٤٥ (Rayyan)

759 32 2
                                    

----

Rasa bahagia bercampur haru begitu membuncah dalam dada seorang Yudha, bagaimana tidak, menyaksikan istrinya berjuang melahirkan anak pertama mereka adalah sesuatu yang tidak bisa untuk digambarkan hanya dengan kata-kata.

Ingin menangis namun tidak ingin merusak suasana, ingin bahagia namun belum saatnya, ah! benar-benar perasaan yang tidak pernah terbayangkan oleh Yudha sebelumnya. Bahkan selama menemani Zahra menunggu pembukaannya, dia hanya meninggalkan Zahra hanya pada jam salat saja, selebihnya dia terus berada di samping Zahra sambil berdzikir dalam diam.

Mungkin inilah yang dirasakan oleh Papa Ifan saat Mamanya melahirkan Yudha ke dunia.

"kamu bisa, Ra"

"Kamu bisa sayang"

Hanya kalimat itu yang sedari tadi Yudha ucapkan terus menerus, tidak tau apakah berpengaruh pada Zahra yang mungkin sudah tidak peduli lagi dengan siapa yang ada di sekitarnya kini. Zahra hanya menggenggam tangan sebelah kanan Yudha kuat-kuat selama dia berjuang memberikan nafas pertama pada anaknya.

Yudha bahkan tidak peduli lagi seberapa sakit genggaman yang Zahra berikan, yang ia tau hanya bagaimana ia menemani Zahra berjuang walaupun ia tidak tau bagaimana rasa sakit yang Zahra rasakan.

Segala prosesnya dipandu oleh sang dokter, sesekali Zahra dibiarkan tenang dan menarik nafas dalam-dalam sebelum kembali berusaha mendorong sang anak untuk keluar.

Lalu di saat-saat yang tidak terduga, masih dengan Zahra yang berjuang bahkan hampir berteriak, ucapan dokter kala itu seolah angin sejuk di tengah teriknya gurun pasir.

Tentu disusul dengan suara yang melengking namun justru membuat air mata jatuh tanpa disadari. Tangisan pertama anaknya, anak mereka.

"Alhamdulillah, anaknya laki-laki, selamat Yudha, Zahra"

Apa yang lebih membahagiakan saat ini dari pada itu? Melihat anaknya yang kecil dan masih terbalut darah kemerahan itu sedang disenderkan dalam pelukan ibunya. Zahra meraih dengan sisa tenaga yang ia miliki, memeluknya pelan-pelan seolah barang yang mudah rapuh.

Tangisan dan rasa bahagia tidak bisa lagi untuk dibendung. Zahra menangis mengiringi pula suara tangisan anaknya yang berada dalam pelukannya.

"Ma-as..." Hanya kata itu dan Zahra kembali menangis.

"Makasih sayang" siapapun bisa merasakan bagaimana bahagianya Yudha saat ini hanya dengan mendengar suaranya, walaupun terdengar bergetar karna ia juga ikut menangis.

"Kamu hebat" lanjutnya kemudian memberikan kecupan di kening Zahra.

Kini, mereka harus rela sejenak karna para perawat kembali mengambil alih anak mereka untuk dibersihkan. Dan tinggallah mereka berdua yang masih bertukar tangis haru bahagia yang sudah sedikit mereda.

"Rayyan"

"hm?"

"Namanya Rayyan"

Zahra tersenyum mendengarnya. Walaupun masih dalam keadaan lemah, namun rasa bahagia membuat rasa sakitnya hilang entah kemana.

"Nama yang bagus, Rayyan"

Lalu Yudha kembali mencium kening Zahra, dan hanya kalimat-kalimat cinta yang Zahra dengar setelahnya.

🌿🌿🌿

Zahra telah dipindahkan ke ruang rawat inapnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zahra telah dipindahkan ke ruang rawat inapnya. Tepat di sampingnya pun sudah ada sang anak yang tetidur dengan damai di tempat tidur khususnya.

Semua orang yang ikut menantikan dia lahir pun kini sudah berdiri mengitarinya. Sesekali memuji betapa lucunya dia, membandingkan apakah dia lebih mirip Zahra atau Yudha, atau juga bahkan hanya menangis terharu karna dia telah lahir ke muka bumi.

"Umi, udahan dong nangisnya, malu sama cucu" Itu Abi Yusuf, hanya bercanda, menggoda istirnya ini karena memang sedari tadi masih saja menangis.

