Kayara tipikal anak manja dengan parfum Les Exclusifs De Chanel. Percaya dengan fairy tale dan cinta pada pandangan pertama. Kayara telah menunggu moment love at first sight seumur hidupnya. Merasa berdebar-debar dan terbang melayang ketika melihat...
Prakata dikit. Gue ada rules untuk update part selanjutnya. Jadi gue nggak akan up sebelum goal 😈. Makasih tim spam yang mau repot biar goal. Gw lebih apresiasi tim spam daripada yang nanya kapan up padahal gak ngapa-ngapa. Hohohoho. 850 vote dan 200 komentar untuk next update. 😘
***
Perkataan Cecep yang menyayangkan mengapa nggak memanfaatkan dia untuk bisa dapat kenalan dengan banyak orang, masuk ke dalam pikiran gue. Gue menghela napas panjang. Melihat jarum jam yang sepertinya meledek dan terasa sangat lama sebelum mata kuliah berlangsung.
Pak Pri masih di depan dengan mulut yang terus mengumandangkan ceramah yang bagi gue, hanya numpang lewat di telinga. Orang-orang yang satu kelas dengan gue bahkan nggak ada yang gue kenal baik. Hanya tahu wajah dan nama tetapi nggak pernah berinteraksi basa-basi. Selama ini teman gue hanya si Cecep Marucep yang ternyata, tanpa adanya dia bikin gue seperti Rapunzel kesepian di atas menara. Mungkin gue harus coba untuk mencari kenalan baru.
Gue mendengar helaan napas lega begitu Pak Pri menyelesaikan kuliahnya. Ternyata nggak hanya gue yang berharap Pak Pri segera beranjak keluar dari kelas. Suara decitan kursi terdengar. Keriuhan dan ajakan untuk ke kantin atau perpustakaan terdengar. Tetapi semua itu nggak ada yang melibatkan gue dan tanpa disadari, gue sendirian di kelas.
Ya ampun. Buruk banget kepribadian gue tanpa adanya beruang Cecep.
Gue memasukkan buku catatan ke dalam tas. Sengaja berlama-lama sembari memikirkan tempat yang mungkin bisa gue datangi sebelum jam kuliah gue yang baru akan berlangsung dua jam lagi. Gue nggak mungkin balik karena hanya menghabiskan waktu di jalanan yang ramai. Gue malas ke perpustakaan karena bukan tipikal yang nggak bakalan ke sana kalau butuh banget. Dan organisasi kampus pun nggak bikin gue tertarik sama sekali.
"Beybi."
Gue mendongak cepat. Menemukan wajah Genta dengan senyum lebar yang nggak tahu sejak kapan sudah ada di hadapan gue.
"Ng-ngapain lo di sini?"
"Udah selesai kuliahnya? Temenin gue makan yuk!"
Gue menghela napas lega ketika dia menggunakan kata ganti 'gue' alih-alih 'aku'. Berarti Genta dalam mode jinak dan bukannya ganas serta menakutkan. Situasi yang masih bisa gue tangani seenggaknya untuk sekarang. Genta menarik tangan gue. Merangkul pundak gue mesra meski siku gue beberapa kali menyikutnya menjauh. "Nggak usah sok deket kenapa sih Bang?"
Dia mencebik. "Kan kita memang deket, Beybi. Lo dan gue nempel begini, gimana bisa dibilang jauh?"
Gue bergidik. Mendorong keras dadanya yang nggak membuahkan hasil. Tenaga princess gue nggak mampu untuk menjauhkan Genta yang tenaganya bisa disamain dengan Shrek. Duh, apa gue harus jadi Putri Fiona biar bisa melawan Genta?
"Bodyguard Beybi ke mana?" Genta bertanya begitu kami sampai di kantin. Memesan dua porsi bakso jumbo dan dua gelas es teh.
"Ada kuliah." Jawab gue singkat. Gue mengernyit ketika abang tukang bakso memberikan satu mangkuk pada gue dan Genta. Bola dagingnya terlihat menggiurkan dan penuh dalam mangkuk. Gue nggak yakin bisa menghabiskan itu semua.
