25 : Patah Hati

14.9K 1.9K 153
                                    

Hallo!
Kayara Genta datang lagi!
Jangan lupa vote dan komentarnya!
Cek juga Twirling dan Rocking!

***

Untuk pertama kalinya dalam sejarah hidup Kayara, gue merasa sangat-sangat hidup. Perasaan sadar bahwa gue kali ini beneran pacaran dan ditembak cowok, masih bisa gue rasakan. Iya, gue nggak menganggap pacaran dengan Genta yang sebelumnya, adalah proses pacaran beneran. Yang kali ini barulah yang namanya pacaran. Seenggaknya, gue nggak lagi memendam kecurigaan menjadi selingkuhan Magenta.

Aih, nama pacar gue keren banget sih. Magenta. Lengkapnya Sian Magenta.

Semalam, gue memilih untuk banyak mengobrol dengan Genta. Bertanya ini itu dan coba sedikit memahami pola pikir Genta meskipun Genta seringkali mengelak dan membelokkan pembicaraan dan membuat gue bercerita tentang gue dan keluarga gue. Tentang Bang David yang menjadi penerus bisnis dan sepertinya, takdir hidupku diserahkan ke Bang David. Memang seprotektif itu Bang David kepada gue. 

Gue baru bisa sedikit bernapas lega ketika Bang David ditugaskan di Solo dan Mami Papi pergi ke luar negeri. Tetapi, karena hal itu belum pernah terjadi sebelumnya, gue pun jadi merasa bingung harus bersikap seperti apa.

Gue juga sadar bahwa sebelumnya, Genta memang menerima gue jadi pacarnya untuk melindungi Syakira yang mana perlu dilakukan. Secara dia adalah model papan atas yang pasti dikenali oleh manusia mana pun di Indonesia. Seburuk apapun hubungan mereka, mereka masih terikat hubungan keluarga.

Kalau pun Bang David melakukan skandal yang buat gue harus melindunginya dengan pacaran dengan lawan skandal Bang David, gue juga pasti akan melakukan hal serupa seperti yang Genta lakukan.

Ya ampun, berjiwa ksatria banget ya pacar Kayara.

Gue melirik jam dinding dan menghela napas ketika melihat koleksi baju, tas, dan sepatu gue yang baru diperbaharui seminggu yang lalu. Mami, Kay butuh upgrade isi lemari!

Gue menghela napas. Mengambil tas transel louis vuitton yang sudah beberapa kali gue gunakan. Serius, apa nggak ada barang yang belum pernah gue pakai? Gue kan pengen tampil maksimal di depan pacar gue.

"Kenapa dek? Tadi senyam-senyum sekarang cemberut." Bang David berkomentar ketika kami berjalan menuju garasi. Bang David dengan asisten pribadinya, Inra akan ke kantor sementara gue menuju kampus.

"Kay butuh belanja, Bang. Kay nggak punya tas dan baju. Sepatu juga cuma itu-itu aja."

Bang David mengangkat sebelah alis, berpikir. "Satu ruangan besar di samping kamar kamu, bukannya isinya tas, baju, dan sepatu?" 

"Itu koleksi lama," Gue menghela napas lebih dramatis.

"Limit kartu kredit kamu udah abis?"

Gue meringis. Membuat Bang David menggelengkan kepalanya. "Boleh pinjem kartu kredit Abang?" Gue mengedip-ngedip mata manja. Membuat Bang David mengiyakan permintaan gue. Yes! Pulang dari kampus gue bisa belanja!

Gue terkikik senang. Mengecup pipi Bang David sebelum berlari ke mobil dan dadah dadah saat mobil gue keluar dari garasi. Bang David memang terbaik! 

Gue mengendari mobil dengan perasaan ringan. Langkah gue seperti terbang hingga gue bertemu dengan Cecep yang keadaannya seperti nggak baik.

"Lo kenapa? Udah kayak orang patah hati aja." Gue meletakan tas di atas meja. Duduk di samping Gozila kesayangan dan mensejajarkan kepala dengannya. Kepala Cecep terkulai di atas meja. Bibirnya yang mencebik muram semakin melengkung ke bawah.

