Benarkah?

9.4K 1.1K 68
                                    

Jeno dan Jaemin masih berada di rumah sakit, karena harus menjaga Tuan dan Nyonya Na. Keduanya duduk santai di luar kamar rawat, di dalam hanya ada Renjun. Sejak kematian Jaehyuk, Jeno tak melihat Eric dan Theressa disekitar Renjun lagi. Jeno berdercih pelan, dia tahu apa yang diincar Eric saat mendekati Renjun dan menjadi kekasihnya. Kekuasaan dan perlindungan. Eric dan keluarganya mengincar itu, dan itu bukan hal yang mengejutkan bagi Jeno. Karena keluarga Eric dulu berbaik hati padanya tapi tak lama mereka menusuk dari belakang.

'Kujanjikan neraka untukmu, Eric.'

"Ada yang mengganggumu?" Tanya Jaemin yang dijawab geleng oleh Jeno.

"Na" Jeno menyadarkan kepalanya di bahu Jaemin. Istrinya dengan halus dan perlahan mengusap kepalanya sayang.

"Kenapa hm?" Jenoe menggeleng lalu mendusalkan kepalanya ke ceruk leher sang istri dan menghirup aroma bayi dari sana. Jaemin hanya diam saja dan tetap mengusap kepala suaminya. Tapi lima menit kemudian kerusuhan terjadi. Seorang perawat mendekati keduanya.

"Tuan Lee tolong" Jeno berdiri dari tempatnya dan pergi bersama perawat. Jaemin membuka pintu kamar rawat Tuan dan Nyonya Na lalu masuk ke sana dan menutupnya.

"Jaemin, ada apa?" Tanya Renjun, Jaemin menggeleng lalu mendekati Renjun.

"Renjun" si mungil menatapnya.

"Tidak ada. Hanya ingin duduk di sini, boleh?" Renjun mengangguk saja. Dia yang tadi duduk di sebelah bangkar Yuta pindah duduk di sebelah Jaemin.

"Apa kau takut padaku?" Tanya Jaemin memecah keheningan. Renjun menunduk dan mengangguk.

"Saat pertama melihatmu di kelas aku tidak takut, tapi melihatmu dan Jeno kemarin, itu membuatku takut. Kalian bahkan nampak begitu tenang memenggal dan membunuh orang." Jemari Renjun terpaut dan nampak gemetar. Jaemin melirik Renjun lalu melirik tangannya.

"Renjun, saat pertama kali melakukan itu pun aku juga takut, aku tak pernah membunuh orang, tapi mengingat apa saja yang sudah kualami, itu menguatkanku. Jeno ada untukku, hyungdeul ada untukku, kami semua sama takutnya saat pertama kali melakukan itu. Tapi jika kami takut, siapa yang akan membasmi para penjahat itu?" Renjun diam. Dia menatap Jaemin yang memandang telapak tangannya. Lalu jemari mungil Renjun menggenggam jemari lentik Jaemin.

"Renjun?" Renjun tersenyum kecil pada Jaemin.

"Tangan ini membunuh untuk kebaikan, kan?" Jaemin terdiam tanpa membalas, dia terkejut mendengar respon Renjun yang seperti itu, hingga tanpa sadar senyum tipis terukir di bibirnya.

"Cantik"

"Eh?"

"Cantik, kau tersenyum lebih cantik daripada memasang wajah galak dan garang." Jabar Renjun, Jaemin terdiam sebelum terkekeh pelan, dan ini sungguh membuat Renjun terkejut, Jaemin bisa terkekeh geli itu sebuah keajaiban menurutnya.

"Bagaimanan keadaan Tuan dan Nyonya Na?" Seberkas rasa sesak melanda dada Jaemin.

"Appa dan eomma baik-baik saja." Jawab Renjun dengan senyum terukir.

"Syukurlah" gumamnya. Renjun memandang Jaemin lekat dari samping. Entah mengapa rasa rindu makin membuncah tiap kali dia melihat sosok Jaemin.

"Bagaimana hubunganmu dengan sepupu suamiku?" Tanya Jaemin.

"Eric?" Jaemin mengangguk saja.

"Kami putus, aku memutuskannya." Renjun meremat celana yang ia kenakan.

"Karena fakta kemarin?" Renjun diam.

"Kau masih mencintainya?" Renjun mengangguk kecil.

"Kalau kau mencintainya, kenapa memutuskannya? Kalian bisa mempertahankan hubungan kalian bersama-sama." Renjun menggeleng.

[NOMIN] Their MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang