Dia Olivia, gadis dengan segala kerapuhannya. Dibenci ibunya sendiri, dibenci kerabat-kerabat orang tuanya. Terlebih dengan jantungnya yang sakit, membuat penderitaannya sempurna.
Hanya mampu bersandar pada bahu Septian untuk mencurahkan kesedihann...
Jangan lupa coment yang banyak, ya. Ingatkan kalo ada typo.
Happy Reading.
"Aku rindu papa, aku ingin menyusul, tapi hidup tidak sedrama itu untuk lari dari kenyataan." Olivia Anatasya.
-oOo-
Perasaan itu datang dari hati, mencintai juga memakai hati. Akan tetapi, saat hati merasa hancur, seluruh anggota tubuh juga ikut hancur.
Seperti kebiasaannya, Septian selalu menuangkan curahan hatinya ke dalam sebuah tulisan, entah itu sajak, puisi, pantun, atau sekedar kata-kata receh.
Dia menggerakan pulpennya dengan perlahan, penuh penghayatan dan mengikutsertakan hati dalam karyanya. Perasaannya perlahan membaik, bersamaan dengan tulisannya yang dia selesaikan.
Septian menghela napas pelan. "Kenapa gue ngerasa kalo Oliv ada rasa juga sama gue, ya? Haha. Kegeeran lu Sep," ucap Septian, pada dirinya sendri.
Mencintaimu bagai menggenggam bara api untuk menyalakan lilin di gelap malam. Semakin ku genggam, semakin menyakitkan. Namun, jika kulepas, aku akan berada dalam kegelapan.
Septian Prawira.
Membaca tulisannya sendiri, membuat seorang Septian Prawira, yang saat itu menggunakan hoodie berwana ungu, tersenyum tipis. Meskipun dia tau, mencintai Olivia hanyalah membuatnya sakit hati, laki-laki dengan segala prestasina yang membanggakan itu tetap membiarkan cintanya terus menggebu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Septian Prawira! Honey bunny sweety yang paling handsome. Bebebnya akoeh!"
Memutar bola matanya malas, kemudian Septian menghela frustasi saat mendengar sebias suara yang berteriak memusingkan telinganya itu. Dia mendelik ke arah pemilik suara tersebut, kemudian berpura-pura menulikan pendengarannya.