Sudah seminggu lebih Yudha berada di Jepang. Dan selama itu pula dia menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Masih tenggelam dengan perasaan yang ia bawa sampai saat ini.
Komunikasi Yudha dan Zahra pun belum ada perkembangan. Yudha masih mengabaikan pesan-pesan dan panggilan dari Zahra. Namun Zahra, tidak ada seharipun tanpa dia menanyakan kabar tentang Yudha.
Yudha bukannya jahat, dia sendiri pun masih menanyakan kabar Zahra walau pun melalui orangtua atau mertuanya. Bahkan dia tau, Zahra hari itu pergi ke mana dan bersama siapa, bagaimana makannya, pekerjaannya, dll.
Soal rindu?
Sepertinya sudah tidak usah ditanyakan lagi. Tentu saja sangat rindu.
***
Hari ini Kania sudah diizinkan pulang dari Rumah sakit. Sedangkan pak Ilham sudah dari beberapa hari sebelumnya, dan saat ini sedang dirawat di kampung halaman sampai keadaannya benar-benar pulih.
Kania masih berbaring di tempat tidurnya di ruang perawatan sambil menunggu orang-orang selesai mengurus kepulangannya.
Ifan, Dian, dan Zahra hadir lengkap menjemput Kania hari ini.
Dian sibuk di dalam ruangan membereskan semua keperluan Kania untuk dibawa pulang. Sedangkan Ifan dan Zahra sibuk mengurus biaya selama Kania dirawat dan juga obat-obatan yang akan mereka bawa pulang untuk Kania konsumsi.
Kania tidak pernah untuk tidak bersyukur setiap hari karna sudah dikelilingi orang-orang yang begitu peduli padanya, bahkan seperti saudara dan orangtuanya sendiri.
Tidak lama kemudian, Zahra muncul sendirian dari balik pintu. Dia masuk perlahan dan langsung berjalan menuju Dian yang masih sibuk memasukkan barang-barang ke dalam tas besar itu.
"ma.."
"iya, Ra?" Dian menjawab sambil menegakkan tubuhnya yang sedari tadi membungkuk karna kesibukannya itu.
"mm, itu ada ibu-ibu di depan, katanya mau ketemu mama dan...mau jenguk Kania"
Beberapa detik Dian sempat terdiam, lalu tanpa sepatah kata dia langsung berjalan keluar meninggalkan Zahra yang bingung akan reaksi dari mertuanya itu.
Zahra pun menyusul, dan saat tiba di luar, dia langsung mendapati dua orang wanita itu sedang berpelukan, Dian dan wanita yang belum dia ketahui itu.
"Makasih Ibu sudah datang" ucap Dian setelah pelukannya terlepas, namun kedua tangannya masih menggenggam kedua bahu wanita yang sudah tidak muda lagi itu.
"Tidak Bu, justru saya yang terimakasih sebanyak-banyaknya karna sudah merawat Kania. Entah dengan cara apa saya bisa membalas kebaikan Ibu"
Wanita tua itupun ikut menggenggam kedua tangan Dian yang bertumpu di kedua bahunya. Saling mencurahkan rasa terimakasih yang entah apa tujuannya, Zahra belum ketahui.
"Tidak Bu, sejak kenal Kania, kami sudah anggap dia seperti bagian dari keluarga kami"
Ibu itu menyeka air mata yang lolos di ujung matanya setelah mendengar ucapan dari Dian barusan.
Tak lama, tatapan Dian beralih ke arah Zahra yang berdiri di sampingnya. Kemudian Dian melepaskan pegangannya di bahu Ibu itu lalu berjalan menghampiri Zahra.
"kenalkan Bu, ini menantu saya, namanya Zahra. Dia yang saya ceritakan waktu itu"
Dian memperkenalkan Zahra pada wanita itu.
"Ra, ini Ibu Sofia, dia Ibu Kania di panti asuhan"
Sontak saja tatapan Zahra seolah tak percaya setelah mendengar kalimat dari Ibu mertuanya barusan. Dia menatap pada wanita yang berdiri di hadapannya kini. Jujur saja ia pun selama ini menantikan kehadiran Ibu yang selalu Kania ceritakan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikaya Azzahra
SpiritualDari hal cintaku Ku rangkaikan dalam tulisan penghijraan ini Bagaimana aku mempertahankannya Dan bagaimana aku terlepas darinya Lalu, bagaimana aku kembali menemukan dan menjalaninya Hi, aku Zahra. Selamat datang dalam pesan-pesan dan ceritaku tenta...