Dia Olivia, gadis dengan segala kerapuhannya. Dibenci ibunya sendiri, dibenci kerabat-kerabat orang tuanya. Terlebih dengan jantungnya yang sakit, membuat penderitaannya sempurna.
Hanya mampu bersandar pada bahu Septian untuk mencurahkan kesedihann...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Tanpa lo sadar, banyak orang yang udah berkorban buat lo." Zay Sadewa.
-oOo-
Terkadang, kamu tidak hidup untuk kehidupanmu sendiri, selalu ada orang lain yang menyimpan hidupnya untukmu. Jadi, jangan pernah menyerah dengan keadaan. Lelah hal yang wajar, asalkan jangan pernah menyerah. Never give up.
"Gue tau lo temen gue. Tapi lo gak perlu susah-susah buat ngeluarin gue dari sini."
"Dari sekarang, lo bukan temen gue lagi," ucap Zay, membuat laki-laki di sampingnya menoleh dan menatapnya dengan kening yang berkerut.
"Ikut gue," ucap Zay sembari mengedikkan dagunya ke belakang. "Gue mau ngehajar lo habis-habisan," sambungnya sembari meregangkan tulang leher.
Keduanya berjalan menjauhi kantor polisi tersebut. Revan hanya menatap punggung temannya itu, berjalan di belakang dengan kebingungan. Ingin dia tanya ada apa dengan temannya itu, tapi akhirnya Revan hanya mengikuti langkah Zay tanpa mengucapkan apa pun.
Keduanya berjalan cukup lama, sangat jauh dari kantor polisi tempat Revan ditahan. Hingga akhirnya, mereka sampai di jalanan yang sepi.
Perlahan, Zay mendudukkan tubuhnya di atas bangku warna putih yang ada di pinggiran jalan. Dia melirik ke samping, melihat temannya yang masih berdiri dan memperhatikannya dengan kebingungan. Beberapa saat kemudian ....
"Gue denger, lo putus sama Oliv?" tanya Zay tiba-tiba.
"Hm." Revan mengangkat kedua alisnya bersamaan sembari menatap sepatunya.
"Kalo gitu ...." Zay menghela napas sembari membangkitkan tubuhnya. "Bunuh-bunuhan yok sama gue."
Revan mengangkat kepalanya, mengerutkan kening, menatap temannya itu dengan mata yang memicing. Beberapa saat ia terdiam, berusaha mencerna kalimat yang diucapkan laki-laki yang kini berdiri tepat di hadapannya, hanya berjarak kurang dari dua meter saja.
"Sini lo anjing!" Zay menarik kerah baju Revan, kemudian membantingnya, membuat Revan mengerang dan memegang kepalanya yang terasa sakit. "Gue heran kenapa Tuhan masih baik sama orang gak tau diri kayak lo!"
Buagh!
Buagh!
Buagh!
Tanpa memberi waktu untuk Revan mengambil napas, Zay terus menghajarnya tanpa henti. Dia terus meninju wajah laki-laki yang kini ada di bawahnya, hingga wajah tampan itu kini babak belur dan berdarah-darah.