Semua yang ada di dalam ruangan pun dibuat tertawa pelan karena ledekan Abi Yusuf pada istrinya itu.

"Ya maaf, Umi rasanya gak bisa berhenti nangis saking bahagianya" dia menjeda sejenak untuk menghapus air matanya dengan tisu yang dari tadi memang dalam genggamannya

"Anak bungsunya Umi udah jadi Ibu aja, gimana Umi gak merasa terharu" lanjutnya.

"Umi juga gitu pas Haura lahiran, sampai Alif bingung cara bikin Umi berhenti nangis gimana" Semuanya kembali tertawa karena Alif ikut menimpali.

"Kayaknya Yudha sih yang bentar lagi nangis nih, soalnya dedek Rayyannya banyakan mirip sama Zahra deh" kali ini Mama Dian yang bersuara dan lagi-lagi disusul tawa ringan orang sekitarnya.

Yudha yang sedang berdiri di samping tempat tidur anaknya langsung menoleh pada sang Ibu "Mama bisa aja, Yudha gak gitu yaa"

"Gak apa-apalah Yud, setidaknya lu masih dapet alisnya si Rayyan" timpal Alif lagi dan semua ikut tertawa.

Obrolan sedikit berlanjut dan tidak lama kemudian satu persatu keluar dari ruangan dan membiarkan Zahra untuk istirahat.

"Mas"

"Iyaa? butuh sesuatu?" Tanya Yudha langsung menghampiri Zahra.

"Mas istirahat juga, dari semalam kan belum tidur"

"Iyaaa, bentar lagi mas istirahat habis kamu makan"

Yudha semakin mendekat dan mencium kening Zahra, entah sudah hitungan keberapa sejak semalam dia terus mencium kening Zahra. Dia sangat bahagia saat ini dan tidak tau lagi cara mengungkapkannya. Jika mertuanya tadi menangis karena saking bahagianya, mungkin dia dengan mencium kening Zahra.

Zahra mengangguk pelan lalu menoleh ke sisi sebelah kanannya.
"Rayyan lucu banget pakai selimut pink"

"Hehehe untung masih bayi ya, kalau enggak kayaknya udah protes deh kenapa dipakeinnya warna pink"

Zahra terkekeh pelan lalu menjeda sejenak, jangan lupakan tatapannya yang penuh haru, tatapan yang ia tunjukkan setiap kali melihat bayinya.
"Gak nyangka ya mas dia udah lahir, pasti bakal kangen gerakan-gerakan dia perut aku, nendang sampai bikin sakit perut"

Yudha tertawa kecil mendengar ucapan Zahra, ia lalu mengelus kepala Zahra yang tetutup dengan hijab hitamnya.

"Makasih ya"

Zahra menoleh dan mendapati Yudha sedang menatapnya, tangannya masih setiap mengelus pelan puncak kepala Zahra.

Zahra tersenyum menimpali, entah sudah terimakasih keberapa yang ia terima dari pria ini.

"Sini tangannya" Zahra meraih tangan Yudha yang berada di puncak kepalanya.

"Pasti sakit ya gara-gara aku" Zahra mengelus telapak tangan Yudha beserta jari-jarinya. Kemudian dia mencium punggung tangan Yudha.

"Sakitnya hilang pas liat Rayyan" jawabannya pelan, tidak mau istirnya merasa bersalah karena jelas rasa sakit yang ia rasakan tidak ada apa-apanya dengan rasa sakit Zahra saat berjuang melahirkan anak pertama mereka.

"Oh iya mas, nama lengkapnya Rayyan apa?"

"Arrayyan Muttaqi"
"Rayyan itu salah satu nama dari delapan pintu Syurga, Muttaqi artinya benar dan takut kepada Allah"
"Kita berdoa, semoga dia tumbuh menjadi anak yang selalu menegakkan kebenaran dan takut kepada Allah, dan kelak mampu menjadi pintu surga untuk orangtuanya"

Zahra tersenyum lebar dan dalam hati ia mengaminkan ucapan Yudha.

Hatinya kini penuh dengan ungkapan bahagia. Pasti Allah mendengarnya, doa tulus dari sepasang insan yang resmi menjadi orang tua, tidak ada yang lain harapannya selain ingin anaknya tumbuh menjadi hamba yang taat pada rabbnya.

Dan penduduk langit pun ikut menyaksikan. ya Allah kabulkan...

tbc 🌿































Welcome to the world Rayyan!! yeeeyy 🌈✨

Hikaya AzzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang