fifth note

926 172 0
                                    

Matahari telah bertengger di ufuk Timur mengusik para pemimpi untuk kembali dari alam fana. Sebagian penduduk bumi pun memenuhi panggilan dari sinarnya yang menerobos ke dalam celah-celah kecil rumah mereka.

Nikmat mana lagi yang bisa mereka dustakan ketika masih memiliki kesempatan untuk dibangunkan kembali dari tidur dan dapat melanjutkan aktifitas pada hari itu. Dan hari berikutnya, hari selanjutnya, serta untuk waktu yang lebih lama kedepannya. Semoga.

Tolong jangan marahi Angkasa karena dia sedikit membangkang pada panggilan alam tersebut. Alasannya adalah karena hari ini libur sekolah. Kesempatan baginya untuk bergumul dengan kasur kesayangannya lebih lama. Gravitasi kasurnya di hari Minggu memang lebih kuat dari hari biasanya.

"Hnggㅡ" Namun sang mentari enggan berdiam diri, sinarnya semakin gencar menerangi seiring dengan posisinya yang kian meninggi. Angkasa mengernyit merasa tidurnya terusik oleh cahaya matahari, "Heung~ Aduh..."

Tubuhnya terasa nyeri setelah melakukan peregangan ringan. Selain karena hari libur, alasan lain dibalik Angkasa bangun lambat adalah karena dia baru bisa pulang ke rumah pada pukul 01:30 dini hari tadi. Semalam dirinya harus membantu shift berikutnya mempersiapkan beberapa hal yang dibutuhkan untuk Pool Party. Seseorang memesan Club untuk event tersebut.

"Hah udah jam 12?" Pemuda itu menatap jam digital pada layar ponselnya. Diusapnya kedua kelopak matanya dengan cepat sampai membuat surai berantakannya yang seperti rambut singa itu ikut bergoyang.

Angkasa pun memaksa tubuhnya untuk berpisah dengan kasur tercinta. Meski berat rasanya namun ada hal lain yang mendesaknya untuk segera bangun. Adalah cacing-cacing di perut yang mulai berdisko ria membuat suara aneh khas orang kelaparan.

"Sabar ya nak. Ayo kita makan," Monolognya sembari mengusap perutnya sendiri dan tak lupa wajah konyolnya efek baru bangun tidur.

Selesai menikmati sarapan sekaligus makan siangnya itu Angkasa ingin bersantai dengan bermain game. Dia berjalan memasuki area ruang tengah. Rambutnya masih acak-acakan, bukan seperti singa lagi agaknya sudah menjadi sarang burung. Masalah mandi urusan nanti, toh libur sekolah baginya libur mandi pula.

"Astaga kayak gembel kamu, Nak. Baru bangun?" Bunda menggelengkan kepalanya melihat penampakan putra semata wayangnya itu.

Mendudukkan dirinya di sebelah Bunda, Angkasa menghidupkan PS di depannya, "Mana ada gembel seganteng aku, Bun."

Bunda hanya terkekeh, wanita itu kembali melanjutkan kegiatannya menyetrika baju, "Udah makan?"

"Udah barusan, Bun." Karena terlalu fokus memainkan karakternya di game itu Angkasa sampai mengernyitkan keningnya hingga kedua alisnya hampir bertautan.

Tidak lama kemudian, suara decakan keluar dari belah bibir Angkasa. Karakternya mati. Dia melirik sekilas ke arah Bundanya yang sedang sibuk menyetrika baju. Banyak sekali baju yang disetrika, pikirnya.

"Banyak banget Bun bajunya," Ujarnya tanpa menatap lawan bicaranya. Matanya kembali fokus pada layar PS.

Bunda tersenyum, "Iya banyak pelanggan yang laundry hari ini."

Sial, kenapa hari ini Angkasa merasa noob sekali. Lagi-lagi karakternya mati dalam waktu singkat. Sepertinya hari ini memang sedikit sial baginya. Tadi pun dia hampir tersedak saat makan. Tersedak oleh kenangan masa lalu maksudnya.

Mengusap wajahnya kasar lalu menghela napas panjang. Angkasa sempat diam termenung menatap punggung Bunda untuk beberapa saat. Lantas dia bawa tubuhnya mendekat pada wanita itu.

"Eh ngapain kamu? Ngagetin aja."

"Mijetin Bunda," Angkasa terkekeh pelan, tangannya sibuk memijat kedua pundak Bunda dengan lembut. "Bunda, jangan terlalu keras forsir diri sendiri buat kerja. Bunda juga butuh istirahat yang cukup."

SEMESTA [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang