak.

Mereka sudah tak mendukung apa yang Rangga lakukan. Roni yang biasanya bersama Rangga pun memilih bersama Wira karena sadar apa yang dilakukan Rangga sangat salah.

Di balik keceriaan mereka, ada kesedihan di wajah Rangga. Dari meja lain, Rangga telah mengamati mereka semua. Ia ikut bahagia karena melihat Bunga tersenyum.

Tak sengaja Bunga menoleh dan menatap Rangga beberapa detik. Bunga langsung menunduk dan meminum es tehnya. Dia akan berusaha melupakan Rangga dan semua kenangannya yang melibatkan laki laki itu.

Tak ada ada lagi kebohongan setelah ini jika Bunga menjauhinya. Bunga saat ini hanya ingin fokus belajar saja, dia sudah kapok dengan namanya jatuh cinta.

Banyak orang yang bilang jika masa SMA adalah masa masa indah karena mereka bisa merasakan apa yang namanya jatuh cinta. Namun jatuh cinta telah membuat hati Bunga teriris perih.

"Bunga lo kenapa?" Tanya Roni yang melihat raut wajah Bunga telah berubah.

Bunga menggeleng dengan cepat. "Enggak kok, gue gak papa," jawab Bunga dengan tersenyum. Roni hanya mengangguk pelan, dia pun menoleh ke arah terkahir yang Bunga lihat.

Ternyata ada Rangga di sana. Roni hanya menganggukkan kepalanya kerena paham, Bunga seperti itu karena ada Rangga di sana.

•••

"Bapak besok sudah bisa pulang kok, untuk resep obatnya sebelum pulang diambil di ruangan saya ya," ucap Gavin kepada keluarga pasiennya.

"Iya dokter," balas mereka dengan tersenyum.

"Saya permisi dulu." Ucap Gavin dengan tersenyum dan mereka mengangguk.

Gavin pun membuka pintu ruang rawat pasiennya dan keluar dari sana. Mata Gavin membulat ketika melihat Amel sedang berjalan di koridor, sepertinya Amel baru saja masuk ke rumah sakit.

"Gawat," ucap Gavin dan pergi ke arah lain untuk menghindari Amel.

Gavin tau pasti Amel akan pergi ke ruangannya, maka dari itu ia akan pergi ke arah lain yang memungkinkan dirinya tidak bertemu dengan Amel.

Amel yang berjalan pun terlihat sangat senang sembari membawa rantang untuk makan siang Gavin seperti biasa. Namun Gavin telah menolak Amel beberapa kali, gadis itu tak juga kapok dengan bentakan Gavin. Dia masih saja datang untuknya.

"Gavin aku bawain kam-"

Ucapan Amel terpotong karena Gavin tak ada di ruangannya. Amel sangat tau, biasanya jam segini Gavin lebih suka duduk di ruangannya dari pada pergi keluar.

"Gavin!" Panggil Amel dengan mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

"Sus, lihat Gavin gak?" Tanya Amel pada suster yang lewat di sana. "Tidak mbak," jawab suster itu dan Amel mengangguk.

Amel menggigit ujung jarinya seperti biasa jika dia kebingungan. "Gavin di mana sih? Oh telfon aja kali ya," ucap Amel pada dirinya sendiri.

"Iya aja deh," lanjutnya dan mengambil ponselnya dari dalam tas yang ia bawa.

Dia mencari nomor Gavin dan menelfon Gavin, Gavin tak mengangkat telfonnya membuat Amel geram sendiri. "Kok gak diangkat sih, Gavin di mana coba. Ahhh!" ucap Amel dengan mematikan ponselnya.

"Males!!! Males!!! Males!!!" Teriak Amel dengan menatap satu arah ke depan.

Amel pun mendengus dan pergi dari sana. Tak ada gunanya lagi dia di sana karena tak ada Gavin. Satu satunya alasan Amel masih ingin ke rumah sakit adalah Gavin, tapi saat ini laki laki itu tidak ada.

Di tempat lain yang masih satu pekarangan, Gavin tengah menatap sebuah batu yang ada di depannya.

Batu itu tidak bergerak, tidak bernafas, tidak merasakan. Tak sama dengan dirinya, jika Gavin menjadi batu itu maka dia akan sangat tenang tanpa gangguan.

Tiba tiba saja Gavin tersenyum dan mengingat senyum Bunga di cafe saat itu. "Cewek itu buat gue rindu berat aja," ucap Gavin dengan tersenyum mengingat senyum manis Bunga.

Gavin menggeleng gelengkan kepalanya ketika terlalu mengingat Bunga. Mungkin dia telah dibuat jatuh cinta oleh gadis itu, siapa saja akan langsung jatuh cinta dan tertarik pada Bunga. Namun semuanya ada di tangan dan hati Bunga untuk masalah itu, dia juga yang akan menjalani semuanya nantinya.

"Coba aja Amel kayak Bunga pasti gue masih sayang sama dia. Tapi sayangnya dia gak bisa jaga cinta dan perasaan gue. Berbulan bulan bahkan hampir satu tahun gue suka sama dia, dan dalam waktu semalam dia hancurkan semuanya."

"Apa move on gue udah berhasil ya? Kenapa gue jadi mikirin Bunga gini? Apa bener kata Gadis kalau Bunga jadi pelampiasan gue? Kayaknya enggak deh, gue berhasil lupain Amel kan sebelum gue kenal sama Bunga."

Gavin sedikit berpikir dengan ucapannya itu. Dia malah menggeleng gelengkan kepalanya. Dia pusing dalam masalahnya saat ini, Gavin hanya ingin kehidupannya normal seperti semula.

Gavin menoleh ke kanan dan ke kirinya untuk waspada tentang keberadaan Amel. Sepertinya dia tak mencari Gavin. Senyum Gavin mengembang ketika melihat seorang gadis yang baru saja pergi dengan taksi, siapa lagi jika bukan Amel.

"Akhirnya Amel pergi," ucap Gavin dengan tersenyum lega.

Gavin pun berdiri untuk kembali ke ruangannya. Jam istirahat hanya satu jam saja sedangkan dia belum makan atau minum sejak keluar dari ruang rawat pasiennya itu.

•••

Jangan Lupa Vote dan Komen
Original by Dila Nur Hikmah
Kamis, 6 Agustus 2020

Jangan Lupa Vote dan KomenOriginal by Dila Nur HikmahKamis, 6 Agustus 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

NO COPY!!!
PLAGIAT harap Minggat!!!

Fraeclarus [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang