36 : Double Date

11.1K 1.1K 106
                                    

Gue mematut diri di depan cermin. Merasa sempurna dengan padu padan brand kesayangan gue alias Chanel yang menghiasi dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sentuhan terakhir tentu saja parfum yang lembut sesuai dengan kepribadian gue yang selembut puyo.

Gue turun ke bawah ketika jam sudah berada di angka tujuh. Menemukan Mami yang mengernyit ketika melihat kecantikan gue.

"Kamu jadi ketemu anaknya Tarachandra?"

Gue mengangguk.

"Pakai baju casual?" Mami bersuara lagi. "Kamu tahu kalau ketemuannya di Lyon kan?"

"Harus pakai dress gitu?" Gue mengernyitkan hidung. "Setelan yang Kay pakai aja sekarang harganya mahal kok Mi. Nggak perlu juga tampil cantik cuma untuk Say Hi sama orang yang nggak akan Kay jadiin pangeran."

Gue lalu mendengar suara mobil yang melaju dan berteriak senang. "The real Prince Kayara udah dateng dong, Mam!"

"Kamu pergi sama Genta?" Mami bertanya terlihat heran.

Gue mengangguk. "Biar Tarantula itu nggak besar kepala. Kan udah ada yang punya."

Mami geleng-geleng kepala lihat gue sumringah. "Kay berangkat dulu Mam. Mami nggak usah ikut keluar. Nanti malah tanya macam-macam ke Genta lagi." Pesan gue sebelum menyongsong sang pangeran yang hari ini menggunakan mobil.

Sedan toyota Genta berwarna putih. Memang bukan keluaran terbaru. Tetapi kalau ada laki-laki lain menggunakan Merci pun gue nggak akan berpaling. Sedalam itu perasaan sayang gue buat laki-laki di belakang setir yang tampak tampan dengan jeans hitam dan turtle neck hitam. Parfumnya yang sudah gue hapal memenuhi indra penciuman gue dan semakin membuat diri ini berseri-seri.

"Ayang ganteng banget," puji gue yang mendapat cengiran lebar Genta. "Kamu nggak mau bilang hal yang sama ke aku?" Gue menggerutu.

"Bilang kamu ganteng juga?"

Gue mencubit lengannya. Kesal. Dia malah terkekeh dan mulai melajukan mobilnya.

Setengah jam kemudian, kami sudah sampai di Mandarin Oriental Hotel yang di dalamnya adalah restoran Lyon, tempat yang kami tuju. Gue mengatakan reservasi atas nama sang baginda dan ditunjukan meja dengan kursi untuk dua orang.

"Bisa pindah ke meja yang lain?" Gue menunjuk meja dengan kursi berisi empat yang tersedia nggak jauh dari sana. Sang pelayan mengangguk dengan senyum profesional yang masih tersemat.

"Ayo, Yang." Gue menyeret lengan Genta. Nggak melepaskannya sejak mobil Genta tiba di tempat ini. Wajahnya terlihat mengeras dan belum tersenyum sejak tadi. 

Gue memesan dua gelas jus. Sengaja nggak memesan makanan karena menunggu Tarantula yang masih belum menampakan diri. Huh. Harusnya kan pihak laki-laki yang menunggu, bukan gue serta ayang yang sudah stand by di sini.

"Kamu udah laper? Apa kita pesan makan dulu?"

Genta menggeleng. "Tungguin aja bentar."

Gue mengangguk mengiyakan. Tangan usil gue merayap ke jemari Genta. Memainkannya karena gemas. Urat tangannya berwarna biru terlihat menonjol. Gue tahu bahwa susunan tubuh Genta itu sempurna. Secara gue kan pernah lihat dia topless yang... ya ampun! Emang maha sempurna banget.

"Aw!" Gue mengaduh karena jentikan di dahi gue.

"Kamu kelihatan banget kalau lagi mikir mesum."

Gue mengernyit. "Nggak mungkin."

Genta terkekeh. "Di sini," Genta menunjuk pipi gue. "Memerah. Terus di sini." Genta menunjuk mata gue, "Terlihat sayu. Dan di sini," Genta menyentuh lembut bibir gue yang ternyata digigit kecil. Dia lalu mendekat dan berbisik di telinga gue, "Terlihat makin seksi."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 07, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RUMBLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang