twenty fifth note

858 155 10
                                    

Olimpiade ini juga sangat penting bagi sekolah. Karena jika sekolah mereka menang lagi seperti tahun-tahun sebelumnya, maka mereka mampu mempertahankan akreditasi sekolah. Pasalnya hal itu adalah salah satu poin yang mempengaruhi ketika ada audit untuk akreditasi sekolah. Maka dari itu, pak Tian selaku guru pembimbing olimpiade tidak ingin sembarangan dalam menentukan perwakilan sekolah untuk maju ke olimpiade tersebut.

Menurut pak Tian, Angkasa dan Bulan sama-sama memiliki kemampuan yang baik untuk maju ke olimpiade. Hanya saja ada satu kekurangan dari Bulan yang membuat pak Tian ragu untuk memilihnya sebagai perwakilan sekolah. Guru pembimbing itu merasa gelisah ketika Angkasa berkata ingin mengundurkan diri dari olimpiade. Sebab Angkasa adalah satu-satunya harapan terbesar dia. Dia tidak memiliki waktu jika harus mencari kandidat lain.

Sedangkan dengan membawa Bulan maju ke olimpiade, ada risiko yang membayang-bayanginya. Nasib baik Angkasa tidak jadi mengundurkan diri. Dengan syarat dia ingin diadakan seleksi satu kali lagi antara Angkasa dan Bulan. Siapapun yang menang di seleksi nanti, maka dia berhak untuk maju ke olimpiade.

"Kak Angkasa."

Mendengar namanya dipanggil, Angkasa menghentikan kegiatannya. Dia mengalihkan perhatiannya dari kertas latihan soal olimpiade. Lantas sedikit mendongak untuk menatap seseorang yang berdiri di depan mejanya.

"Kenapa, Jihan?" Rupanya sekretaris OSIS yang baru itu mendatangi Angkasa di perpustakaan.

Perempuan itu tersenyum ramah sebelum menjawab, "Kakak bisa ikut rapat ga sekarang? Kalo bisa ini surat ijinnya udah aku buatin."

Angkasa tampak berpikir, "Masih bahas Bakti Sosial ya?" Tanyanya kemudian, beberapa hari terakhir Angkasa sama sekali tidak menyentuh OSIS. Dia tidak tahu sejauh mana perkembangan proker mereka telah berjalan. Dia juga tidak sempat bertanya pada anggota yang lain.

"Iya, Kak." Jawab Jihan dengan anggukan kepala ringan.

"Kapan itu acaranya mau dilaksanain?" Sesibuk itu Angkasa sampai informasi mengenai proker sekbidnya sendiri saja tidak tahu.

"Besok, Kak. Semua persiapan udah siap sih, barang-barang yang mau disumbangin ke panti juga udah siap. Kita cuma mau briefing sama bahas beberapa hal biar besok tinggal langsung berangkat ke tempatnya," Jihan menjelaskan dengan pelan.

Angkasa mengangguk paham, dia menghela napas, "Maaf ya, Jihan. Saya masih ada pekerjaan yang ga bisa ditinggal, jadi saya skip dulu lagi ya rapat kali ini. Kayaknya saya juga ga bisa ikut ke pantinya besok."

Jihan ber-oh pelan, dia menyunggingkan senyuman manis hingga manik matanya tak terlihat sebab kelopak matanya yang melengkung indah saat tersenyum, "Yaudah gapapa Kak, nanti aku sampein ke anak-anak. Kakak semangat olimpiadenya~"

Senyuman adik kelasnya itu menular pada Angkasa, hingga bulan sabit pun ikut terbit di kedua kelopak matanya, "Iya. Makasih ya."

Angkasa menatap kepergian Jihan sampai punggung perempuan itu menghilang dari penglihatannya. Kemudian pemuda itu kembali melanjutkan pekerjaannya di sana. Sungguh kalau orang yang sudah mengenal Angkasa pasti akan berkata Angkasa singgah ke perpustakaan adalah pemandangan yang amat sangat langka.

Jika bukan karena olimpiade, Angkasa jarang sekali datang ke perpustakaan kalau tidak ada hal yang mendesak. Misalnya seperti meminjam atau mengembalikan buku paket yang wajib digunakan oleh siswa selama pelajaran berlangsung di kelas. Suasana perpustakaan yang tenang sangat mendukung Angkasa untuk mengerjakan soal-soal latihan olimpiade, itu lah alasannya.

Angkasa sudah bertekad pada Bulan bahwa kali ini dia akan serius dalam seleksi olimpiade. Dia akan mengerahkan seluruh kemampuannya, tanpa melibatkan rasa iba atau kasihan lagi. Dan dia juga kembali berpikir bahwa ini akan menjadi kesempatan yang baik baginya untuk bisa bertemu dengan ayahnya. Angkasa tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu lagi.

SEMESTA [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang