"Permulaan ini adalah awalan kisah yang tak pernah gue inginkan. Dan gue, benci dengan permulaan pada kisah gue!"
-Wardah Cantika***
Ehemmm.
Deheman seseorang membuat Caca tersentak. Ia memutar badan dan bersiap untuk mengomeli orang yang sudah mengganggu aktivitas paginya ini.
"Eh eh bang Jono, ngapain eham ehemm hah?! Keselek batu akik? Iya? Dasar orang nggak tau sibuk!" cerocos Caca panjang.
"Wait, wait. Gue yang seharusnya marahin lo dong! Ini kan kawasan gue, siapa yang berani ganggu wilayah gue bakal gue depak! Lagian lo sibuk ngapain? Nyontek! Itu namanya kesibukan?! Dasar sengklek, mana berserakan sampai meja gue lagi!" kesal Adib dengan emosi yang mulai terpancing.
Tahu kalau Adib orang cuek tapi kalau disenggol dikit ngomongnya kayak burung perkutut, Caca memilih untuk melanjutkan kegiatannya tanpa berpindah tempat, bodo amatlah bentar lagi bel. PR kelar itu di nomor satu kan dulu.
"Hehh tukang urut, kok nggak pindah sih," tanya Adib lagi, dengan kesal tentunya.
"Mata itu punya fungsi, jadi dimanfaatin sebelum buta. Nggak lihat gue lagi sibuk apa! Dasar cumi darat!" ketus Caca tanpa beralih sedikitpun dengan kegiatan menyalin tugas temannya.
Adib yang kesal membalasnya dengan menarik rambut Caca yang dikucir menjadi satu. Ia sedang malas bicara sebenarnya, tetapi Caca marica heihei ini mengajaknya perang dunia ketiga. Ya tentu dia jabanin.
"Ehh Dib apaan sih lo. Dasar temen biadib emang lo yah." Seru Caca sambil memegangi kepalanya yang terasa nyut-nyutan.
"Gue pengin duduk," balas Adib dengan penuh penekanan.
Seketika Caca mengubah ekspresi dari muka bengis ke muka sok imut. Karena ia tahu, dari nada bicara Adib yang sudah berubah menjadi judes itu tandanya Adib bisa saja mengamuk.
"Dib ya ampun lo cakep banget hari ini, suer deh, mirip Jefri Nichol! Oh iya, jadi berhubung Mira belum ngerjain PR nomor 5, gue nyontek yah, mayan loh Dib, amal jariyah. Pliis nanti gue geser duduknya deh." Puji plus mohon Caca dengan muka di melaskan agar Adib menuruti kemauannya.
"Nggak. Minggir atau tendang?" Adib bertampang lempeng. Seorang Adib mana mungkin punya belas kasih ke orang yang minta nyontek padanya, yang ada malah beneran di depak.
"Stay in here." Caca menyengir kuda lumping.
"Minggir atau gue jambak rambut lo sampai rontok."
"No no. Tetep kaya gini kalo ngga dikasih contekan. Lagian pelit banget jadi orang, kalo kuburan lo sempit nanti, gue yang bakal ketawa paling kenceng." Caca heran aja, ini orang pelit banget ngasih contekan bikin orang pengin injak jakun-nya.
Adib memutar otak mencari apa yang paling ditakuti kaum hawa.
"Minggir atau cium?"Manjur. Raut wajah Caca seketika berubah datar. Dalam benak Caca ada sedikit rasa takut yang menyergapnya, tapi dia berusaha tetap pada pendiriannya.
"Nggak mau kalo nggak dikasih contekan." Keukuh Caca.
Sebenarnya Adib pun tak ingin mencium gadis bermulut bak radio rusak itu. Tapi ini salah satu cara paling ampuh untuk menyingkirkan gadis didepannya ini.
"Oh atau lo jangan-jangan emang sengaja kek gini, karena lo ngebet gue cium?" Tanya Adib sinis.
"Gundulmu plontos! Emang lo saha? Saha hah? Tuan muda Zhong Lele?!"
Tak ingin memperpanjang waktu, Adib memajukan wajahnya hingga bibirnya tepat dihadapan muka Caca.
"Are you sure?" Tanya Adib sekali lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Suddenly Falling Love? (Tidak Dilanjutkan)
Novela Juvenil[TIDAK USAH DIBACA, CERITA BERANTAKAN DAN TIDAK DILANJUTKAN!!!] Kenapa gue tiba-tiba ngerasa jatuh cinta? Tapi, pada siapa? *** "Why did i suddenly falling love?" tanya Caca pada diri sendiri. Sebenarnya ia bisa saja mengungkapkan kalimat itu dengan...