Chapter 6

3.3K 184 12
                                    

5 November 2022

•••

Wawan meneguk saliva, ia mengorek telinganya, entah kenapa dia merasa mungkin salah dengar, ya salah dengar saja. Niat Nicole kan menghukumnya mati-matian.

"Kamu mendengarnya, dan kamu tidak salah dengar, I ... want ... you!" Nicole mengulang tiga kata itu, kali ini penuh penekanan, hingga jantung Wawan rasanya mau copot.

"Ma-maksud Tante?"

"Seumur hidup, baru kali ini ada pria yang melamar saya, tidak dari keluarga atau apa, langsung ke saya, itu hal menarik."

Wah, otak Nicole tidak beres. "Tante, tapi saya orang asing, maksud Tante apaan sih?!"

"Asing? Enggak, kok. Saya udah tahu semua tentang kamu." Semua tentangnya? Oh, orang kaya bisa apa saja gitu? Pantas saja.

Cuman, bukan itu woi!

"Itu bukan hal yang bisa menepis kalau kita cuman dua orang asing, Tante."

"Masa, sih? Nama kamu, Wawan Purnomo, lahir 12 April, sembilan belas tahun lalu. Pendidikan sempat terlambat karena kesulitan ekonomi. Kamu hanya tinggal dengan kakek nenek kamu, dan kamu--" Mata Wawan membulat sempurna, beneran tahu semuanya?!

"Tante, cukup! Saya gak kenal Tante!"

"Oh, kalau gitu, kenalkan, nama saya Nicole Jauhari, baru tiga puluh tahun, tapi masih kelihatan seumur kamu kan? Kamu tahu, supermarket Jauhari, mall Jauhari, hotel Jauhari, dan Jauhari bla bla bla lainnya?"

Mata Wawan membulat sempurna.

"Itu ...."

"Benar, itu punya keluarga saya, dan saya pewaris tunggalnya."

Sultonah?!

"Tante seriusan?!"

"Iya, serius, pasti kamu merasa beruntung, bukan?"

Wawan menggeleng. "Orang kaya tapi stres." Ia bergumam pelan.

"Apa? Kamu bilang apa?" Nicole tak terlalu mendengarnya.

"Tante stres, bisa-bisanya orang asing kek saya plus miskin juga, Tante mau jadiin suami cuman karena alasan itu, lagi Tante tahu kan saat itu saya cuman main ToD. Saya lebih percaya Tante lagi ngehukum saya biar jera gak nakal lagi, ini bener-bener gak masuk akal Tante. Tante sadar gak sih? Fakta kalau Tante tau seluk beluk saya bukan berarti Tante tau saya secara pribadi. Kita baru ketemu saat itu. Saya mohon, maafin saya, Tante!"

"Stres? Yah mungkin sedikit." Gak sedikit lagi itu, keknya banyak. "Tapi kamu sadar kan, kata Kakek kamu, hal itu gak bisa main-main, dan saya gak menganggap itu main-main."

Oh astaga ....

Wawan menggaruk belakang kepalanya frustrasi. "Terus saya harus gimana, Tante? Intinya, saya sadar diri siapa saya, dan Tante harusnya bisa dapat yang lebih baik, bukan saya."

"Saya justru makin suka sama kamu." Nicole tersenyum manis, yang justru menjadi senyuman seram di mata Wawan. "Pokoknya, begini saja biar adil, kita jalani hubungan ini dulu."

"Hubungan ini? Hubungan apa, Tante?"

"PDKT, pacaran, lalu menikah kalau memang kita cocok." Sebegitu santainya?!

"Tan, saya tau Tante sedang jebak saya, karena Kakek itu anti kalau saya suka gonta-ganti pasangan." Wawan tahu akal bulus itu.

"Ya enggaklah, kita berhak memilih, kalau gak jodoh mau digimanain juga, ya gak bakalan bersatu." Nicole menatap Wawan dengan senyuman lagi. "Jalani aja, oke? Toh, kita cocok lho, saling melengkapi, kamu ganteng, saya cantik, kamu tinggi, saya pendek, kamu rada dekil, saya bersih, kamu miskin, saya kaya."

Whoa whoa whoa, kok rada nyelekit di akhir ya?

"Gak tau, ah, Tante! Saya pusing!" Baru pulang dengan sembako dengan bahagia, sebuah masalah datang tak terduga, tante-tante ngebet bersamanya.

"Saya anggap itu sebagai ya." Lebih ke arah pasrah, karena tahu dia maju mundur tetap kena, apalagi Nicole tampaknya memenangkan perasaan kakeknya. "Ya udah, ayo masuk lagi, saya bawa makanan, ayo kita makan bareng!"