"Rajin juga ya dia. Gue kira dia tipe yang cuma rajin clubbing doang," Genta terkekeh. Lengannya terulur panjang mengambil kecap dan menuangnya banyak-banyak. Gue bergidik. Melihat kuah bakso yang berwarna hitam seperti kuah rawon.
"Makan Beybi, ngapain cuma dilihatin aja?" Dengan mulut penuh, dia berkata. Membuat gue semakin malas menyantap bulatan daging itu.
"Di FIB nggak ada tukang jualan bakso?"
"Ada kok." Jawabnya lagi setelah dia menelan potongan bakso. "Tapi di sana kan nggak ada lo."
Hah?
Genta terkekeh. "Muka lo kok masih sering cengo begitu sih? Bikin gue pengen terkam juga lama-lama."
Panas.
Duh kok rasanya jadi panas banget di sini. Gue mengibaskan telapak tangan ke dekat leher. Mengambil es teh dan menyesapnya. Mendorong mangkuk bakso yang belum tersentuh ke arah Genta. "Gue nggak nafsu makan. Lo aja yang makan."
"Kenapa? Lo mau diet-diet kayak cewek yang di sana?" Genta menujuk ke arah belakang gue dengan dagunya. Membuat gue menoleh ke sosok perempuan rambut panjang yang mengamati kuku tangannya dengan kuteks berwarna kuning cerah. Gue menyipitkan mata, Merasa pernah melihat sosok si perempuan dan rasa kesal yang nggak pada tempatnya, Padahal gue nggak kenal dengan perempuan itu. Lihat aja kan baru-
"Oh my God!"
"Beybi kenapa?" Genta bertanya dengan satu alis naik. Satu mangkuk bakso sudah kosong dan tanpa ragu, mengambil mangkuk gue untuk dia beri kecap dengan porsi nggak wajar.
"Cewek itu mungkin jelmaan penyihir jahat yang norak! Gue nggak tahu apa yang salah dengan kepalanya karena otaknya kayaknya sekecil burung dara yang mikir dengan ngebully orang, dia bakalan jadi tambah keren."
"Maksudnya?"
Gue menarik napas panjang. Nggak terlalu yakin harus menceritakan apa yang gue lihat seminggu yang lalu di belakang kantin. Lagi pula, salah satu penyebab yang membuat gue melihat adegan pembullyan ala-ala sinetron adalah Genta. Kalau saja dia nggak sering bergentayangan di kantin FEB, gue nggak mungkin memutari kantin. Kalau bukan karena Genta juga, gue pasti mengantar si Klenting Kuning korban bully ke kos Pelangi yang juga tempat bersarang Genta dan Ocha.
Terus sekarang gue malah duduk dan makan bareng sama Genta. Nggak lucu banget ya.
"Lo kenal semua penghuni kos-kosan lo?"
"Bisa lo jangan cerita muter-muter mirip bianglala?"
Gue mendengkus. "Jawab aja kenapa ih!"
"Gitu aja ngambek!" Genta terkekeh. "Iya tahu. Ada apa?"
"Kalau gitu lo tahu cewek yang namanya Yellow kan?" Genta mengangguk.
"Dia adek kos gue."
Gue menelan ludah susah payah. Nggak yakin harus menceritakan hal ini ke Genta, tetapi seenggaknya seseorang yang kenal dengan Yellow harus tahu keadaan nahas yang menimpanya. Dia pasti butuh support system saat ini.
"Seminggu lalu gue lihat dia dalam keadaan nggak baik yang disebabkan cewek itu." Gue menunjuk dengan dagu ke arah wanita berkuteks kuning. "Dia kelihatan nggak baik-baik aja saat itu. Gimana keadaan Yellow sekarang?"
Genta menghentikan aktivitasnya. Matanya terlihat fokus dan berkilat dan raut wajahnya tampak mengeras. Tangannya menggenggam sendok dan garpu erat sampai gue mengira mungkin peralatan itu bisa patah jadi dua.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.