13 Agustus 20XX
Jeno sedang menyusuri jalan bersama dengan Jaemin melihat-lihat toko-toko kue. Mereka sedang mencari kue ulang tahun untuk Jaemin. Mereka tidak akan mungkin memberi kejutan mengingat mereka adalah orang yang sama-sama waspada, rasanya percuma memberi kejutan pada mereka. Yang ada gagal total nanti, jadi lebih baik sama-sama cari kuenya lalu dirayakan dan dimakan bersama.
"Sayang, di sana ada toko kue, mau coba masuk?" tanya Jeno yang diangguki oleh Jaemin.
"Baiklah, ayo kita coba masuk ke sana. Siapa tahu ada kue dari buah peach." ujar Jaemin semangat. Jeno terkekeh melihatnya dan menarik lengan Jaemin supaya lebih dekat dengannya dan mencium pipinya gemas.
"Jangan gemas-gemas bisa kan, Na?" Jaemin terkekeh geli lalu pergi ke toko kue itu.
"Jeno Jeno~" Jeno menoleh dan menatap Jaemin bertanya.
"Jeno tampan dengan rambut merah, hehe" Jaemin langsung melepas genggamannya dan lari masuk ke dalam toko. Jeno masih diam memproses hingga akhirnya seringai tipis terukir di bibirnya lalu pergi menyusul Jaemin.
"Na~" Jaemin menoleh dan nyengir lucu lalu kembali memilih kue-kue yang ada di etalase. Jeno dan Jaemin sepakat mengganti warna rambut dua hari setelah mereka menerima misi untuk menjaga keluarga Na. Jeno dengan warna merah gelap dan Jaemin dengan warna pirang pucat, bahkan nyaris putih itu.
"Nono~ yang buah peachnya sudah tak ada, terakhir sudah dibeli seorang paman~" rengek Jaemin, Jeno mengusak sayang surai pirang sang istri lalu matanya mencoba mencari kue yang sekiranya akan cocok dengan lidah pendamping hidupnya itu.
"Apa kalian sangat menginginkannya?" tanya pegawai di toko, Jaemin mengangguk.
"Coba saya tanyakan kepada pihak dapur, apakah masih ada bahan untuk membuatnya." Jaemin mengangguk semangat, pegawai tadi tersenyum menahan gemas lalu pergi ke dapur. Sedangkan Jeno mengusak sayang surai Jaemin lalu mengajaknya duduk sembari menunggu.
"Jeno~" Jeno menatap pasangan hidupnya itu dengan pandangan bertanya.
"Salah tidak kalau Nana rindu Appa?" tanya Jaemin lirih. Jeno terdiam sebelum akhirnya jemarinya menggenggam jemari lentik istrinya.
"Tidak, sama sekali tidak, itu hal yang wajar, kenapa hm? Rindu appa?" Jaemin menggigit bibir bawahnya dan mengangguk. Jeno mengusap bibir Jaemin.
"Apa yang aku katakan tentang tidak menggigit bibir, hm?" tanya Jeno lembut. Jaemin menatap mata tajam Jeno.
"Ingin bertemu appa" Jeno terkekeh.
"Kau kenapa jadi lembek begini sayang, hm?" Jaemin merengut sebal dan memukul lengan berotot Jeno.
"Maaf Tuan-" pegawai tadi sebenarnya sudah ada di sana sejak tiga menit yang lalu, namun dia enggan merusak moment manis tersebut.
"Iya?" Jeno menanggapinya cepat.
"Kami masih ada bahan dan bisa membuatkannya untuk Anda berdua, tapi itu memakan waktu tiga jam karena kami masih harus mengurus beberapa kue lainnya, bagaimana?" Jeno berpikir sejenak sebelum mengangguk.
"Tak apa, begini saja, aku akan tinggalkan namaku di sini kalian bisa menghubungiku saat kuenya sudah jadi, bagaimana?" nego Jeno yang langsung diangguki pegawai tersebut. Jeno segera berdiri dari duduknya dan mendekati meja kasir, lalu menuliskan nomornya dan nama.
"Kalau begitu kami akan kembali lagi nanti, permisi." Jeno dan Jaemin mengangguk lalu pergi dari sana.
"Apa yang aku katakan untuk tidak memberikan sembarang nomor?" tanya Jaemin dengan nada datar. Jeno menyeringai samar.

KAMU SEDANG MEMBACA
[NOMIN] Their Mask
FanfictionDua anak yang hidup sebatang kara bersama, hanya bisa bergantung satu sama lain. Tumbuh dari sepasang teman hidup, menjadi sahabat sehidup semati, lalu sepasang kekasih, hingga suami-'istri' di usia muda, 19 tahun. Kisah hidup mereka yang keras memb...