"Hah?" Wawan menatap bingung Nicole.

"Hah heh hah heh, untung mulut kamu wangi jadi saya maafin." Nicole tiba-tiba menggandeng Wawan dan mengajaknya masuk, Wawan pasrah saja dengan perlakuan itu.

Jadi, dia punya pacar sekarang? Sudah sultonah, cantik, modis, plus plus pokoknya, padahal Wawan berusaha sadar diri, ini juga kayak mimpi, sayangnya nyata. Wawan bukan tak suka Nicole, tapi ya mau gimana pun mereka orang asing, ini Nicole yang ngebet ya bukan dia, dia sih sadar diri akan kemustahilan ini.

"Jadi, bagaimana?" Mereka kini sudah menghadap kakek yang menatap begitu serius.

"Wawan akan bertanggung jawab atas perbuatannya, Kek." Nicole berkata antusias. "Jalani aja dulu, mungkin lama-kelamaan, perasaan kami akan tumbuh satu sama lain."

"Bagus, Wan. Pertanggungjawabkan perbuatan kamu."

Wawan menghela napas saja dan tersenyum, ini kayak dia menghamili Nicole saja, ya udahlah kan dia pasrah. Lagi juga benar kata Nicole, kalau mereka tak jodoh tak mungkin bersatu, dan orang tua serta keluarga Nicole--ia harap ada pertentangan sih.

Biar ada alasan pisah begitu.

"Ayo kita makan sama-sama," ajak Nicole. "Abis ini, jalan-jalan, pasti seru."

Mata Wawan melotot ke arah Nicole. Jalan-jalan?!

"Wah, bagus, jalan-jalan, refreshing, bagus." Kakek menanggapi.

"Iya, Kek. Kita bertiga jalan-jalan." Nicole tertawa pelan.

"Eh, Kakek gak usah ikut, di rumah aja, nanti menyusahkan." Kakeknya menolak.

"Enggak, justru gak enak kalau gak ada Kakek, Wawan pasti kepikiran kan? Tenang aja, Kek, ada maid pribadi nanti plus Kakek bisa pakai kursi roda, aku ada bawa." Dan wajah kakek tampak bahagia, matanya berbinar, Wawan tahu ia tak tega kalau ada persoalan kakeknya.

Sekali lagi, pasrah ajalah!

Setelah makan bersama dengan bercengkerama--atau hanya kakek dan Nicole yang kelihatan sangat akrab, Wawan jadi tahu betapa gampangnya Nicole menggaet hati kakeknya sampai percaya seratus persen atas bualan wanita itu. Akting yang bagus, totalitas, bahkan sampai mau di tempat beginian? Whoa!

Setelah makan bersama, istirahat sebentar mencerna makanan, mereka pun berangkat sesuai rencana. Wawan memakai pakaian yang diberi Harry saja, dan kakeknya memakai batik yang sedih dia bawa ke kondangan, sederhana tetapi nyaman. Saat di luar, sesuai ucapan Nicole, ada maid yang menunggu dengan kursi roda untuk kakek, dan Wawan menolak kakeknya didorong maid, ia lebih memilih mendorongnya sendiri.

Namun nyatanya, kakeknya malah menolak, dan Wawan tak bisa berkutik, mau tak mau ia membiarkan dirinya ditempeli makhluk halus nan cantik jelita itu, Nicole.

Astaga ....

"Tante, hebat juga ya, ampe tahan tempat beginian," kata Wawan.

"Excuse me? Kamu remehin saya yang selama bertahun-tahun di asrama wanita? Tak ada yang lebih buruk dari itu." Asrama wanita? Apakah memang sengeri itu? "Bahkan saat kuliah saya dilepas gitu aja, luntang-lantung biayain hidup sendiri tanpa uang orang tua saya sedikit pun, katanya sih, 'Biar kamu mandiri, biar kamu bla bla bla, jadi pas mewarisi kamu bla bla bla,'." Nicole menghela napas.

"Eh, gitu pendidikan anak orang kaya?" tanya Wawan kaget, sungguh ia tak menyangka.

"Setiap orang tua beda, oke? Tapi orang tua saya termasuk keras."

Sekarang, ini semua rada masuk akal, Nicole punya luka batin sepertinya hingga dia rada-rada begini.

"Maaf tadi saya lancang, Tante." Wawan jadi merasa tak enak.

"Suka sekali minta maaf, kayak kaset rusak, udahlah gak papa." Nicole tampak ceria, tetapi Wawan rasa banyak rasa sakit di sana.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

TANTE ... NIKAH YUK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang