Acara api unggun sedikit mundur karena sesi pemberian materi baru selesai pada pukul 07:25 malam. Sekarang para peserta LKDS yang berjumlah 50 orang itu sedang berdiri mengelilingi kayu bakar yang telah ditata di tengah-tengah lapangan. Sementara seluruh pengurus OSIS juga ikut hadir di lapangan tersebut, mereka berdiri tersebar di sekitar sudut-sudut lapangan. Mengawasi.
Suasana di lapangan itu benar-benar gelap, pasalnya tidak ada lampu yang berfungsi sebagai penerangan. Api unggun juga belum dinyalakan karena ketua OSIS masih melakukan pembukaan di tengah-tengah mereka. Bulan berdiri di dekat kayu bakar untuk api unggun. Dia menyampaikan kalimat-kalimat pembukaan seperti biasanya.
"Sa, kok aku merinding ya," Arjuna mendekati Angkasa yang berdiri di sampingnya, dia berbisik tepat di telinga rekannya itu.
Angkasa mengernyit menoleh ke arah Arjuna, meski tidak ada penerangan sama sekali samar-samar dia bisa melihat wajah Arjuna, "Kenapa? Ga tahan dinginnya angin malem ya?"
"Hmm bisa jadi," Arjuna mengusap kedua lengan atasnya, tapi selemah apapun dia terhadap dingin, dia masih bisa menahan dinginnya angin malam. Dia rasa bulu kuduknya berdiri bukan efek terpaan angin malam di sana, tapi dia juga tidak tahu apa penyebab sebenarnya.
Angkasa tak menanggapi Arjuna lagi, dia merasakan aura aneh yang ada di sekitar mereka. Namun dia mencoba untuk tetap tenang dan berpikir positif. Dia kembali memfokuskan perhatiannya pada ketua OSIS yang masih berbicara di tengah-tengah lingkaran peserta.
"Kak Chandra mana? Tolong hidupin api unggunnya," Bulan baru saja menyelesaikan pidato basa-basinya kepada peserta sebagai formalitas pembukaan acara api unggun.
Dari arah belakang peserta, Chandra masuk ke dalam lingkaran berjalan mendekati kayu bakar dengan membawa sebotol bensin dan korek api. "Disini, Pak."
"Wetsss kok ga hidup," Percobaan pertama menghidupkan api unggun gagal. Lantas Chandra menuangkan lagi separuh sisa bensin di botol pada kayu bakar di hadapannya.
Api menyala sekilas saat Chandra melemparkan korek api ke kayu bakar tersebut. Tetapi tidak bertahan lama, api itu tiba-tiba padam total. Aneh, padahal mereka menggunakan bensin. Kenapa apinya sulit menyala?
Bulan pun berjalan mendekati Chandra yang masih berusaha menghidupkan api, "Kenapa, Kak?"
"Bensinnya habis. Ini apinya ga nyala-nyala. Udah pake 1 liter bensin padahal," Chandra menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.
"Sedot bensin motornya Arsen coba, Kak. Ntar diganti bilang gitu. Soalnya kalo mau beli di luar ga keburu waktunya," Usul Bulan memberikan saran.
Chandra pun beranjak dari sana, dia menghampiri Arsenio untuk meminta tolong agar bensin dari dalam tangki motornya rela dikorbankan. Selagi Bulan mencoba menenangkan para peserta agar bersabar karena ada sedikit kendala pada api unggun. Tiba-tiba ada salah seorang dari peserta yang jatuh pingsan.
Angkasa bergegas lari mendekati peserta yang pingsan itu, kebetulan tidak jauh dari tempatnya berdiri. Beberapa pengurus OSIS yang lain pun berdatangan untuk menolong peserta yang pingsan tersebut. Mereka bersama-sama membopong tubuh peserta itu untuk dibawa ke dalam Gedung Olahraga. Seketika suasana di lapangan bertambah ricuh. Bulan meminta kepada mereka untuk tetap tenang.
Selama perjalanan menuju Gedung Olahraga, Angkasa merasa ada yang aneh. 'Njir berat banget ini anak', ucapnya dalam hati. Anehnya beban berat yang Angkasa rasakan saat membawa tubuh orang itu tidak sepadan dengan kondisi aslinya. Peserta yang pingsan itu adalah perempuan dan tubuhnya tidak gemuk, tidak terlalu kurus juga, ideal lah.
"Ini anak kayaknya masih setengah sadar. Ga pingsan beneran," Erik memperhatikan orang itu setelah dibaringkan di lantai yang beralaskan tikar. Pemuda itu menepuk-nepuk pipi orang tersebut dengan pelan. Terdengar racauan tidak jelas dari orang tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA [✓]
Fanfiction[⚠ gue ga saranin cerita ini untuk dibaca karena cerita ini sebenernya gue tulis untuk orang-orang yang gue sayang sebagai bentuk apresiasi kenangan-kenangan yang pernah dilewati bersama. Tapi kalo kepo mau baca juga gue ga ngelarang. Read at your o...