Campus
Lagi, hari ini si manis kesayangan Jeno dibuat kesal oleh'sepupu'nya yang lagi-lagi berusaha mendekati Jeno, menggoda suaminya dengan menempelkan dadanya di lengan berotot kesayangannya. Renjun yang kala itu menemani Jaemin hanya bisa menahan lengan Jaemin agar tidak mengamuk dan malah melakukan aksi pembunuhan secara terbuka.
"Njun, aku ingin memutilasi orang" desis Jaemin, Renjun hanya bisa menghela nafas dan menahan Jaemin.
"Jangan, jangan di sini, kalau mau membunuhnya dan memutilasinya cari tempat sepi, yang jauh, yang nanti mayatnya tidak akan bisa ditemukan oleh orang-orang." ujar Renjun, Jaemin segera menoleh menatap kembarannya.
"Hei, itu ide bagus, terimakasih idenya sayangku~" Jaemin lalu pergi mendekati Jeno, Renjun belum sempat mencegahnya seorang pria sudah memanggil namanya.
"Guan... lin? Ada apa di sini?" pemuda kelewat tinggi itu tersenyum manis.
"Aku mengunjungi Jihoon hyung dan Baejin hyung, kau tahu kan? Dua sepupuku itu selalu lupa bawa sarapan? Jadi aku datang membawakan mereka sarapan yang dititipkan ibu mereka padaku." Renjun mengangguk.
"Kau sendiri?" tanya Guanlin balik. Renjun menunjuk Jaemin yang sekarang terang-terangan menjambak rambut Raena, Renjun kaget melihatnya, dia segera mendekati Jaemin dan menarik lengan Jaemin. Jeno hanya menonton, dia tak ada niat memisah keduanya, karena dia memang sengaja membiarkan istrinya mempermalukan si wanita di depan umum.
"YAK! Namja gila! Apa-apaan kau, HAH?! Datang-datang main jambak rambut orang!" amuk Raena, Renjun menahan Jaemin dan mendelik kesal pada suami kembarannya yang hanya diam menonton.
"Kau yang gila yeoja sinting! Kau diajari menjalangkan diri hah oleh orang tuamu? Berani sekali kau mendekati suami orang, HAH?!" Jeno tersenyum bahagia dan Renjun ingin menggetok keras kepala suami Nananya.
"S-Suami?" Tidak hanya Raena, tapi semua orang yang ada di sana terkejut.
"Iya suami, dia Lee Jeno adalah suamiku!" Jaemin menatap tajam Raena yang kini menatapnya takut, entah mengapa Raena merasakan aura yang begitu mendominasi dari Jaemin, membuatnya tertekan.
"Jauhi suamiku sekarag, jalang! Kalau kau mau menjajakkan diri jangan pada suamiku! Cari namja hidung belang yang lain di luar sana. Dan kalau mau menjalang jangan di kampus, ada tempat yang sudah disediakan untuk kegiatanmu itu. Club atau hotel juga bisa, kalau kau miskin pesan saja motel atau kau memang sangat miskin, lakukan exhibionist di jembatan sana." Cerca Jaemin. Renjun merasa ini sudah agak keterlaluan, Renjun memang kesal pada sepupunya itu, tapi perkataan Jaemin sudah agak melewati batas, sepertinya Jaemin saat marah apa saja akan keluar dari mulutnya.
Jeno yang merasa istrinya sudah benar-benar marah dan akan meledak baru berdiri dari tempatnya. Dia membereskan semua papernya dan mendekati istri cantiknya.
"Sudah jangan emosi lagi, ayo pulang, kita cuddle berdua saja untuk meredakan amarahmu." Jaemin cemberut sebal pada suaminya dan hanya menurut. Renjun menghembuskan nafas pelan, dia pun pergi mengikuti sepasang suami-istri itu, mengabaikan Raena yang nampaknya kena serangan jantung, terlalu shock dengan ulah Jaemin tadi.
Guanlin yang masih ada di sana menatap tak paham pada Renjun, pemuda manis kembaran Jaemin itu hanya bisa meringis kecil pada Guanlin.
"Guan, kau mau antar Renjun pulang kan?" Guanlin menatap Jeno dan mengangguk, sebelum dia sadar Jeno sudah pergi duluan, padahal dia ingin tanya. Darimana si pemuda sipit itu tahu namanya? Kenal juga tidak, ketemu juga baru ini,
"Guan?" Guanlin tersentak kaget dan menatap Renjun.
"Ayo aku antar pulang" Renjun mengangguk kecil.
.
.
Jeno memeluk Jaemin yang sejak tadi diam dan hanya mendusalkan kepalanya di ceruk leher Jeno. Mereka saat ini ada di apartement mereka sendiri, karena Jeno tahu saat ini Jaemin tak ingin orang tuanya cemas melihat wajahnya yang merah karena menahan amarah yang meluap.
"Nana?"
"Jeno"
"Hm, kenapa?" Jemari panjang Jeno memainkan rambut Jaemin dengan perlahan.
"Tadi Nana keterlaluan ya?" Jeno mencium pucuk kepala Jaemin.
"Iya, Nana tadi agak keterlaluan, tapi aku paham kenapa Nana begitu. Nana marah karena Jeno digoda, dan gadis tadi yang aku tidak ingat namanya tidak ada kapoknya. Tapi Jeno rasa itu tadi agak melukai hati gadis itu, mau bagaimanapun juga dia seorang wanita. Aku tahu, kebiasaan Nana saat marah itu semua kata-kata akan keluar, entah baik atau tidak, dan aku tahu tadi kau sudah sangat kesal." Jaemin menggumam saja.
"Jeno tak marah?"
"Tidak sayang, aku tak marah sedikitpun padamu, sebenarnya tadi aku ingin membiarkanmu saja terus memarahinya, tapi itu tadi di depan umum, aku hanya takut itu nanti bisa mempermalukanmu juga." Jaemin mengangguk kecil.
"Jeno benar tak marah kan? Maafkan Nana ya" Jeno tersenyum, dia melepaskan pelukan istrinya, dan menangkup pipi sang istri, dia mencium gemas hidung dan bibir istrinya.
"Jeno tak marah pada Nana, oke? Tak ada yang perlu dimaafkan, kau tidak salah, kau hanya marah karena suamimu digoda. Jeno yang harusnya minta maaf karena tidak bisa bersikap tegas pada gadis tadi. Jeno terlalu menjaga sikap, karena dia perempuan. Tapi melihat Nana semarah tadi Jeno tahu, seharusnya memang Jeno lebih bersikap keras padanya." Jaemin menatap mata Jeno dan tersenyum.
"Kalau begitu jika dia masih berusaha mendekati Jeno, jangan salahkan Nana kalau besok-besok dia sudah tidak ada di fakultas Teknik lagi, oke?" Jeno terkekeh dan mengangguk.
"Oke" Jeno mencium Jaemin kemudian dengan ciuman panas penuh lumatan, dia rindu sentuhan istrinya.
"Emmmnghh" Jeno melepas ciumannya, dia mengusap saliva Jaemin.
"Sayang?"
"I'm yours tonight, love~"
.
.
.
-tbc-
*Vote dan komennya yaw~

KAMU SEDANG MEMBACA
[NOMIN] Their Mask
أدب الهواةDua anak yang hidup sebatang kara bersama, hanya bisa bergantung satu sama lain. Tumbuh dari sepasang teman hidup, menjadi sahabat sehidup semati, lalu sepasang kekasih, hingga suami-'istri' di usia muda, 19 tahun. Kisah hidup mereka yang keras memb...