"Gue memang patah hati. Puas lo?"

Gue tergagap. "Lo-" Gue menelan ludah susah payah. "Lo habis nembak Mada?"

Cecep nggak menjawab apapun. Membuat gue semakin yakin. "Kapan? Di mana? Gimana?" Gue mengguncang-nguncang tubuh besar Cecep. Sedikit takjub menemukan daging keras serupa otot di lengannya.

"Semalem ya?!" Gue menjerit heboh. Membuat satu kelas melihat gue yang mana nggak gue pedulikan. Karena gue nggak masuk lagi ke dalem, otomatis gue juga nggak ketemu dengan Cecep, Mada, serta teman kos Genta yang bernama Oca.

Cecep mendorong wajah gue menjauh. Menoyor kepala gue hingga hampir terjungkal ke belakang. Si Gozzila memang ya, nggak bisa kontrol tenaga!

"Hati-hati Beybi!" Suara Genta, sanggahan kokoh di belakang gue membuat gue dag dig dug duarr!

Gue mendongak. Melihat wajah Genta dengan senyum tengilnya terlihat.

"Ko- kok lo ada di sini?"

Genta menaikkan sebelah alisnya. "Mau coba ikutan kuliah di sini. Nggak keberatan kan?"

"Lo lagi bosen banget ya Bang? Apa kabar skripsi lo?" Cecep bersuara. Badannya sudah duduk tegap dan nggak kelihatan loyo lagi. Gue bisa menangkap rasa kesal Cecep ke Genta. Kok bisa?

"Lo mau bantu skripsi gue?" Genta membalas dengan cengiran lebar. Matanya menyipit menantang Cecep.

Cecep melengos. Dia menarik ranselnya yang terselip di bawah. 

"Lo mau ke mana?" Gue segera menahan tas Cecep. Nggak rela kalau gue harus sendirian di sini. Gue nggak yakin Genta beneran mau ikutan kuliah. Itu pun kalau Pak Pri nggak segera mengusir mahasiswa fakultas sebelah yang iseng di sini.

"Yang jelas nggak di sini."

"Mada ada di studio. Itu kalau lo butuh tahu." Genta lalu berdiri. Dia mengambil tas ransel gue dengan sebelah tangan. "Lo mending ikut kuliah. Gue dan beybi gue yang cabut dari sini."

Gue belum sempat menolak karena Genta merangkul pundak gue. Membuat gue hampir nggak bisa bernapas dengan sikapnya. 

"Bang! Lo apa-apaan sih? Bisa di sate sama Pak Pri kalau bolos!" Gue meronta ketika sudah berada di luar kelas. Merebut tas gue dan bersiap masuk lagi.

"Ck. Lo nggak bisa bolos sehari?"

"Nggak lah!" Gue menjawab cepat.

"Yakin?" Tanyanya lagi.

"Iya!"

Genta mendengkus kesal. "Meski hari ini gue ulang tahun?"

Gue menghentikan langkah. Berbalik dan memicing mata. "Serius?"

Genta menghela napas. Mengambil dompet dan memperlihatkan KTP nya. Gue mencocokan tanggal. Dia nggak bohong!

"Kok nggak bilang sebelumnya sih kalau hari ini lo ulang tahun?" Gue bergumam kecil. "Tahu gitu gue kan bisa ngasih lo kejutan atau apa gitu."

Genta terkekeh. Kembali merangkul gue dan mendorong gue keluar dari gedung fakultas. "Gue nggak butuh kado. Gue cuma butuh lo."

Oh. My. God.

Beneran Genta bisa gombal banget gini?

"Lo salah makan ya Bang?"

Genta merengut. Bibirnya berubah datar. "Anggap gue nggak bilang apa-apa!" Dia melepaskan rangkulannya. Berjalan cepat meninggalkan gue di belakang.

Yah, dia ngambek.

Tapi kok lucu?

Gue terkikik. Sedikit berlari untuk mengejarnya. "Akang Genta jangan ngambek dong!"

***

Kalian nggak ada ngucapin apa gitu, ke gue?- Genta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalian nggak ada ngucapin apa gitu, ke gue?
- Genta

RUMBLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang