Markas Besar
Jeno pergi mencari istrinya semenjak ia keluar dari ruangan atasannya. Sejak tadi dia berusaha menghubungi nomor ponsel istri manisnya namun tak kunjung dapat jawaban. Dia mencari ke segala ruangan di markas, bahkan bertanya pada staff dan senior yang ia temui.
"Kau kemana sih sayang?" lirih Jeno cemas. Tak biasanya Jaemin seperti ini, terkahir kali ia seperti ini adalah empat bulan lalu, saat Jeno dicurigai selingkuh padahal tidak, dan membuat mereka bertengkar hebat, Jaemin bahkan sampai pergi dari apartemen mereka, dengan ponsel dan dompet yang ditinggalkan. Saat Jeno menemukannya hari itu istrinya tengah duduk di taman dengan mata sembab juga tubuh yang menggigil kedinginan, karena memang saat itu sudah malam.
Dan sekarang terjadi lagi, meski dengan kasus yang berbeda. Jeno menghentikkan langkahnya saat seseorang menepuk pundaknya. Itu anggota trainee baru.
"T-Tuan Lee!" dia nampaknya berlari dengan cepat hanya untuk menggapainya.
"Ada apa? Aku tak ada waktu sekarang untuk meladenimu." ujar Jeno dengan dinginnya.
"T-Tuan Na, partner Anda mengamuk dan menghajar habis empat orang trainee dengan tangan kosong!" mata Jeno membulat kaget mendengarnya.
"MWO?! Bawa aku ke sana!" keduanya segera pergi menuju ruang latihan, dimana para trainee di sana tak berani mendekati tengah lapangan.
"Kalian berempat dan aku hanya seorang diri, tapi kalian semua kalah?! Kalau calon anggota para pemburu seperti ini yang ada kalian jadi bahan olok-olokan dan kalian hanya akan mati konyol!" Jeno mendengar suara Jaemin yang diliputi amarah.
"Kangin hyung sedang izin pergi bukan berarti kalian bisa leha-leha! Sadar atau tidak kalian semua ini diawasi, para mentor menilai kalian dari jauh, aku beri bocoran, anggota calon pemburu yang dikeluarkan oleh Tuan Ahn itu semua karena mereka mendapat nilai buruk!" Jeno masih diam, membiarkan Jaemin marah-marah, lagipula memang para trainee baru itu butuh pelatihan mental, dan Jaemin cocok untuk itu. Jangan dikira karena Jaemin ramah dan murah senyum juga nampak lembut itu tidak bisa marah, dari semua kelompok inti, senior-senior mereka paling menghindari amukan Jaemin.
"Kalian, bawa empat orang di sana ke klinik, setelah itu temui mentor Choi, katakan padanya empat orang tadi dibabat habis oleh Lysander." Jeno menitah empat orang trainee baru di dekatnya.
"B-Baik!" mereka berempat segera membawa keempat teman mereka yang terkapar menuju klinik.
"Kalian semua, BARIS RAPI DI HADAPANKU SEKARANG!" teriakan penuh perintah itu terlontar dari bibir Jeno. Jaemin hanya menatap suaminya sekilas. Dia tadi niatnya berkunjung dan melihat progress para trainee baru dan lama, melihat siapa yang sudah cocok dan siap untuk diturunkan ke lapangan, tapi yang ia dapat tidak sesuai ekspektasinya. Bukannya membuat senang malah membuat kesal.
"Jika melihat keadaan yang seperti ini, sampai seorang Lysander marah seperti tadi aku pikir kalian semua telah kelewatan. Apa motivasi kalian menjadi pemburu, huh? Hanya untuk pamer? Asal kalian tahu saja, sebelum kalian berhasil pamer, kalian akan mati duluan." semua trainee baru dan lama itu menunduk.
"Soobin! Kau sudah sangat lama di sini dan belum ada kemajuan sama sekali, kau juga Changbin! lalu kau juga Hwall! Hyunjin dan kau juga Sunwoo apa saja yang kalian kerjakan selama latihan, HAH?!" orang-orang yang namanya tersebut mengerut takut. Wajah murka Jeno bukanlah pandangan yang layak untuk dilihat. Jaemin sendiri sudah memasang wajah datar.
Di pintu masuk ruang latihan, SHINee berdiri kaku. Jika sudah Jeno dan Jaemin yang turun tangan berarti para trainee memang sudah kelewatan.
"Xander! Lysie!" Onew memanggil mereka dengan nada yang berusaha ia buat tenang, karena dia sejujurnya sudah takut sendiri melihat wajah Jeno dan Jaemin yang datar. Dia adalah anggota Korea yang menjadi saksi bagaimana Jaemin dan Jeno menghabisi para pengkhianat yang mengkhianati pasukan khusus Inggris. Dia sendiri melihat bagaimana tenangnya wajah mereka saat menebas dan memenggal kepala para pengkhianat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[NOMIN] Their Mask
FanfictionDua anak yang hidup sebatang kara bersama, hanya bisa bergantung satu sama lain. Tumbuh dari sepasang teman hidup, menjadi sahabat sehidup semati, lalu sepasang kekasih, hingga suami-'istri' di usia muda, 19 tahun. Kisah hidup mereka yang keras memb...