"Apa aja yang belum gue tau dari lo?"
-oOo-
Sepulang kuliah, Zay langsung membanting tubuhnya ke atas sofa, melemparkan tas yang dipakainya ke sembarang arah, kemudian dia menutup matanya menggunakan lengan kanan. Laki-laki itu mencoba menenangkan semua pikirannya dari beban pelajaran yang membuat otaknya serasa melilit."Ambil tas kamu, taro di tempat yang bener."
Suara berat dan dingin itu masuk ke dalam Indra pendengarannya, membuatnya yang baru saja terlelap kembali bangun. Zay mendecak sebal, kemudian bangkit dan mengambil tas miliknya yang tergeletak di lantai.
"Di sini gak ada pembantu, Dea itu ibu kamu, jadi jangan berbuat seenaknya di rumah ini."
"Iye-iye, Om. Gitu aja dimarahin, orang gak sengaja," ucap Zay pada pria yang duduk di hadapannya.
Zay bangkit, hendak pergi ke kamarnya dan tidur di sana. Akan tetapi, dia teringat sesuatu dan membuatnya kembali duduk. Kedua tangannya saling menggenggam, tubuhnya agak condong ke depan, membuat pria dewasa di depannya sedikit mengerutkan kening.
"Oh iya, Om. Om Sky tu sebenernya dokter apaan, sih? Kok bisa ngeoperasi Oliv sendirian?" tanya Zay.
Sky hanya menatap keponakannya itu dengan datar. "Spesialis jantung. Gak ada dokter yang bisa operasi sendirian, apalagi soal jantung. Harus ada dokter lain, sesuai keahliannya."
"Oh." Zay mengangguk, meski sebenernya dia lupa dengan apa yang diucapkan pamannya itu. "Kata bunda, dulu om pengen jadi dokter anak. Terus kenapa malah jantung?"
"BUNDA GAK BILANG GITU YA, ZAY!"
Zay terperanjat kaget ketika mendengar sahutan bundanya yang sepertinya sedang berada di dapur. Dia tertawa kecil sembari memalingkan wajah ketika Sky menatapnya.
Di hadapannya, Sky terlihat menghela napas dengan cukup panjang. Meski ekspresinya selalu dingin, Zay tahu jika ada sesuatu yang membuat hati pamannya itu sakit. Ya, tentu, sejak lahir Zay sudah dirawat oleh omnya itu, jadi dia sudah kenal sangat dekat pada pamannya itu.
"Kamu mau jadi psikiater karena apa?" tanya Sky, kemudian menyeruput segelas kopi.
Belum sempat Zay menjawab, pria yang sikapnya seperti batu es itu bangkit dan langsung berjalan menaiki tangga. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa sedikit kesal pada omnya yang selalu saja bersikap seperti itu. Tapi meski begitu, Zay sudah langsung mendapat jawaban atas pertanyaanya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'am Broken
Teen FictionDia Olivia, gadis dengan segala kerapuhannya. Dibenci ibunya sendiri, dibenci kerabat-kerabat orang tuanya. Terlebih dengan jantungnya yang sakit, membuat penderitaannya sempurna. Hanya mampu bersandar pada bahu Septian untuk mencurahkan kesedihann...